Perawat Pembunuh 85 Pasien Divonis Penjara Seumur Hidup
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
BERLIN, JUMAT - Pengadilan Jerman di Kota Oldenburg memutuskan Niels Hoegel, seorang mantan perawat, terbukti bersalah atas 85 kasus pembunuhan. Hoegel dihukum penjara seumur hidup. Kejahatan Hoegel membuatnya tercatat sebagai pembunuh berantai paling produktif dalam sejarah modern Jerman.
Selama 2000-2005, Hoegel (42) menginjeksi berbagai obat ke pasien-pasiennya agar mereka overdosis, sehingga memicu serangan jantung. Ia mampu menyelamatkan beberapa pasien, tetapi sekitar 100 pasien meninggal dunia. Motif kejahatan Hoegel adalah ia menikmati perasaan bahwa ia mampu menyelamatkan pasien-pasien tersebut.
“Rasa bersalah anda tidak bisa dipahami. Saya merasa seperti seorang akuntan kematian (karena jumlah kematian yang begitu banyak),” kata Hakim Ketua Sebastian Buerhmann ketika membacakan putusan di Oldenburg, Jerman, Kamis (6/6/2019).
Secara keseluruhan, Hoegel dituntut atas 100 kasus pembunuhan. Dalam persidangan, Hoegel mengaku bersalah atas 43 kasus, lupa atas 52 kasus, dan tidak bersalah atas lima kasus.
Pengadilan berhasil membuktikan Hoegel bersalah atas kematian 85 pasien yang berusia antara 34-96 tahun. Namun, jaksa penuntut tidak dapat mendakwa Hoegel atas 15 kasus lainnya karena tidak cukup bukti.
Hoegel dituntut atas 100 kasus pembunuhan. Pengadilan berhasil membuktikan Hoegel bersalah atas kematian 85 pasien yang berusia antara 34-96 tahun.
Hoegel bekerja di sebuah rumah sakit di Oldenburg pada 1999-2002. Selanjutnya, ia bekerja di sebuah rumah sakit sekitar Delmenhorst pada 2003-2005.
Pada pemeriksaan pengadilan yang pertama, Hoegel mengaku sengaja memicu serangan jantung dari 90 pasien di Delmenhorst. Hoegel kemudian memberitahu kepada pemeriksa bahwa ia juga membunuh sejumlah pasien di Oldenburg.
Pengakuan Hoegel membuat kedua rumah sakit diperiksa lebih jauh. Polisi dan jaksa penuntut memeriksa kembali rekam medis lebih dari 500 pasien dan ratusan catatan rumah sakit. Pihak otoritas juga menggali 134 jenazah dari 67 pemakaman.
Hasil penyidikan menyimpulkan Hoegel menggunakan beragam obat untuk menyelamatkan pasien-pasiennya, tetapi sadar penuh bahwa pasiennya dapat meninggal dunia. Selain itu, banyak pasien yang menjadi korban Hoegel sedang berada dalam masa pemulihan, bukan sakit parah.
Hoegel menggunakan beragam obat untuk menyelamatkan pasien-pasiennya, tetapi sadar penuh bahwa pasiennya dapat meninggal dunia. Selain itu, banyak pasien yang menjadi korban Hoegel sedang berada dalam masa pemulihan, bukan sakit parah.
“Faktanya adalah kadang fantasi terburuk tidak cukup untuk mendeskripsikan kebenaran. (Putusan) kami tidak mampu menghapus kabut dan kesedihan yang menutupi pengadilan ini,” ujar Buehrmann.
Permintaan maaf
Hoegel beberapa kali menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga dari pasien-pasien yang menjadi korban. Dalam pernyataan penutupnya, Rabu (5/6/2019), ia mengaku malu dan menyadari telah memberikan penderitaan kepada orang lain karena perbuatan jahatnya.
“Untuk semua (anggota keluarga), saya meminta maaf dari lubuk hati paling dalam atas perbuatan saya,” kata Hoegel.
Selama proses peradilan, Hoegel menyatakan ia memiliki masa kecil yang stabil. Ia menjadi perawat karena mengikuti jejak nenek dan ayahnya yang juga perawat.
Seorang ahli dalam pemeriksaan pengadilan berpendapat Hoegel menderita gangguan kepribadian. Namun, secara psikologis ia layak untuk mengikuti proses pengadilan dan menjalani hukuman.
Adapun sebelum dituntut atas 100 kasus pembunuhan tersebut, Hoegel telah menjalani hukuman penjara seumur hidup karena bersalah atas dua kasus pembunuhan dan dua kasus percobaan pembunuhan pada 2015.
Jerman tidak menganut sistem hukuman penjara berkelanjutan. Akan tetapi, pengadilan memastikan Hoegel akan tetap dipenjara meskipun hukuman penjara selama 15 tahun yang diterimanya pada 2015 telah selesai.
Fran Brinkers, anak dari salah satu pasien yang menjadi korban Hoegel, mengatakan, kematian ayahnya merupakan satu dari 15 kasus yang tidak dapat membuktikan Hoegel terlibat. “Sangat menyakitkan,” tuturnya, seusai pembacaan putusan pengadilan. (AP)