Jemaah Tarekat Naqsabandiyah di Padang, Sumatera Barat, merayakan Idul Fitri 1440 Hijriah, Senin (3/6/2019). Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, perayaan lebih cepat dua hari dibandingkan perkiraan hari raya di kalender masehi. Adapun Kementerian Agama baru akan mengadakan sidang isbat penentuan Idul Fitri sore ini.
Oleh
Yola Sastra
·2 menit baca
PADANG, KOMPAS-Jemaah Tarekat Naqsabandiyah di Padang, Sumatera Barat, merayakan Idul Fitri 1440 Hijriah, Senin (3/6/2019). Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, perayaan lebih cepat dua hari dibandingkan perkiraan hari raya di kalender masehi. Adapun Kementerian Agama baru akan mengadakan sidang isbat penentuan Idul Fitri sore ini.
Surau Baitul Makmur, Kecamatan Pauh, Padang, menjadi salah satu tempat jemaah tarekat melaksanakan Salat Id. Sekitar 150 orang jemaah memenuhi surau yang dikelola Pemimpin Tarekat Naqsabandiyah Padang Syafri Malin Mudo (78) atau Buya Piri, itu.
Salat Id dimulai sekitar pukul 08.00 dan dengan imam Buya Piri. Sementara itu, khotbah disampaikan Ustaz Afrizal Tanjung. Jemaah mengikuti rangkaian Salat Id dengan khidmat. Seusai Salat Id, jemaah saling berjabat tangan dan bermaaf-maafan, kemudian menikmati makanan bersama-sama.
Buya Piri menjelaskan, penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri berpedoman pada kitab hisab Munjid yang diwariskan turun temurun. Ada dua metode yang digunakan, yaitu hisab (hitungan) dan rukyat (pengamatan bulan). Hasil perhitungan dan pengamatan bulan secara kasat mata di tiap-tiap daerah, seperti di Solok, Pesisir Selatan, dan Dharmasraya, kemudian dirembukkan di dalam rapat.
“Sebelum Ramadan, para khalifah mengadakan rapat untuk menentukan awal bulan puasa. Karena kami selalu berpuasa 30 hari, Idul Fitri sudah bisa dipastikan jauh-jauh hari,” kata Buya Piri.
Hargai perbedaan
Buya Piri menegaskan, perbedaan jadwal Idul Fitri di antara umat Islam tidak menjadi persoalan. Amalan tiap-tiap umat dilakukan berdasarkan akidah masing-masing.
Sekretaris Tarekat Naqsabandiyah Padang Edizon Revindo (57) mengatakan, Salat Id juga dilaksanakan di surau-surau Tarekat Naqsabandiyah lainnya di Sumbar. Di Padang, jumlah jemaah tarekat ini diperkirakan sekitar 2.000 orang.
Baca Juga : Mengasingkan Diri untuk Bersuluk di Surau
Edizon menambahkan, dengan saling menghargai, perbedaan menjadi suatu keindahan dalam beragama. Perbedaan semestinya menjadi perekat persatuan, bukan untuk membuat umat terpecah.
“Kami sudah pesankan ke seluruh jemaah yang merayakan Idul Fitri hari ini agar tetap menghargai umat yang masih berpuasa,” ujar Edizon.