Kehidupan masyarakat yang damai dan rukun tidak bisa sekadar diserukan melalui spanduk. Semuanya harus dijalani dengan kerendahan hati untuk menerima perbedaan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA/SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sejumlah warga Kampung Sawah, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang beragama Katolik membantu warga Muslim mempersiapkan shalat Idul Fitri, Rabu (5/6/2019). Mereka membantu menertibkan lalu lintas di sekitar masjid yang ramai menjelang shalat.
Hari masih gelap saat Richardus Jacobus Napiun (63) tiba di Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi, Kampung Sawah, Kota Bekasi, Jawa Barat. Tak lama setelah berjabat tangan dengan anggota jemaah di pelataran masjid, ia bergegas ke tepi jalan raya sambil menggenggam handy-talkie. ”Saya mau bantu persiapan Lebaran dulu,” ujarnya.
Lalu lintas di sekitar masjid memang selalu padat menjelang shalat Idul Fitri. Jacob, panggilan Richardus Jacobus, tidak pernah absen membantu mengatur jalan di sana setiap tahun. Ia pun tidak sendiri. Pagi itu ada sembilan orang dari Gereja Katolik Santo Servatius yang datang membantu.
”Sudah sekitar 20 tahun saya ikut membantu di sini. Ada kepuasan batin yang terasa saat membantu teman-teman Muslim di Kampung Sawah. Ini pun sejalan dengan apa yang selalu diajarkan oleh leluhur di Kampung Sawah soal kerukunan,” ucap tokoh Katolik di Kampung Sawah itu, Rabu (5/6/2019).
Anggota jemaah yang hendak masuk ke masjid pun tidak lupa menghampiri Jacob. Mereka berjabat tangan dan bertukar senyum sambil meminta maaf lahir dan batin. Ada juga warga Muslim yang sampai membuka jendela mobil untuk menyapa Jacob ketika melintas.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Letak rumah ibadah Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi (kanan), Gereja Katolik Santo Servatius (tengah), dan Gereja Kristen Pasundan (kiri) di Kampung Sawah, Bekasi, yang berdampingan, Rabu (13/12/2017). Kampung Sawah yang mayoritas dihuni masyarakat Betawi mampu hidup rukun dengan beragam keyakinan.
Masyarakat yang guyub memang ciri khas kampung ini. Nenek moyang mereka yang mewariskan nilai tersebut secara turun-temurun. Saking guyubnya, mereka malah bingung jika ditanya tips hidup rukun. ”Kerukunan hidup dalam masyarakat kami bukan hal yang istimewa. Ini adalah keseharian kami,” kata Jacob suatu hari.
Teman masa kecil
Gunawan Napiun (57), warga Kampung Sawah, juga tidak pernah absen menyemarakkan suasana Idul Fitri di kampungnya. Walaupun beragama Katolik, ia merasa kurang afdal jika tidak ikut berlebaran bersama teman-teman masa kecilnya.
”Saya sudah ikut Lebaran sejak kecil. Waktu SD, saya dan teman-teman keliling kampung sambil memukul beduk saat malam takbiran. Wah, seru pokoknya,” kata Gunawan.
Kebiasaan masa kecil itu dibawa Gunawan dalam bentuk lain saat beranjak dewasa. Ia tidak lagi memukul beduk seperti dulu, tetapi hadir dan mendukung teman-temannya yang merayakan Lebaran. Baginya, kehadiran itu sama dengan solidaritas antarteman.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Anggota jemaah melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi, Kampung Sawah, Bekasi, Rabu (5/6/2019). Selama pelaksanaan shalat, sejumlah warga Katolik membantu mengatur lalu lintas di sekitar masjid. Kebiasaan ini telah berlangsung selama puluhan tahun.
Hal serupa diamini pula oleh warga Kampung Sawah, Andreas Yuniar (51). Ia bangun di pagi buta demi ikut membantu mempersiapkan shalat Idul Fitri teman-temannya. Sebelum bertolak ke masjid, ia terlebih dahulu mengikuti misa pagi harian di Gereja Santo Servatius.
Jarak gereja dan masjid memang tidak jauh, hanya sekitar 100 meter. Gereja Santo Servatius dibangun pada 1896 dan Masjid Al-Jauhar Yasfi pada 1972. Di antara kedua rumah ibadah itu berdiri pula Gereja Kristen Pasundan yang dibangun pada 1874.
