JAKARTA, KOMPAS - Aktivitas mudik masyarakat selama periode lebaran 2019 diprediksi mengalirkan uang sebanyak Rp 33 triliun ke desa. Perputaran uang dalam jumlah besar dan waktu singkat tersebut bakal setara dengan 1 persen nilai produk domestik bruto 2018. Sektor pariwisata menjadi tumpuan utama
Data Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), yang disarikan dari data Kementerian Perhubungan dan Badan Pusat Statistik (BPS), memprediksi ada 23 juta penduduk Indonesia yang mudik di lebaran 2019.
Mereka diperkirakan akan membawa Rp 33 triliun ke desa. Prediksi itu jauh lebih tinggi dari angka 19 juta pemudik dan Rp 26,5 triliun yang dibawa ke desa di lebaran 2018.
Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo mengatakan, setiap pemasukan yang diterima masyarakat punya kecenderungan akan menimbulkan efek terhadap konsumsi hingga lima kali lipat.
"Kalau ada Rp 33 triliun yang masuk ke desa selama lebaran, uang itu akan meningkat konsumsi di desa hingga Rp 150 triliun lebih. Jadi, selama lebaran tahun ini, aktivitas konsumsi masyarakat dari uang tersebut bisa meningkatkan produk domestik bruto hingga 1 persen," ujar Eko, awal pekan ini.
Berdasarkan data BPS, produk domestik bruto (PDB) tahun 2018 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 14.837 triliun. Eko pun optimistis, di lebaran tahun ini, perputaran uang di desa akan menyumbang lebih pada capaian PDB nasional tahun ini. Optimisme tersebut diyakini disumbang oleh aktivitas di sektor pariwisata.
"Pariwisata bisa menyerap banyak uang pemudik, karena pemudik ketika di desa pasti jalan-jalan. Masyarakat di desa pun pasti produktif karena punya peluang untuk berjualan," lanjutnya.
Menurutnya, alokasi dana desa yang mencapai sekitar Rp 1 miliar per desa per tahun telah menggairahkan masyarakat desa untuk mengembangkan potensi pariwisata. Dari total 74.957 desa yang ada saat ini, sekitar 1.900 desa berpotensi menjadi desa wisata.
Pengembangan perekonomian di desa juga didukung dengan hadirnya Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), yang pada 2017 telah berjumlah 18.000 Bumdes. Selama empat tahun terakhir, model pembangunan di desa telah meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat desa, dari Rp 572.586 pada 2013 menjadi Rp 804.011 pada 2018.
Pada lebaran tahun ini juga, jumlah uang dari penduduk desa yang beredar diprediksi mencapai Rp 103 triliun. Jumlah itu meningkat 5,5 persen dibanding jumlah uang penduduk desa sebanyak Rp 97,6 triliun di 2018. Ditambah dengan uang yang dibawa pemudik, sekitar Rp 136,4 triliun akan beredar di desa di masa lebaran 2019.
Jumlah itu setara dengan 62 persen dari total Rp 217,1 triliun uang tunai yang disiapkan Bank Indonesia untuk mengantisipasi permintaan jelang hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Uang tunai, yang meningkat 13,5 persen dibandingkan Rp 191,3 triliun di periode sama di 2018, digunakan untuk mendorong konsumsi rumah tangga dan sektor riil, seperti pariwisata dan transportasi.
Jaga pertumbuhan
Peneliti di Institute For Development Of Economics And Finance (INDEF) Abra Talattov menilai, aktivitas pemudik di lebaran tahun ini akan menjaga pertumbuhan PDB triwulan II-2019 di atas 5 persen.
"Prediksi pertumbuhan PDB triwulan II-2019 ini akan berada di range 5 persen sampai 5,1 persen. Terjaganya pertumbuhan di level 5 persen lebih disebabkan faktor Pemilu yang jatuh pada 17 April lalu," ujarnya saat dihubungi terpisah hari ini.
Terjaganya pertumbuhan itu juga melihat riwayat PDB triwulan pada tahun-tahun sebelumnya yang bertepatan dengan periode lebaran.
Pada triwulan II-2018, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai level tertinggi, yaitu mencapai 5,14 persen. Sementara pada tahun 2015 hingga 2017, konsumsi rumah tangga yang dihitung dalam PDB triwulan yang bertepatan dengan lebaran, hanya tumbuh di bawah 5 persen.
Dampak transportasi
Meski demikian, Abra mengatakan, ada beberapa faktor yang bisa menghambat laju pertumbuhan PDB untuk mencapai 5,2 persen. Salah satunya karena tingginya harga tiket pesawat yang menyebabkan tidak optimalnya pertumbuhan sektor transportasi. Harga tiket pesawat di triwulan I-2019 tercatat naik 11,4 persen dibandingkan harga di periode sama di 2018.
"Akibat harga tiket pesawat mahal, jumlah pemudik selain Pulau Jawa dan Sumatera diprediksi akan menurun akibat tidak ada alternatif transportasi seperti jalur darat. Data historis menunjukkan, pertumbuhan tertinggi di triwulan lebaran 2018 ada di wilayah Maluku, Papua, dan Sulawesi. Ketiga pulau tersebut menyumbang PDB triwulan hingga 8,74 persen," lanjutnya.
Inflasi harga tiket pesawat kurang lebih berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan II-2018, sektor transportasi tumbuh 8,59 persen per tahun atau berkontribusi sebesar 6,64 persen dari PDB di triwulan tersebut. Sementara, pada triwulan I-2019, pertumbuhan sektor transportasi menjadi hanya 5,25 persen per tahun atau berkontribusi 4,34 persen pada pertumbuhan PDB di triwulan tersebut.
Pengamat Ekonomi Center of Reform in Economics (CORE) Mohammad Faisal juga mengkhawatirkan dampak yang sama dari kenaikan harga tiket pesawat tersebut. Namun, ia justru melihat adanya pergeseran penggunaan moda transportasi lain sejak menjelang lebaran.
"Berkurangnya pergerakan orang antar pulau akibat harga tiket pesawat terbang akan sedikit banyak diredam oleh peningkatan arus penggunaan moda kapal laut," tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun CORE, kenaikan penumpang kapal laut secara drastis menunjukkan tren kenaikan hingga 100 persen sejak Desember 2018 dibandingkan November 2018. Sementara itu, jumlah penumpang pesawat turun sekitar 30 persen pada Januari 2019, dibanding jumlah di Desember 2018.