Menanti Klub Para Pemimpin Bangsa
For too long, politicians did not just disagree with their oponents: they despised and demonized them, and the country suffered from it. It keeps us from solving a lot of problems and doing a lot of things that we could have done otherwise. (Presiden AS Periode 1993-2001, Bill Clinton)
Rangkaian silaturahmi dan gestur rekonsiliasi antara sejumlah elite politik beberapa hari terakhir ini menjadi sorotan publik. Di tengah kondisi sosial politik pascakontestasi pemilu yang sengit, wadah komunikasi dan silaturahmi rutin antara para elite dan tokoh bangsa semakin dibutuhkan untuk meredakan ketegangan di tataran elite serta akar rumput.
Dua tahun lalu, 9 Maret 2017, sembari menikmati sepiring lumpia dan secangkir teh hangat di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono mengusulkan dibentuknya wadah komunikasi rutin antara presiden dan pendahulunya. Saat itu, ia bertemu empat mata dengan Presiden Joko Widodo.
Wadah komunikasi yang diusulkan SBY itu serupa dengan The Presidents Club yang ada di Amerika Serikat, di mana presiden dan mantan presiden dengan leluasa dapat saling berdiskusi dan saling memberi masukan. Menurut SBY, ”klub presiden” itu dibutuhkan untuk menghindari miskomunikasi dan misinformasi.
Wadah komunikasi yang diusulkan SBY itu serupa dengan The Presidents Club yang ada di Amerika Serikat, di mana presiden dan mantan presiden dengan leluasa dapat saling berdiskusi dan saling memberi masukan. Menurut SBY, ”klub presiden” itu dibutuhkan untuk menghindari miskomunikasi dan misinformasi.
Jelang pertemuan itu digelar, situasi politik sedang tegang di tengah Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Pertemuan Jokowi dan SBY siang itu mampu meredam ketegangan politik yang ada. Namun, percakapan tentang usulan klub para presiden yang dikemukakan SBY belum berlanjut.
Tidak lama kemudian, pada 17 Agustus 2017, saat peringatan Hari Kemerdekaan Ke-72 RI di Istana Kepresidenan, Presiden Jokowi dan para pendahulunya bertemu. Acara itu ikut mempertemukan SBY dengan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
Pascapertemuan tersebut, muncul harapan agar hubungan SBY dan Megawati makin membaik. Saat itu, usulan pembentukan wadah komunikasi para elite dan pemimpin bangsa kembali mencuat. Namun, lagi-lagi, wacana itu menguap.
Dua tahun kemudian, pascakontestasi Pemilu 2019, presiden dan para presiden sebelumnya kembali dipertemukan. Kali ini, mereka berjumpa di tengah suasana duka, saat pemakaman istri SBY, Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono, 2 Juni 2019, lalu.
Selain Presiden Jokowi yang bertindak sebagai inspektur upacara pemakaman, serta SBY sendiri, ada pula Megawati dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie. Hadir juga istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah dan Wakil Presiden ke-11 RI Boediono dan Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno.
Gestur merajut kembali tali silaturahmi tidak hanya dilakukan para elite senior. Pada momentum Hari Raya Idul Fitri, 5 Juni lalu, kedua putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono, beserta istrinya masing-masing, bersilaturahmi ke kediaman Megawati di Teuku Umar, Jakarta.
Kehadiran mereka disambut langsung Megawati yang didampingi kedua anaknya, Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Dalam kesempatan yang hangat itu, mereka bahkan berswafoto bersama. Momen tersebut diunggah Puan melalui akun Instagram pribadinya, @Puanmaharaniri.
Politisi PDI-P Pramono Anung yang saat itu ada di kediaman Megawati mengatakan, kedatangan keduanya menjadi langkah awal rekonsiliasi politik pascapemilu. ”Komunikasi mempermudah untuk saling mengerti. Saya yakin apa yang menjadi ketegangan saat pemilu kemarin, sekarang ini sudah hampir tidak ada,” ujar Pramono.
Komunikasi mempermudah untuk saling mengerti. Saya yakin apa yang menjadi ketegangan saat pemilu kemarin, sekarang ini sudah hampir tidak ada
Klub presiden
Di AS, tradisi bersilaturahmi antara para elite politik sebagaimana yang pernah diusulkan SBY dilembagakan melalui klub para presiden yang disebut The Presidents Club. Klub itu didirikan Presiden AS Pertama George Washington, serta dihidupkan lagi oleh Presiden AS ke-33 Harry S Truman dan Presiden AS ke-31 Herbert Hoover.
Dalam buku The Presidents Club: Inside The World’s Most Exclusive Fraternity, Nancy Gibbs dan Michael Duffy menceritakan hubungan yang dingin antara presiden dan pendahulunya di AS tidak menghalangi para tokoh tersebut untuk berkomunikasi dan saling memberi masukan. Hubungan para elite itu kerap membuahkan solusi atas berbagai persoalan negara yang genting, serta mencairkan ketegangan politik.
Presiden AS ke-36 Lyndon B Johnson merasa begitu kesepian dan sendirian pada malam ketika Presiden AS ke-35 John F Kennedy terbunuh dan ia harus mengambil alih kursi kepresidenan. Ia pun menghubungi Dwight D Eisenhower dan meminta masukan dari Presiden AS ke-34 itu mengenai apa yang harus ia katakan dan lakukan. ”Saya benar-benar membutuhkan Anda saat ini,” ucap Johnson pada Eisenhower.
Sebelumnya, Kennedy juga bergantung pada masukan Eisenhower saat krisis rudal di Kuba. Saat itu, Kennedy merasa tidak ada orang lain di sekitarnya yang dapat memahami dilema yang ia hadapi. Ia pun beralih ke Eisenhower. Saat itu, Eisenhower berkata, ”Apa pun keputusanmu, saya pasti akan melakukan yang terbaik untuk mendukungnya.”
Hubungan yang sama juga terlihat antara Bill Clinton dan Richard Nixon. Komunikasi antara keduanya begitu rutin sampai-sampai Clinton bisa menelepon Nixon hanya untuk menceritakan jadwal kesehariannya, mulai dari aktivitasnya di pagi hari sampai beristirahat kembali pada malam hari.
Hubungan antar-presiden AS itu tidak selalu akur. Eisenhower, misalnya, hampir tidak pernah berbicara dengan pendahulunya, Harry Truman. Presiden ke-32 AS Franklin D Roosevelt bahkan melarang pendahulunya, Herbert Hoover, untuk masuk ke Gedung Putih. Namun, demi urusan kenegaraan dan masa depan AS, mereka dapat meluangkan waktu untuk sesekali bertemu dan saling bertukar gagasan.
Rekonsiliasi
Kini, hal yang sama diharapkan dapat terjadi di Indonesia. Setelah kontestasi Pemilu 2019, seruan rekonsiliasi dan silaturahmi terus digaungkan. Pertemuan antara kedua rival, Jokowi dan Prabowo Subianto, sangat dinantikan. Perjumpaan antara kedua elite itu diharapkan bisa mencairkan ketegangan yang ada di akar rumput.
”Konflik politik idealnya bisa diselesaikan juga secara politik. Jika pucuk elite politik yang saling berseteru sudah bertemu, secara umum konflik dan ketegangan di tengah publik juga pasti bisa selesai,” kata Peneliti Center for Strategic and International Studies Arya Fernandes
Mengutip kata Presiden AS Bill Truman, there is no conversation so sweet as that of former political enemies. Tidak ada percakapan semanis antara dua tokoh politik yang pernah saling bermusuhan.