Desa Sukomakmur di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, puluhan tahun silam pernah menjadi salah satu produsen bawang putih di Jawa Tengah. Namun, bibit bawang lokal khas lereng Gunung Sumbing tersebut hingga kini lenyap.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
Desa Sukomakmur di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, puluhan tahun silam pernah menjadi salah satu produsen bawang putih di Jawa Tengah. Namun, bibit bawang lokal khas lereng Gunung Sumbing tersebut hingga kini lenyap.
Sarwo Edi, Sekretaris Desa Sukomakmur, mengatakan, bibit bawang putih lokal tersebut sama sekali tidak ditemukan di Desa Sukomakmur. ”Peluang menemukan bibit bawang itu sangat kecil. Sebab, lahan bawang putih di Desa Sukomakmur sudah mati, tidak berjalan selama 14 tahun lebih,” ujarnya, Senin (10/6/2019).
Bibit bawang putih lokal yang dimaksud memiliki nama lokal bawang putih lumbu kuning dan bawang putih jawa. Keduanya bibit khas Gunung Sumbing. Pencarian terus dilakukan ke desa-desa tetangga hingga Kabupaten Temanggung, tetapi belum juga ditemukan.
Sekalipun belum menemukan bibit yang dicari, Desa Sukomakmur tetap konsisten ingin kembali menjadi sentra bawang putih. Gerakan menanam bawang putih, menurut Sarwo, mulai dilakukan sejak 2018 dengan menggunakan bibit bawang putih asal Jawa Timur, bantuan Kementerian Pertanian dan Pemerintah Kabupaten Magelang.
Gerakan menanam bawang putih mulai dilakukan sejak 2018 dengan menggunakan bibit bawang putih asal Jawa Timur, bantuan Kementerian Pertanian dan Pemerintah Kabupaten Magelang.
Selama dua tahun terakhir, Desa Sukomakmur telah menerima lebih dari 50 ton bibit bawang putih yang kini ditanam di 40 hektar lahan milik warga.
Kendati sudah mendapatkan bantuan, Sarwo tetap antusias mencari bibit lokal tersebut karena jenis bawang itu yang dinilai paling cocok ditanam di Desa Sukomakmur, yang berada di ketinggian 1.400-1.700 meter di atas permukaan laut. Hal ini, antara lain, terlihat dari tingginya angka produktivitas bibit lokal dibandingkan dengan bibit asal Jawa Timur yang kini ditanam.
”Jika dahulu, dengan menggunakan bibit lokal, kami bisa panen lebih dari 20 ton per hektar, tetapi sekarang, dengan bibit dari Jawa Timur, hanya sekitar 10 ton per hektar,” ujarnya.
Jika dahulu, dengan menggunakan bibit lokal, kami bisa panen lebih dari 20 ton per hektar, tetapi sekarang, dengan bibit dari Jawa Timur, hanya sekitar 10 ton per hektar.
Dulu, di era 1980-an hingga awal 1990-an, Desa Sukomakmur dikenal sebagai sentra bawang putih. Kala itu, luas areal bawang putih mencapai 400 hektar. Namun, karena kondisi tanah terkontaminasi banyaknya obat-obatan kimia serta diperparah dampak perekonomian masa krisis moneter, pertanian bawang putih ikut terpuruk.
Di tengah kondisi tersebut, banyak warga beralih menanam komoditas lain. Banyak pula yang bekerja di luar kota serta beralih profesi menjadi buruh bangunan. Sekitar tahun 2000, dari 1.500 keluarga di Desa Sukomakmur, hanya sekitar 400 keluarga yang bertahan di desa sebagai petani. Sisanya merantau ke luar daerah.
Tahun 2007, sebagian warga akhirnya kembali pulang, bertani dengan menanam aneka sayuran. Setelah melihat desa-desa lain yang masih bertahan menanam bawang putih, warga pun tergerak kembali menanam bawang putih.
Temanggung
Di Kabupaten Temanggung, gerakan menanam bawang putih juga terus gencar dilakukan. Namun, keseluruhan hasil panen bawang putih tersebut nantinya digunakan sebagai bibit.
”Mengikuti instruksi pemerintah pusat, kami baru akan menjual hasil panen sebagai bawang putih konsumsi saat Kabupaten Temanggung sudah bisa memenuhi kebutuhan bawang putihnya sendiri,” ujar Bupati Temanggung M Al Khadziq.
Kabupaten Temanggung diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan konsumsi bawang putihnya sendiri saat areal tanam mencapai 10.000 hektar. Kabupaten Temanggung merupakan sentra produksi bawang putih nomor dua setelah Sembalun di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dari 20 kecamatan, areal pertanian bawang putih di Temanggung tersebar di 17 kecamatan.
Selama lima tahun terakhir, luas areal tanaman bawang putih di Temanggung terus bertambah signifikan. Dimulai tahun 2014 dengan luas areal hanya 298 hektar, tahun 2018 luasnya telah mencapai 1.748 hektar. Pada Maret 2019 luas areal panen bawang putih telah mencapai 3.300 hektar. Produktivitas tanaman bawang putih di daerah itu lebih dari 7 ton per hektar.