Banjir Terjang Sejumlah Wilayah di Sulsel dan Sultra
Banjir dan longsor menerjang sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Ribuan warga kini mengungsi ke tempat aman, sebagian lagi terpaksa bertahan karena terisolasi setelah akses jalan terputus akibat bencana tersebut.
Oleh
RENY SRI AYU
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS - Banjir dan longsor menerjang sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Ribuan warga kini mengungsi ke tempat aman, sebagian lagi terpaksa bertahan karena terisolasi setelah akses jalan terputus akibat bencana tersebut.
Di Sulsel, banjir dan longsor terjadi di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Wajo, Soppeng, Pinrang, Bone, Sinjai, Maros, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Tana Toraja. Di Sinjai, longsor bahkan memutus sejumlah akses antardesa dan kecamatan.
“Kami terus memantau perkembangan. Pemprov Sulsel terus berkoordinasi dengan kabupaten yang terkena banjir dan longsor, terutama menginventarisasi dampak bagi masyarakat dan infrastruktur yang rusak agar dapat segera diberikan perbaikan dan bantuan tanggap darurat,” kata Kepala Biro Humas Pemprov Sulsel Devo Khaddafi, Minggu (9/6/2019), di Makassar.
Informasi yang diperoleh di Sidrap menyebut, banjir setidaknya merendam Kecamatan Tanru Tedong, Pitu Riawa, Pitu Riase, dan Dua Pitue. Sementara di Wajo, banjir merendam enam kecamatan. Di Soppeng, banjir juga merendam sejumlah kecamatan.
Tak hanya jalan, banjir juga merendam fasilitas seperti sekolah dan pasar di kabupaten tersebut. Banyak pula rumah warga yang hanyut maupun rusak berat. Banjir di antaranya disebabkan luapan Sungai Bila, Walannae, dan Cenrana.
Untuk sementara, kami merencanakan tanggap darurat selama 14 hari, tergantung situasi di lapangan.
Adapun di Sinjai, longsor terjadi di beberapa titik di dataran tinggi dan banjir di dataran rendah. Sejumlah akses jalan pun terputus. Di Maros dan Bone, longsor juga terjadi di beberapa wilayah. Sementara di Pinrang dan wilayah Luwu, Luwu Utara, serta Luwu Timur, banjir merendam rumah, sawah, dan fasilitas umum. Ketinggian air bervariasi antara 50 sentimeter hingga tiga meter.
Kepala Pelaksana Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidrap Siara Barang mengatakan, ada lebih 1.000 rumah dan juga ribuan hektar sawah yang terendam di kabupaten itu. Saat ini, kebutuhan mendesak untuk para pengungsi adalah bahan pangan siap saji, obat-obatan, air bersih, tenda, tikar, selimut, dan pakaian.
"Untuk sementara, kami merencanakan tanggap darurat selama 14 hari, tergantung situasi di lapangan,” kata Siara.
Terisolasi
Sementara itu, di Sulawesi Tengara, banjir yang menerjang Kabupaten Konawe Utara, Konawe, dan Kolaka memutus jalan Trans-Sulawesi yang menghubungkan Sultra dengan Sulawesi Tengah. Sebagian permukiman warga terisolasi akibat tiga jembatan putus terbawa luapan air.
Dari tiga kabupaten itu, Konawe Utara adalah yang mengalami dampak paling parah. Ketinggian air di wilayah ini mencapai tiga meter. Kepala BPBD Sultra Boy Ihwansyah, saat dihubungi, mengatakan, di Konawe Utara, ada lebih 4.000 jiwa yang terkena dampak, sebagian di antaranya terisolasi.
"Ada lebih 80 rumah yang hanyut terbawa air. Kami belum bisa menghitung jumlah total yang terendam dan rusak berat karena situasinya masih belum memungkinkan,” ujar Boy.
Boy mengatakan, bantuan helikopter sangat dibutuhkan untuk menyalurkan bantuan maupun evakuasi warga di wilayah yang terisolasi. “Saat ini, sebagian warga mengungsi di rumah keluarga, sebagian lain kami upayakan ditampung di posko pengungsian. Kami juga berharap bantuan tenda tambahan segera tiba untuk membangun posko pengungsian dan dapur umum bagi warga,” katanya.
Banjir di Konawe Utara di antaranya disebabkan luapan Sungai Lasolo, Lalindu, dan Wiwirano. Adapun di Konawe, banjir disebabkan luapan Sungai Konawe. Di Sulawesi Tenggara, hujan sudah mengguyur selama sepekan terakhir. Bahkan, sepanjang Sabtu-Selasa (1-4/6), hujan turun nyaris tak berhenti sehingga menyebabkan sejumlah sungai meluap