RUU Ketenaganukliran untuk Kesejahteraan Masyarakat Diperlukan
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemanfaatan nuklir untuk kesejahteraan masyarakat belum optimal. Lembaga penelitian dan pengembangan nuklir pun sangat terbatas. Untuk itu, Rancangan Undang-Undangan Ketenaganukliran yang saat ini masih dibahas diharapkan bisa mendorong perluasan jaringan dalam pengembangan nuklir di Indonesia.
Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerjasama Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Eko Madi Parmanto mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenaganukliran disusun untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 10/1997 tentang Ketenaganukliran. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi nuklir untuk kesejahteraan masyarakat.
Penyusunan RUU ini dinilai lebih lengkap dibanding dengan aturan sebelumnya. Beberapa ketentuan baru yang diatur antara lain, rencana induk ketenaganukliran, penugasan iptek nuklir, keselamatan nuklir, keamanan nuklir dan garda aman, serta kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir.
Meski urgensi aturan ini cukup besar, progres pengesahan aturan ini terbilang lambat. “Target tahun lalu seharusnya sudah masuk prolegnas (program legislasi nasional), hanya karena ada keterlambatan dalam pembahasan akhirnya tertunda. Jadi ditargetkan 2021 bisa diundangkan,” kata Eko di Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Ia menyampaikan, masih ada beberapa ketentuan mengenai usulan dalam RUU yang belum mendapat kesepahaman, khususnya antara Batan dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Hal itu menjadi salah satu kendala dalam percepatan pengesahan RUU Ketenaganukliran.
Belum adanya kesepahaman ini salah satunya adalah usulan Batan untuk memperluas pemanfaatan tenaga nuklir. Menurut Eko, aturan yang ada saat ini sangat ketat sehingga menghambat pihak lain yang ingin memanfaatkan nuklir. “Koordinasi dan pertemuan terus kami lakukan bersama Bapaten agar segera menemukan titik temu,” katanya.
Selama ini, pemangku kepentingan yang berhubungan dengan nuklir di Indonesia masih terbatas pada Batan dan Bapeten. Keduanya memiliki peran masing-masing. Bapeten sebagai lembaga pengawas serta Batan sebagai lembaga penelitian dan pengembangan nuklir yang mengurusi masalah nuklir dari hulu hingga hilir.
Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto menuturkan, RUU Ketenaganukliran harus mampu menjadi solusi dalam implementasi dan pengembangan tenaga nuklir dalam jangka waktu panjang. Peningkatan jumlah pemangku kepentingan dalam pemanfaatantenaga nuklir perlu menjadi perhatian khusus pada aturan tersebut.
“Batan tidak harus sebagai institusi tunggal dalam litbang dan pemanfaatan tenaga nuklir. Bapeten pun juga tidak harus memonopoli sebagai badan pengawas. Dengan begitu, semakin banyak organisasi yang bergerak di bidang nuklir dan pemanfaatannya pun lebih mudah diimplementasikan,” ujarnya.
Mitra penelitian dan pengembangan tenaga nuklir terbuka bagi masyarakat luas, seperti perguruan tinggi, kementerian, serta mitra asing. Djarot berharap, adanya RUU Ketenaganukliran bisa mendorong pemanfaatan teknologi nuklir seluas-luasnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.