Ledakan Meriam Karbit Pontianak Bakal Kembali Sambut Lebaran
Masyarakat Kota Pontianak, Kalimantan Barat, kian bersemangat menyambut Lebaran, hari kemenangan. Sebanyak 259 meriam karbit disiapkan untuk memeriahkan Festival Meriam Karbit yang akan digelar saat malam takbiran, Selasa (4/6/2019) malam.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Masyarakat Kota Pontianak, Kalimantan Barat, kian bersemangat menyambut Lebaran, hari kemenangan. Sebanyak 259 meriam karbit disiapkan untuk memeriahkan Festival Meriam Karbit yang akan digelar saat malam takbiran, Selasa (4/6/2019) malam.
Meriam itu sudah disusun berjejer di tepi Sungai Kapuas di Kota Pontianak, Senin (3/6) pagi. Ada yang disusun di tepi Sungai Kapuas dan sisi Pontianak timur. Meriam itu sudah dihiasi dengan cat berwarna-warni kuning, hijau, dan ungu dengan lukisan bunga. Meriam itu terbuat dari kayu balok dengan rotan. Panjangnya 5-7 meter dengan diameter 60-70 sentimeter. Untuk membunyikannya, dibutuhkan karbit yang dimasukkan ke dalam tubuh meriam.
Suara yang dihasilkan sangat menggelegar. Bahkan, getarannya bisa dirasakan warga yang bermukim di sekitar area meriam itu dibunyikan. Setiap festival ini digelar, meriam karbit selalu mengundang penasaran para wisatawan. Bahkan, sebagian dari mereka pun ikut menyulut meriam karbit ini.
Ketua Forum Permainan Meriam Karbit Fazri Udin, Senin, mengatakan, Meriam itu sudah disiapkan peserta festival. Total peserta mencapai 39 kelompok. Tahun ini, pembukaannya akan dipusatkan di Gang H Mailamah, Jalan Adisucipto.
"Meriam karbit adalah permainan tradisional khas Pontianak yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Harapannya, budaya ini tetap eksis dan dinikmati masyarakat luas,” ujarnya.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono meminta panitia Festival Meriam Karbit mempersiapkan acara itu dengan sebaik-baiknya. "Saya minta panitia pelaksana benar-benar mempersiapkan secara matang, baik itu kemasan acaranya, pembukaan, panggung utama, serta pengaturan tamu undangan," kata Edi.
Sebagai permainan tradisional, kata Edi, meriam karbit tidak bisa terpisahkan dengan kehidupan masyarakat Pontianak, terutama di pinggiran Sungai Kapuas. Meriam karbit merupakan bagian dari historis berdirinya Kota Pontianak.
"Tak sah bila Lebaran di Pontianak tanpa dentuman meriam karbit," ujarnya.
Kaya sejarah
Sejarawan dan budayawan Kota Pontianak Syafaruddin Usman mengatakan, meriam karbit kaya legenda maupun sejarah lokal sekitar abad ke-18. Dulu, Sultan pertama Keraton Pontianak Syarif Abdurrahman Alkadrie, diyakini menggunakan meriam untuk mengusir mahluk halus saat hendak mendirikan pusat pemerintahan di daerah Beting, Pontianak timur.
Tidak hanya itu, berada di delta, pertemuan antara anak Sungai Kapuas dan Sungai Landak, kawasan Beting strategis tapi berbahaya karena keberadaan bajak laut. Untuk menghalau bajak laut, sultan menggunakan meriam sebagai siasat pertahanan.
Dalam perkembangannya, kata Syafaruddin, bunyi meriam tetap dilestarikan untuk mengenang itu. Bukan meriam sungguhan tapi berbahan karbit. Momen yang dianggap tepat bermain meriam karbit masa kini adalah saat bulan puasa dan Lebaran.
Sejak lama, meriam karbit ditembakan saat membangunkan orang sahur dan pada saat mengingatkan orang waktunya berbuka puasa. Menyambut hari kemenangan, meriam dibunyikan sebagai rasa syukur pada Yang Maha Kuasa.