Berkah Lebaran dan Strategi Adaptasi Industri Perhotelan
Selama lima tahun terakhir masa liburan Lebaran, industri perhotelan nasional menunjukkan performa cukup baik. Tingkat hunian hotel mencapai lebih dari setengah kapasitas total, yakni 53,03 persen.
Libur Lebaran membawa dampak positif bagi industri wisata dan perhotelan. Tingkat keterisian hotel selama Lebaran terus meningkat. Kunjungan wisatawan asing ikut mendongkrak okupansi hotel selama periode libur hari raya.
Selama lima tahun terakhir masa liburan Lebaran, industri perhotelan nasional menunjukkan performa cukup baik. Tingkat hunian hotel mencapai lebih dari setengah kapasitas total, yakni 53,03 persen.
Pada 2014, okupansi hotel tercatat 50,56 persen. Tahun berikutnya, okupansi hotel naik 2,87 persen, menjadi 53,43 persen. Kondisi tersebut tak bertahan lama, sebab pada 2016 turun 2,23 persen.
Tingkat hunian hotel pada 2017 kembali meningkat 3,07 persen. Kondisi tersebut bertahan hingga tahun berikutnya. Okupansi hotel tahun 2018 naik 1,4 persen, mencapai 55,67 persen, posisi tertinggi selama lima tahun terakhir.
Berdasarkan wilayah, tingkat keterisian hotel paling tinggi berada di Bali dan Nusa Tenggara, mencapai 52,97 persen. Gugus Kepulauan Sunda Kecil tersebut memang memiliki daya tarik pariwisata yang kuat.
Urutan berikutnya adalah Pulau Jawa (52,15 persen), sebagai area terpadat di Indonesia. Banyak masyarakat yang pergi mudik dari kota-kota besar untuk berkunjung ke keluarga atau sekadar berlibur ke kota-kota wisata.
Baca juga: Melirik Mudik lewat Jalan Tol
Sementara itu, okupansi hotel Pulau Sumatera 46,82 persen, disusul Kalimantan (44,60 persen). Wilayah timur Indonesia yang memiliki banyak destinasi wisata ternyata tingkat keterisian hotelnya belum maksimal. Untuk Pulau Sulawesi mencapai 42,69 persen, sedangkan Maluku dan Papua hanya 35,87 persen.
Daya tarik
Wilayah Indonesia memiliki ragam destinasi wisata. Daya tarik pariwisata Nusantara mampu memikat banyak wisatawan berkunjung, terlebih saat musim libur, seperti masa Lebaran.
Traveloka merilis daftar 40 tempat wisata yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Semua lokasi tersebut memiliki ciri khas dan magnet kuat untuk menarik wisatawan berkunjung.
Destinasi favorit di gugusan Kepulauan Sunda Kecil terdapat wisata Nusa Dua dan Pura Luhur Uluwatu di Bali, Gili Trawangan dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat, dan Taman Nasional Gunung Kelimutu di Nusa Tenggara Timur. Keunggulan memiliki destinasi wisata membuat Indonesia dilirik pelancong dunia.
Periode libur Lebaran yang cukup panjang tiap tahun dimanfaatkan banyak orang berwisata, termasuk wisatawan mancanegara (wisman). Tingginya kunjungan wisman berdampak pada tingkat okupansi hotel yang meningkat beberapa tahun terakhir.
Rata-rata durasi hari libur dan cuti bersama Lebaran lima tahun terakhir mencapai 9,4 hari. Libur paling lama terjadi pada 2018, yaitu selama 12 hari. Sementara tahun ini, libur Lebaran sekitar 9 hari, termasuk cuti bersama dan akhir pekan.
Baca juga: Libur Lebaran Pacu Perkembangan Ekonomi Daerah
Tren kunjungan wisman saat libur Lebaran meningkat selama lima tahun terakhir, sebesar 13,2 persen. Saat libur Lebaran 2014 pada Juli dan Agustus, wisman yang datang ke Indonesia 1,6 juta jiwa.
