Harga Tiket Pesawat Naik, Tingkat Hunian Hotel Turun
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat hunian kamar hotel berbintang pada April 2019 turun 3,53 poin dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018. Kondisi tersebut dinilai sebagai akibat faktor peningkatan harga tiket pesawat di dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), April 2019, tingkat hunian kamar hotel rata-rata 53,9 persen. Tingkat keterisian hotel turun dibandingkan dengan tingkat hunian pada April 2018 yang rata-rata mencapai 57,43 persen. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tingkat hunian hotel pada April 2019 naik 1,02 poin.
Direktur Statistik Harga BPS Nurul Hasanuddin, Senin (10/6/2019) di Jakarta, menilai, kenaikan harga tiket pesawat berdampak pada berkurangnya tingkat hunian hotel. Kenaikan harga tiket angkutan udara menyumbang inflasi 0,30 persen terhadap laju inflasi tahunan Mei 2019.
”Tiket pesawat bisa jadi faktor yang memengaruhi tingkat hunian karena sering kali tiket pesawat dijual sepaket dengan biaya akomodasi perjalanan pariwisata,” ujarnya.
Penilaian tersebut juga disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi B Sukamdani. Tingginya harga tiket pesawat membuat kunjungan wisata atau perjalanan dinas dari dalam negeri menurunkan tingkat hunian atau okupansi hotel.
”Faktor mahalnya tiket pesawat di dalam negeri sangat besar pada penurunan okupansi hotel,” katanya kepada Kompas. Ia menyebutkan, penurunan okupansi itu lebih banyak disumbang wisatawan atau pengunjung domestik.
Data BPS menyebutkan, penurunan tingkat hunian tahunan per April 2019 paling tinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Jawa Tengah.
Kunjungan turis asing
Pada hari ini, BPS juga melaporkan, sepanjang April 2019, jumlah turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke Indonesia mencapai 1,3 juta kunjungan. Jumlah tersebut membuat total kunjungan wisman mencapai 5,12 juta sejak Januari 2019.
Jumlah tersebut naik 3,22 persen dibandingkan dengan total kunjungan pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 4,96 juta kunjungan. Peningkatan jumlah kunjungan di April 2019 paling banyak disumbang wisman asal Malaysia dengan total 256.303 orang, naik 19,7 persen dibandingkan April 2018.
Disusul turis China sebanyak 171.575 orang, yang turun 13,6 persen dibandingkan dengan jumlah periode yang sama tahun lalu. Diikuti turis Singapura sebanyak 149.979 orang atau naik 11,5 persen dibandingkan dengan jumlah pada periode yang sama tahun lalu.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata Guntur Sakti mengatakan, tren kunjungan wisatawan Malaysia ke Indonesia dalam beberapa bulan terakhir memang meningkat.
”Faktor kedekatan jarak dan budaya berpengaruh selain karena terbukanya jalur penerbangan langsung dari beberapa kota di Malaysia dengan beberapa kota di Indonesia. Wisatawan Malaysia juga bisa berkunjung melalui jalur laut dan darat,” ujarnya kepada Kompas melalui sambungan telepon.
Ia mengatakan, rata-rata wisatawan asal negeri jiran itu datang karena daya tarik alam yang ada di Indonesia, seperti Jawa Barat, Yogyakarta, Lombok, dan Raja Ampat. Selain itu, wisatawan Malaysia juga banyak menyumbang kunjungan wisata di Sumatera, khususnya Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Riau.
Sementara itu, Hariyadi menduga, penurunan wisatawan asal China pada April 2019 dibandingkan dengan April 2018 disebabkan pelambatan pertumbuhan ekonomi di China akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat.
Selain itu, ia menilai, penurunan tersebut terjadi karena efek dari razia praktik wisata murah atau ”Zero Dollar Tour”.
Praktik yang dilakukan banyak agen tur dan perjalanan asal China itu membuat wisman dari ”Negeri Tirai Bambu” hanya bisa berbelanja di tempat-tempat yang ditentukan dan mereka harus membayar lebih tinggi dari perjanjian yang dibuat. Praktik yang marak di sejumlah negara, termasuk Indonesia, membuat pemerintah mengambil tindakan tegas untuk merazia praktik tersebut tahun lalu.
”Selain disebabkan pertumbuhan ekonomi yang mulai melambat, menurunnya wisman China ke Indonesia mungkin masih terjadi karena adanya dampak razia atas praktik ’Zero Dollar Tour’ di Bali. Razia itu bisa menurunkan kunjungan selama beberapa waktu. Tapi, ini akan berefek pada peningkatan kunjungan wisatawan China yang lebih berkualitas, baik secara daya beli maupun jumlah,” tutur Hariyadi.