Beijing, Kompas - Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) yang digagas Republik Rakyat China, bergulir tanpa motif politik. Hasrat China untuk berbagi keuntungan ekonomi dalam BRI, tidak diiringi niat untuk menjadi raksasa politik dunia.
Penegasan tersebut diungkapkan Guru Besar Ekonomi dari China Foreign Affairs University (CFAU), Fan Ying, dalam presentasi di hadapan para jurnalis peserta Workshop Media 2019, di kampus CFAU di Beijing, China, Selasa (11/6/2019). "Motivasi China adalah berbagi keuntungan pembangunan ekonomi dengan negara lain, tanpa keinginan menjadi super power di bidang politik," kata Fan Ying.
Ia memaparkan, empat prinsip kerja sama dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan meliputi kemauan berbagi, harmoni dan inklusivitas, berbasis pasar, dan hasil akhir yang sama-sama menguntungkan. Dengan demikian, lanjut Fan Ying, negosiasi dalam kerja sama ini mutlak disertai prinsip saling hormat, demi tujuan akhir kemakmuran bersama.
Data Inisiatif Sabuk dan Jalan menyebutkan, sejauh ini sudah 24 negara yang bekerja sama dengan China. "Adapun total akumulasi investasi mencapai 30 miliar dollar Amerika Serikat. Banyak yang mengira ini jebakan hutang yang dirancang China. Itu sama sekali tidak benar. Karena dana itu berasal dari akumulasi finansial China dalam beberapa dekade terakhir," ujar Fan Ying lagi.
Berkat Inisiatif Sabuk dan Jalan ini, persentase ekspor China di seantero dunia meningkat, sesuai data perbandingan ekspor 2002 berbanding 2017. Pada 2002 ekspor China hanya 4 persen dari total ekspor dunia, sedangkan ekspor AS mencapai 28 persen. Namun, sesuai data 2017, seperti diungkapkan Fan Ying, persentase ekspor China naik menjadi 11 persen, adapun AS turun ke 21 persen.
Dalam skala mirko, sesuai data kerja sama perkereta-apian China-Eropa, jumlah perusahaan China yang beroperasi di kota Duisburg, Jerman, juga melonjak. Pada 2014, tercatat hanya 40 perusahaan China beroperasi di Duisburg. Kini, jumlahnya lebih dari 100 perusahaan.
Saat ditanya soal reaksi AS yang mencanangkan perang dagang terhadap China, sebagai reaksi atas Inisiatif Sabuk dan Jalan, Fan Ying mengungkapkan, bagi China negosiasi selalu terbuka. "Sekarang tinggal bagaimana AS mau berunding dengan China," ujarnya.
Terbuka untuk berunding
Negosiasi terakhir terkait perang dagang AS-China, menurut Hu Hailiang, Deputi Direktur Divisi pada Departemen Hubungan Asia Kementerian Luar Negeri China, tak lain beberapa pekan lalu, saat kedua negara gagal mencapai kesepakatan. Dalam kesempatan itu, China telah menyampaikan pendapatnya, bahwa mereka selalu terbuka untuk berunding dengan AS terkait perang dagang.
"Kami terbuka untuk bernegosiasi, tetapi perundingan itu harus berlangsung dalam suasana saling menghormati. Bukan hanya menuruti keinginan salah satu pihak, itu perundingan yang tidak sederajat. Intinya kami tidak ingin ada perang dagang. Tetapi andai itu harus terjadi, China tidak takut," tegas Hu.
Adapun Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengatakan, selama ini AS sering menyalahkan China. Salah satunya, kerap disuarakan bahwa bekerja sama dengan perusahaan swasta di China, sama artinya bekerja sama dengan pemerintah China, karena perusahaan di China bekerja atas kepentingan pemerintah. Sehingga, berinteraksi dengan perusahaan di China, menurut AS, berisiko dalam hal keamanan data.
Hal itu disampaikan Geng Shuang dalam keterangan pers, Senin di Beijing. "Tuan (Mike) Pompeo (Menteri Luar Negeri AS), selalu menyampaikan pernyataan tentang China, di mana pun berada. Salah satunya, mengatakan bahwa berbisnis dengan Huawei penuh risiko terkait keamanan data. Tetapi sayangnya, informasi itu tidak pernah disertai bukti-bukti," kata Geng Shuang.
Isu perang dagang menjadi salah satu isu strategis di sejumlah media utama China, salah satunya koran China Daily. Pada edisi akhir pekan, Minggu (9/6/2019), media ini menurunkan tiga berita tentang perang dagang, dari lima berita di halaman 1. Dari tiga berita itu, dua di antaranya memberitakan "kemesraan" hubungan antara Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang secara tidak langsung menjadi sinyal membaiknya hubungan kedua negara.
Satu berita, sebagai berita utama di halaman 1, tentang pidato Presiden China Xi Jinping dalam Forum Ekonomi Internasional di St Petersburg, Rusia. Satu berita lagi terkait Xi dan Putin yang berlayar bersama di sungai Nera, sungai di St Petersburg, yang juga kota kelahiran Putin.