Indonesia Tempati Seksi Khusus di Museum Multikultural Seoul
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
SEOUL, RABU -- Indonesia telah memiliki satu seksi khusus yang permanen untuk memajang koleksi seni dan budaya Nusantara di Museum Multikultural di Seoul, Korea Selatan. Peresmian seksi Indonesia dilakukan pada Selasa (11/6/2019) dan peristiwa ini merupakan sejarah baru bagi museum tersebut.
Pejabat Pensosbud KBRI Seoul Purno Widodo, Rabu (12/6) malam, mengabarkan, peresmian Seksi Khusus Indonesia dilakukan bersama-sama oleh Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedutaan Besar RI di Seoul, Sofia Sudarma, dan pendiri sekaligus Direktur Museum Multikultural Kim Yun-tae.
Museum Multikultural itu berdiri pada 2007. Kini museum tersebut menyajikan berbagai artefak seni dan budaya Indonesia secara khusus di ruang seluas 3 x 7 meter persegi.
Saat ini, seksi khusus Indonesia sepenuhnya berisi benda etnografi sumbangan KBRI Seoul berupa patung besar Jatayu, kolintang, angklung, wayang kulit, wayang golek, berbagai topeng dan busana daerah di berbagai wilayah Nusantara.
Menurut Purno, kerja sama pembukaan seksi Indonesia ini berawal dari pertemuan Kim dengan Dubes RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi, pada pertengahan 2018. Kim, pengusaha muda Korea sekaligus filantropis baru berusia 40 tahunan ini meminta bantuan KBRI untuk menyediakan narasumber pada berbagai program pengenalan Indonesia di museum yang didirikannya ini.
Dalam kesempatan itu, KBRI Seoul mengajak pihak museum untuk merevitalisasi berbagai benda seni etnografi di KBRI Seoul yang sudah berusia sangat tua dan meminta Museum Multikultural untuk menyediakan seksi khusus Indonesia, seperti halnya China, Thailand, Mesir, Turki dan berbagai bagian dari negara dengan kekuatan budayanya yang menonjol di dunia.
Berkat berbagai pendekatan dan negosiasi yang berlangsung hampir setahun, pihak museum akhirnya bersedia merevitalisasi berbagai benda etnografi KBRI yang sejatinya sudah memasuki masa penghapusan. Museum juga menyediakan ruang yang cukup luas bagi Indonesia, bahkan lebih luas dari yang disediakan untuk negara-negara lainnya.
Kim mengatakan, dia ingin sekali mendirikan museum yang berfungsi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Korea Selatan akan keberadaan ragam budaya di seluruh dunia. Saat ini orang-orang dari berbagai negara datang untuk tinggal, bekerja dan belajar di Korea Selatan. Semakin banyak orang asing memanggil Korea Selatan sebagai rumah.
"Di lain pihak, meskipun komunitas asing tumbuh, publik Korea masih kurang memiliki pemahaman yang cukup tentang dunia yang lebih besar,” kata Kim tentang alasan yang mendorongnya mendirikan museum tersebut, sebagaimana disampaikan Purno.
Yang Chil-seong alias Komarudin
Terkait pendirian Seksi Khusus Indonesia, Kim menegaskan bahwa ini adalah cara yang baik untuk menjawab berbagai pertanyaan dari pengunjung mengenai Indonesia. Walaupun saat ini koleksi Indonesia belum begitu mewakili seluruh keragaman budaya Indonesia, namun hal ini telah membuat pengunjung tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang Indonesia.
Terkait dengan keragaman budaya Indonesia, Sofia menggarisbawahi bahwa Indonesia memiliki lebih dari 1.340 kelompok budaya yang diikat oleh bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Terkait dengan Korea Selatan, Sofia menyampaikan adanya satu sosok pahlawan Indonesia asal Korea Selatan bernama Yang Chil-seong, yang di Indonesia dikenal dengan nama Komarudin.
Disebutkan, Komarudin ikut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan ikut bergabung dengan tentara Indonesia di Garut, Jawa Barat. “Selain itu, Korea adalah salah satu komunitas asing dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia,” kata Sofia menggarisbawahi intensifnya hubungan sosial kebudayaan Indonesia-Korea Selatan
Jembatan antarbudaya
Museum Multikultur di Seoul merupakan satu-satunya yang menyajikan berbagai artefak kebudayaan dari berbagai penjuru dunia secara lengkap. Museum ini merupakan museum swasta untuk memberikan gambaran berbagai peninggalan peradaban dunia. Museum semacam ini sangat penting untuk menjadi jembatan antarbudaya yang berbeda, terlebih kepada masyarakat Korea Selatan yang kebudayaannya cenderung homogen.
Ikatan budaya Indonesia-Korea Selatan juga dapat dilihat dari penggunaan alfabet Korea (hangeul) untuk memvisualisasikan bahasa Cia-Cia yang digunakan di Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Sejak 2009, Bahasa Cia-Cia telah ditulis dalam alfabet/huruf hangeul, dan diajarkan dalam kurikulum lokal di tingkat dasar dan menengah. Untuk hal ini, guru-guru Korea dikirim ke Bau-bau untuk mengajar huruf hangeul tersebut.
Museum Multikultural terdiri dari lima lantai. Selain paviliun dari berbagai negara, seperti Mesir, China, Thailand, dan Italia, terdapat juga berbagai replika khas dari berbagai negara di dunia yang didapatkan melalui kerja sama dengan berbagai kedutaan besar negara terkait, serta sumbangan dari beberapa pihak maupun pembelian khusus.
Selain paviliun dari berbagai negara, terdapat juga bagian khusus untuk alat musik tradisional, uang, boneka dan snowball dari berbagai negara. Di lantai empat terdapat ruang masak untuk program memasak makanan khas dari berbagai negara dan juga ruangan khusus untuk mencoba pakaian tradisional berbagai negara.
Sedangkan di lantai lima terletak Paviliun Indonesia yang berdampingan dengan kantor dan ruang informasi. Setiap tahunnya museum ini berhasil menarik tak kurang dari 24.000 pengunjung.