Mereka yang Ikut Mengawal Pemilu
Elina Ciptadi datang terlambat pada sesi paparan hasil pemantauan Pemilihan Presiden 2019 di Media Centre Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Rabu (29/5/2019) petang. Lalu lintas Jakarta membuat pegiat di komunitas Kawal Pemilu itu tidak bisa bergabung sejak awal dalam paparan yang hari itu sudah dimulai peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) yaitu Hadar Nafis Gumay, Sigit Pamungkas serta Ferry Kurnia Rizkiyansyah. Komisioner KPU Viryan Azis juga ada di acara tersebut.
Aktivitas pemantauan yang dilakukan Kawal Pemilu terhadap Pemilu 2019, membuat Elina yang pernah bekerja di satu perusahaan dengan pendiri kawal pemilu Ainun Nadjib ini, mesti bolak-balik Jakarta-Singapura.
Kawal Pemilu, pertama kali melakukan pemantauan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Saat itu, pemantauan yang dilakukan lewat laman kawalpemilu.org, relatif tanpa perencanaan. Ide pemantauan muncul karena beberapa jam setelah pencoblosan, hitung cepat sejumlah lembaga secara umum memiliki dua hasil berbeda. Kedua kubu saling mengklaim kemenangan, namun relatif tidak ada sumber data yang independen.
Jadi (pemantauan Kawal Pemilu di saat Pilpres) 2014 itu tidak ada persiapannya sama sekali. Spontan.
“Jadi (pemantauan Kawal Pemilu di saat Pilpres) 2014 itu tidak ada persiapannya sama sekali. Spontan. Karena pilpres waktu itu, pagi mencoblos, (lantas) sesudah makan siang kedua pihak mengklaim menang (berdasarkan dua hasil penghitungan cepat yang berbeda),” sebut Elina.
Pada saat itu KPU belum memiliki Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara) seperti yang ada di Pemilu 2019. Akan tetapi KPU membuka data foto C1 pindaian di laman mereka, namun data itu hanya dibuka begitu saja. “Ya udah, kalau gitu kita hitungin deh,” tutur Elina.
Sistem untuk penghitungan atau rekapitulasi tersebut akhirnya dibuat oleh kawal pemilu dalam waktu dua hari. Data C1 yang dbuka oleh KPU lalu dikorek (crawl) dan selanjutnya didigitisasi.
Saat itu, Elina termasuk orang yang mengumpulkan relawan untuk kemudian menginput isian formulir C1 yang ada dalam situs KPU. Sekitar 700 relawan bergabung dan bekerja secara urun daya.
Menyambut Pemilu 2019, Kawal Pemilu lebih siap. Walaupun sebelumnya sempat ada diskusi apakah keberadaan mereka masih diperlukan mengingat ada Situng Pemilu 2019 yang sudah dimiliki KPU.
“Namun, waktu itu kami khawatir (karena) banyak isu seperti ada yang mau meretas Situng dan adanya upaya mendelegitimasi KPU,” ujar Elina.
Waktu tunggu antara pemungutan suara dan penetapan hasil pemilu yang lebih dari satu bulan, juga memunculkan kekhawatiran adanya peredaran disinformasi.
Sejumlah pertimbangan itu membuat proyek Kawal Pemilu kembali diadakan di Pemilu 2019 dan kali ini bekerja sama dengan Netgrit dengan nama Kawal Pemilu-Jaga Suara 2019.
Sekitar 95 ribu relawan yang tersebar di seluruh Indonesia, tergabung dalam Kawal Pemilu-Jaga Suara 2019.
Di Pemilu 2019, ada sekitar 95 ribu relawan yang tersebar di seluruh Indonesia tergabung dalam Kawal Pemilu-Jaga Suara 2019. Mereka direkrut dengan sistem refferal, atau rujukan dan diundang secara bertingkat karena hubungan perkenalan. Selain itu juga sistem non refferal, dimana relawan dapat langsung masuk ke dalam sistem.
Jangan diragukan
Melihat hasil penghitungan sejumlah lembaga pemantau seperti Kawal Pemilu, Hadar N Gumay menekankan untuk tidak perlu meragukan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang sudah ditetapkan KPU. Pasalnya, tidak ada perbedaan signifikan antara data perolehan suara yang ditetapkan KPU dan hasil pemantauan lembaga pemantau.
Sejumlah kesalahan yang terjadi dalam proses penghitungan suara, rekapitulasi, dan penyalinan, tidak memperlihatkan adanya pola bahwa hanya menguntungkan pasangan calon tertentu
Sejumlah kesalahan yang terjadi dalam proses penghitungan suara, rekapitulasi, dan penyalinan, imbuh Hadar, tidak memperlihatkan adanya pola bahwa hanya menguntungkan pasangan calon (paslon) tertentu. Kesalahan yang terjadi sama-sama memengaruhi kedua paslon.
Sejumlah rekomendasi juga diberikan terkait proses pemantauan dan rekapitulasi yang dilakukan Kawal Pemilu bersama Netgrit. Penyederhanaan administrasi penghitungan suara dan peningkatan keterampilan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) jadi salah satunya.
Situng juga mesti diperbaiki agar lebih mudah digunakan dan bisa menerima laporan publik. Hal yang tak kalah penting adalah rekapitulasi berbasis foto C1 plano yang ditabulasikan secara nasional sebagai alternatif rekapitulasi manual berjenjang.
Terhadap sejumlah rekomendasi itu, komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, KPU akan mempertimbangkannya. Terutama untuk kemungkinan memakai rekapitulasi elektronik pada pemilu berikutnya, dengan banyak hal yang mesti didalami terlebih dahulu.
Lembaga lain
Selain Kawal Pemilu, sejumlah inisiatif untuk memantau perolehan suara juga dilakukan beberapa kelompok masyarakat sipil. Dua di antaranya adalah Kawal Pilpres dan Mata Rakyat.
Catatan Kompas, Kawal Pilpres diluncurkan oleh kelompok masyarakat sipil dalam Gerakan Ayo Nyoblos Ayo Pantau. Mereka yang tergabung dalam gerakan ini, antara lain pemerhati pemilu Jeirry Sumampow.
Sementara aplikasi Mata Rakyat Indonesia dilunsurkan Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas KoDE Inisiatif, Komite Independen Pemantau Pemilu, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, serta Mata Rakyat Indonesia.
Kehadiran para pemantau ini, tak hanya menunjukkan adanya partisipasi masyarakat untuk ikut menyukseskan dan mengawal pemilu. Secara lebih luas, kehadiran mereka juga menunjukkan adanya tekad rakyat untuk menjaga demokrasi di Indonesia