Okupansi atau tingkat keterisian hotel berbintang di wilayah Jawa Barat selama masa libur Lebaran tahun ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Okupansi atau tingkat keterisian hotel berbintang di wilayah Jawa Barat selama masa libur Lebaran tahun ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh harga tiket pesawat yang mahal.
Kondisi tersebut dinilai turut memicu penurunan kunjungan wisatawan, terutama wisatawan nusantara, untuk berlibur Lebaran ke Jabar. Adapun destinasi favorit di Jabar antara lain wisata kuliner dan belanja di Bandung, kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, kawasan Puncak Bogor, pantai Pangandaran, serta Pantai Palabuhanratu, Sukabumi.
”Okupansi hotel pada H-1 hingga H+1 Lebaran tahun ini berkisar 90 persen. Ini mengalami penurunan 5-7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (2018). Okupansi tinggi umumnya pada hari kedua Lebaran (6 Juni) dan H+1,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Jabar Herman Muchtar, di Bandung, Rabu (12/6/2019).
Ia mengatakan, kondisi ini diperkirakan terjadi salah satunya karena faktor mahalnya tiket pesawat sehingga mengurangi kunjungan, terutama wisatawan nusantara.
Sementara itu, Executive Secretary Hotel Santika Bandung Martini Santos menyebutkan, pada masa libur Lebaran, tren okupansi meningkat baru pada H-1 Lebaran, yakni sekitar 90 persen. Pada Lebaran hari pertama (5 Juni) sampai 7 Juni, okupansi mencapai 100 persen. Namun, hari berikutnya, okupansi menurun menjadi 80 persen.
”Tamu umumnya dari Jakarta dan sekitarnya. Mereka sebagian besar memang tujuan berlibur ke Bandung. Ada tren menarik pada Lebaran tahun ini. Harga kamar yang dijual jauh lebih tinggi dari tahun lalu. Namun, tamu tidak ada yang menawar atau minta diskon,” tutur Martini.
Secara terpisah, Joko Winarso dari Marketing Hotel Sun In Pangandaran mengatakan, pada Ramadhan, okupansi hotel memang hanya berkisar 60 persen. Namun, tren okupansi meningkat mulai 2 Juni. Pada Lebaran sampai H+2 Lebaran, okupansi mencapai 100 persen.
”Selain dari kalangan wisatawan, juga ada pemudik yang pulang kampung, tapi memilih tidur di hotel. Mereka umumnya dari Jakarta, Bandung, dan sekitarnya,” ujar Joko.
Menurut Joko, pariwisata Pangandaran turut terbantu dengan pengoperasian Kereta Api Pangandaran yang melayani rute Gambir-Bandung-Banjar pergi-pulang (PP), yang diresmikan PT Kereta Api Indonesia pada 2 Januari 2019. Layanan KA itu menjadi alternatif akses bagi wisatawan, terutama dari Jakarta, untuk berlibur ke Pangandaran.
Waktu tempuh KA Pangandaran lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan kendaraan jalur darat melalui jalan tol dari Jakarta dan jalur Jabar selatan. Akses itu dinilai menjadi pilihan menarik bagi warga, apalagi di tengah harga tiket pesawat yang mahal.
Dengan KA Pangandaran, waktu tempuh dari Bandung selama sekitar 4,5 jam sampai di Stasiun Banjar. Perjalanan dilanjutkan lewat jalan raya ke Pangandaran dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Jika menggunakan jalur darat, waktu tempuh dari Bandung ke Pangandaran bisa mencapai setidaknya 8 jam.
Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi II Bandung Noxy Citrea mengatakan, tarif promo Rp 1.000 masih diberlakukan pada KA Pangandaran untuk rute Bandung-Banjar PP. Tarif promo yang sama juga masih diberlakukan pada KA Galunggung yang diperpanjang sejak 1 Juni hingga 30 Juni. KA Galunggung melayani rute Tasikmalaya dengan keberangkatan awal dari Stasiun Kiaracondong, Bandung, yang diresmikan pada 26 Desember 2018.
”Diharapkan dengan diperpanjangnya masa promo kedua kereta ini (KA Pangandaran dan KA Galunggung), selain dapat meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap kereta api, juga meningkatkan kunjungan wisatawan, seperti ke daerah Pangandaran dan sekitarnya,” kata Noxy.