Dekatnya posisi tiga rumah ibadah ini layaknya simbol kedekatan batin para warga. Perbedaan latar suku dan agama tidak lantas membuat mereka berjarak. Warga tetap kompak dan saling menjaga sejak mereka kanak-kanak hingga kini dihiasi keriput.
Saudara
Kehadiran warga lintas agama terasa sangat berarti di mata pengurus Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi, Sholahudin Malik. Ia tak lagi memandang mereka sebagai tetangga atau kawan, tetapi saudara.
”Mereka ini teman ayah saya sedari saya masih kecil. Walaupun cuma bertetangga, kami sudah hidup bersama puluhan tahun. Rasanya sudah lebih dari hubungan saudara,” kata Sholahudin.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sejumlah warga Kampung Sawah, Kota Bekasi, yang beragama Katolik membantu warga Muslim mempersiapkan shalat Idul Fitri, Rabu (5/6/2019). Mereka membantu menertibkan lalu lintas di sekitar masjid yang ramai menjelang shalat. Bantuan yang sama juga kerap diberikan warga Muslim terhadap warga Katolik dan Nasrani saat perayaan Natal.
Nyatanya, warga Kampung Sawah memang bersaudara. Bukan saudara dalam arti retoris, melainkan saudara dalam arti yang sebenarnya. Mereka memiliki nenek moyang yang sama.
Ada lebih kurang 62 marga di kampung ini yang disatukan dalam ikatan darah. Beberapa di antaranya adalah Baiin, Niman, Rikin, Dani, Kaiin, Sairin, Pepe, dan Napiun. Mereka bukan sekadar keturunan, melainkan juga pemelihara warisan kerukunan.
Menurut Jacob, tidak ada trik khusus untuk membangun hubungan damai. Semua warga hanya perlu saling menghormati satu sama lain. Hal ini agaknya terbantu oleh persaudaraan sedarah para warga. Ikatan antarmarga ia nilai masih kuat. Karena itulah, rasa saling menghargai terpelihara sampai sekarang.
Menghadapi tantangan
Saat diwawancarai sebelumnya, Rabu (15/5/2019), Jacob berkata, kehidupan masyarakat yang damai dan rukun tidak bisa sekadar diserukan melalui spanduk. Semuanya harus dijalani dengan kerendahan hati untuk menerima perbedaan.
Warga pun pernah mengalami sejumlah gesekan yang menguji kekompakan untuk tetap bersatu. Provokasi bernada agama pernah menerpa Kampung Sawah.
Ketika diprovokasi, masyarakat tidak mudah terpengaruh. Mereka sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari untuk menghadapi gesekan itu. Masing-masing sudah dibekali rasa menghormati dan mawas diri agar tidak terprovokasi begitu saja.
Jikalau ada gesekan, para tokoh masyarakat biasanya akan ngeriung dan membicarakan hal itu. Penyebab isu ditelaah bersama asal muasalnya. ”Kalau ada kasak-kusuk yang tidak seirama dengan budaya di sini, maaf deh, kami enggak mau (termakan isu),” ujar Jacob.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sejumlah warga Kampung Sawah, Kota Bekasi, yang beragama Katolik membantu warga Muslim mempersiapkan shalat Idul Fitri, Rabu (5/6/2019). Mereka membantu menertibkan lalu lintas di sekitar masjid yang ramai menjelang shalat. Bantuan yang sama juga kerap diberikan warga Muslim terhadap warga Katolik dan Nasrani saat perayaan Natal.
Sementara itu, tokoh Islam di Kampung Sawah, Rachmadin Afif (74), memandang kerukunan sebagai hal yang wajar. Tidak ada alasan untuk tidak hidup rukun baginya. Selain nyaman, hidup damai juga membuat pikiran jadi tenang. Tidak perlu menambah beban yang tidak perlu.
Selama ini, Rachmadin juga kerap ditanyai wartawan dan mahasiswa perihal rahasia hidup rukun. Namun, ia tidak tahu pasti jawabannya. Kerukunan itu ia peroleh sejak usianya masih belia. Suasana guyub di masyarakat juga terbentuk secara organik.
”Banyak orang bertanya, kenapa warga Kampung Sawah bisa rukun. Yang seharusnya ditanya bukan kami, tetapi Anda. Kenapa kalian tidak rukun?” katanya.