Dorongan terhadap Joko Widodo dan Prabowo Subianto untuk segera bertemu demi melakukan rekonsiliasi setelah Pilpres 2019 selesai terus muncul. Hal itu penting supaya tidak lagi ada gejolak dan keterbelahan di tengah masyarakat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dorongan terhadap Joko Widodo dan Prabowo Subianto untuk segera bertemu demi melakukan rekonsiliasi setelah Pemilihan Presiden 2019 selesai terus muncul. Hal itu penting supaya tidak lagi ada gejolak dan keterbelahan di tengah masyarakat. Perbedaan pandangan politik diharapkan tidak memutus tali persaudaraan sesama anak bangsa.
Tidak bisa dimungkiri bahwa keterbelahan itu memang terjadi di tengah masyarakat akibat perbedaan pilihan politik. Kondisi itu tidak bisa dibiarkan berlangsung terlalu lama karena justru membuat negara ini tidak bersatu untuk maju bersama.
Salah satu organisasi masyarakat dan keagamaan yang mendorong agar rekonsiliasi itu terjadi adalah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Pertemuan dua kubu elite politik yang berbeda dinilai mampu meredam ketegangan. Jalinan silaturahmi mampu merajut kembali persatuan bangsa.
”Muhammadiyah terus melakukan kontak dengan berbagai pihak agar rekonsiliasi itu terjadi. Tetapi, kita, kan, selalu pendekatannya kultural dan demokratis,” Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir seusai menghadiri acara Silaturahmi Keluarga Besar Muhammadiyah, di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Rabu (5/6/2019).
Kami percaya, mereka punya kehendak yang sama. Mungkin, mereka ada constrain kanan dan kiri. Karena itu, mari kita dorong agar itu (rekonsiliasi) terjadi.
Haedar meyakini, Jokowi dan Prabowo punya sikap kenegarawanan yang tinggi untuk mau melakukan rekonsiliasi. Perayaan Idul Fitri dinilai sebagai momen yang tepat melakukan hal tersebut. Pertemuan itu dianggap bisa mendorong masyarakat untuk bersatu kembali setelah terbelah beberapa waktu.
”Kami percaya, mereka punya kehendak yang sama. Mungkin, mereka ada constrain kanan dan kiri. Karena itu, mari kita dorong agar itu (rekonsiliasi) terjadi. Mudah-mudahan, pasca-Idul Fitri, Pak Jokowi dan Pak Prabowo bisa bertemu santai dan silaturahmi biasa,” tutur Haedar.
Diapresiasi
Haedar berharap, pertemuan kedua elite politik itu paling lambat diadakan sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan putusan terkait perselisihan dan sengketa Pemilu 2019 pada 28 Juni. Tujuannya agar suasana tetap kondusif dan cair. Langkah konstitutif yang ditempuh itu pun turut dia apresiasi.
”Kita mengapresiasi semua pihak menyelesaikan sengketa lewat MK. Ini hal yang sangat positif. Nah, kita tinggal membantu proses politik rekonsiliasi yang soft. Tidak perlu gaduh. Saya yakin saatnya akan tiba,” ujar Haedar.
Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah, mengungkapkan hal serupa. Ia meminta semua pihak bisa menerima apa pun yang menjadi putusan MK nantinya. Tidak usah diperpanjang lagi dengan konflik hanya karena ingin memaksakan kehendak.
”Mudah-mudahan nanti, setelah ada hasil MK, selesai (masalahnya). Jangan dipikirkan lagi,” katanya.
Syafii menyampaikan, masyarakat jangan sampai ada yang terjebak dengan panasnya kontestasi politik yang berlangsung panas itu. Perbedaan pilihan politik tidak seharusnya memecah persatuan yang selama ini telah terjalin dalam waktu yang sangat panjang.
”Kita semua berharap masalah integrasi nasional itu jangan sampai rusak oleh pemilu,” ucap Syafii.