Pada libur Lebaran tahun berikutnya, kunjungan wisman bertambah 9,1 persen menjadi 1,76 juta jiwa. Kemudian pada 2016, peningkatan wisman tidak terlalu besar hanya 6,9 persen menjadi 1,89 juta jiwa.
Sementara itu, peningkatan tajam terjadi pada musim libur lebaran 2017, yaitu sebanyak 24,7 persen atau bertambah sekitar 620.000 jiwa. Saat itu, total kunjungan wisman mencapai 2,51 juta jiwa.
Tren positif bertahan hingga tahun berikutnya, yakni meningkat 12,2 persen. Artinya, jumlah kedatangan wisman pada 2018, khususnya Juni dan Juli, sebanyak 2,86 juta jiwa.
Strategi adaptasi hotel
Tantangan industri hotel di era 4.0 memang cukup banyak, seperti meningkatkan keuntungan melalui average room rate (harga kamar rata-rata yang diperoleh hotel dalam penjualan kamar selama satu malam). Hal itu dicapai dengan meningkatkan hunian, memonitor persaingan harga, dan menentukan rata-rata harga kamar (average daily rate).
Tak hanya itu, adanya disrupsi digital menyebabkan pertumbuhan okupansi hotel sempat tersendat. Salah satunya disebabkan banyak bermunculan tawaran hotel dan hunian sewa alternatif dengan harga ekonomis secara daring.
Tak hanya itu, adanya disrupsi digital menyebabkan pertumbuhan okupansi hotel sempat tersendat. Salah satunya disebabkan banyak bermunculan tawaran hotel dan hunian sewa alternatif dengan harga ekonomis secara daring.
Tiga tahun terakhir, tawaran hotel dan hunian sewa alternatif daring bermunculan cukup masif, khususnya masa libur Lebaran. Beberapa contohnya adalah melalui Airyroom, RedDoorz, dan Agoda. Agen tersebut bahkan bisa menawarkan potongan hingga 40 persen.
Menghadapi perubahan ini, pelaku usaha perhotelan mengatur ulang strategi bisnisnya, termasuk mentransformasi bisnis dari konvensional ke digital. Banyak hotel yang kemudian bergabung dengan penyedia jasa penyewaan kamar secara daring, seperti Traveloka, Trivago, dan tiket.com untuk menjaga tingkat okupansi hotel.
Industri perhotelan nasional juga melirik perubahan kebiasaan berlibur di hotel (staycation). Definisi staycation berasal dari gabungan kata stay (tinggal) dan vacation (liburan). Jadi, staycation merupakan konsep liburan yang tinggal di satu tempat saja. Ada pula yang menyebutnya holistay, terdiri dari kata holiday (liburan) dan stay (tinggal).
Baca juga: Transformasi Properti di Era Disrupsi
Staycation memiliki beberapa keuntungan. Pertama, masyarakat dapat menghemat pengeluaran wisata, sebab tak membutuhkan tiket pesawat atau sewa kendaraan. Kedua, staycation lebih hemat waktu dibandingkan dengan liburan seperti biasa yang membutuhkan waktu berkemas, perjalanan ke bandara, dan perbedaan zona waktu.
Saat memilih hotel untuk berlibur, masyarakat membutuhkan fasilitas yang memadai, khususnya untuk kegiatan keluarga. Ragam aktivitas keluarga dapat dilakukan di kolam renang, taman bermain sekitar hotel, atau taman untuk piknik.
Tak hanya itu, aneka kegiatan yang dapat dilakukan saat staycation di sebuah hotel adalah bersepeda keliling taman, piknik di taman, mengunjungi museum terdekat, menikmati festival, dan atraksi lokal, atau obyek wisata lainnya.
Ragam strategi adaptasi dengan dinamika tren wisata menjadi modal utama bisnis hotel tetap tumbuh pada era persaingan yang sengit. Berpadu dengan momen liburan seperti saat Lebaran, tentu saja dapat menjadi berkah bagi industri perhotelan dan pariwisata nasional.