Hilirasi Industri Menjadi Kunci Stabilitas Ekonomi
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembenahan hilirasi pada sektor-sektor industri Tanah Air diharapkan mulai menjadi fokus pemangku kebijakan sebagai upaya membenahi defisit transaksi berjalan. Cara pemerintah yang cenderung mengandalkan arus modal asing untuk menyeimbangkan neraca pembayaran dinilai tidak akan maksimal untuk jangka panjang.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menilai, saat ini pemerintah masih terlampau bergantung pada neraca modal dalam menyeimbangkan defisit transaksi berjalan. Hal ini terlihat dari berbagai upaya pemerintah untuk menarik modal asing masuk (capital inflow) ke Indonesia melalui berbagai instrumen portofolio.
”Capital inflow memang lebih mudah daripada memperkuat sektor riil yang perlu kerja keras,” ujar Arif saat dihubungi Kompas, Senin (3/6/2019).
Langkah ini menuntut pemerintah untuk memberi imbal hasil yang besar kepada investor dengan cara menaikkan suku bunga agar menjaga aliran modal tetap masuk. Namun, di saat yang sama, tingkat suku bunga tinggi dapat memberatkan kebutuhan modal dalam negeri yang disebabkan tingginya bunga pinjaman modal.
Menurut Arif, upaya stabilisasi neraca pembayaran dapat dilakukan dengan membenahi neraca perdagangan melalui perbaikan hilirasi sektor industri. Contohnya, mendorong produksi produk turunan kelapa sawit hingga nilai tambah tertinggi ketimbang menjualnya langsung sebagai bahan baku dengan tergantung pada harga standar internasional.
Tingkat suku bunga tinggi dapat memberatkan kebutuhan modal dalam negeri yang disebabkan tingginya bunga pinjaman modal.
Arif memastikan, apabila hal ini akan dilakukan, neraca perdagangan Indonesia dapat semakin membaik lantaran nilai ekspor yang didominasi komoditas nonmigas memiliki nilai lebih tinggi. Surplus neraca perdagangan akan berimbas kepada semakin kecilnya defisit transaksi berjalan.
Selain itu, menurut Arif, hilirasi industri dapat mengatasi kendala ekspor Indonesia yang terhambat oleh jatuhnya harga komoditas. Selama ini, gejolak harga komoditas membuat nilai ekspor menurun walaupun volume ekspor naik sehingga tak mampu mengimbangi tingkat impor.
”Proses untuk membuat industri sektor riil menjadi lebih mandiri memang akan sangat panjang. Perbaikan dapat dimulai dari peningkatan kapasitas sumber daya manusia,” kata Arif.
Aliran portofolio
Pada akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing masuk ke instrumen portofolio Indonesia sepanjang 2019 berjalan telah mencapai Rp 112,98 triliun. Dari seluruh aliran modal asing, sebanyak Rp 56,01 triliun masuk ke obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN), sementara 56,97 triliun masuk ke instrumen saham.
BI juga melaporkan defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I-2019 berada di posisi 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau 7 miliar dollar AS. Posisi ini lebih baik daripada triwulan IV-2019 sebesar 3,6 persen dari PDB.
Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, aliran modal asing yang masuk ke Indonesia hingga saat ini menunjukkan tingginya kepercayaan investor asing terhadap Indonesia sehingga mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tetap stabil.
”Kepercayaan dan ketertarikan investor asing terhadap instrumen portofolio Indonesia tetap tinggi. Hal ini bisa turut menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Perry.
Data di kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada perdagangan hari terakhir sebelum hari raya Idul Fitri, Jumat (31/6/2019), berada di level Rp 14.385 per dollar AS. Adapun di pasar spot, kurs rupiah bergerak di rentang Rp 14.362-Rp14.380 per dollar AS.
Menurut Perry, pasar uang dan valas bergerak positif sehingga menyebabkan jumlah pasokan dan permintaan terus tumbuh berkat peran eksportir dan perbankan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.