Sinta hampir saja takluk dalam bujuk rayu Rahwana, Raja Alengka yang menculik dan ingin mempersuntingnya sebagai permaisuri. Namun, keteguhan hati dan kesetiaan cinta Sinta kepada Rama pada akhirnya mampu mengalahkan godaan Rahwana.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·4 menit baca
Sinta hampir saja takluk dalam bujuk rayu Rahwana, Raja Alengka yang menculik dan ingin mempersuntingnya sebagai permaisuri. Namun, keteguhan hati dan kesetiaan cinta Sinta kepada Rama pada akhirnya mampu mengalahkan godaan Rahwana.
Adegan itu tecermin dalam perhelatan opera Ramayana dengan lakon Sinta Obong yang digelar di Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah. Pemerintah Kota Solo mempersembahkan sajian itu selama tiga hari berturut-turut, Jumat-Minggu, 7-9 Juni 2019, untuk menghibur pemudik yang sedang pulang kampung. Lebih dari itu, perhelatan ini merupakan sebuah upaya menebarkan pesan cinta. Cinta kepada sesama manusia dan Tanah Air.
Pergelaran opera Sinta Obong itu dikemas dalam acara tahunan ”Bakdan Neng Solo”. Lima tahun berturut-turut Pemkot Solo menyelenggarakan opera Ramayana bertepatan dengan momentum libur Lebaran. Pergelaran pertama mengangkat lakon Anoman Obong, pada tahun 2015, kemudian Sang Anoman pada 2016. Berikutnya, tahun 2017 mengangkat lakon Rama Tambak-Kumbokarno Gugur dan pada 2018 mengusung kisah Goa Kiskendo.
Tak kalah dengan empat gelaran sebelumnya, Sinta Obong dirancang menjadi pertunjukan besar. Sebanyak 150 seniman tari, anak-anak hingga penari profesional, terlibat dalam pertunjukan ini dengan koreografer Agung Kusumo Widagdo. Pementasan ini melibatkan maestro gamelan Dedek Wahyudi sebagai penata musik serta Blacius Subono dan ST Wiyono sebagai penulis naskah.
Janji Dedek Wahyudi untuk menyuguhkan iringan musik yang menghibur semua kalangan diwujudkannya. Menggandeng musisi Gregoriyanto Kris Mahendra, Dedek mengolah gamelan dan memadukannya dengan orkestra Barat. Musik yang dilahirkan menjadi lebih megah, semarak, dan tidak membosankan. Dedek menunjukkan, gamelan memiliki kekuatan luar biasa untuk digarap dan digali, tidak kalah dengan musik pertunjukan yang lain.
Tujuan kami adalah ingin memberi hiburan kepada pemudik.
Para penari yang telah berlatih berhari-hari di Pendopo Ageng, Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, saat bulan Ramadhan menunjukkan keelokan dan kekompakan gerakan-gerakan tari yang menitikberatkan gerak tari kekinian tanpa meninggalkan tradisi, Minggu (9/6/2019). Kepiawaian olah tubuh mereka disambut tepuk tangan sekitar 2.000 penonton. Sesekali, tarian disisipi gerakan-gerakan lucu yang memancing tawa penonton.
”Tujuan kami adalah ingin memberi hiburan kepada pemudik,” ujar Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo di Solo.
Tak hanya memberikan hiburan, pertunjukan ini sebagai sebuah upaya untuk melestarikan dan menumbuhkan cinta pada seni budaya bangsa. Lebih dari itu, ujar Rudy, lakon Sinta Obong membawa pesan khusus bagi masyarakat Solo dan pemudik untuk merawat dan mempererat kembali kebersamaan pascagelaran Pemilu Presiden 2019.
”Komitmen dan kesetiaan cinta Sinta pada Rama dan sebaliknya Rama yang berjuang dengan segala daya upaya ingin menyelamatkan Sinta adalah sebuah simbol. Ini bisa dimaknai sebagai cinta dan kesetiaan kepada sesama manusia, cinta kepada Tanah Air dan bangsa. Ini yang harus terus dijaga,” tuturnya.
Blacius Subono menambahkan, cinta Rahwana kepada Sinta bukanlah sebatas cinta seorang laki-laki kepada perempuan. Cinta kepada Sinta bukan untuk pribadi Rahwana, tetapi untuk negeri Alengka. Sebab, sosok Sinta dianggap sebagai ibu bumi atau ibu pertiwi, simbol kesuburan yang akan membawa kejayaan bagi sebuah negeri, termasuk Alengka.
”Karena itu, Rahwana melakukan segala cara untuk dapat memiliki Sinta,” katanya.
Menurut Wiyono, pesan tentang cinta kepada sesama manusia, Tanah Air, bangsa, dan negara menjadi paling utama dalam pergelaran Sinta Obong. Rahwana meyakini, dengan memperistri Sinta, dari rahim Sinta akan lahir keturunan-keturunan hebat yang akan membawa kebesaran Kerajaan Alengka.
Demi kegemilangan masa depan Alengka, Rahwana nekat merebut Sinta meskipun sadar sepenuhnya apa yang dilakukannya tersebut keliru.
”Rahwana raja yang sangat ambisius, hingga membuatnya keliru memilih jalan. Maksudnya baik, ingin membesarkan negerinya, Alengka, tetapi memilih jalan yang salah sehingga justru membawa kehancuran bagi bangsanya sendiri,” katanya.
Pesan tentang cinta kepada sesama manusia, Tanah Air, bangsa, dan negara menjadi paling utama dalam pergelaran ”Sinta Obong”.
Di sisi lain, Sinta menunjukkan komitmen, integritas, dan keteguhan hatinya sehingga tetap mampu menjaga kesucian hati dan raganya tetap bersih dari segala upaya dan bujuk rayu Rahwana.
Rama pun melakukan berbagai upaya, termasuk membendung lautan dan melawan Rahwana karena cintanya kepada Sinta, cintanya kepada sesama manusia dan Tanah Air. Sebab, melawan Rahwana dan membebaskan Sinta juga berarti menyelamatkan kehidupan dari cengkeraman Rahwana yang menjadi simbol angkara murka.
”Semoga ini bisa menjadi bahan perenungan kita bersama. Semoga penonton tidak hanya terhibur, tetapi pulang membawa perenungan, sesuatu yang bisa mencerahkan, sesuatu yang bisa merukunkan kita semua. Pulang membawa katresnan kabeh (cinta semua),” ujarnya.