Daya Saing Indonesia Melonjak, Investasi Semakin Menggiurkan
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Daya saing global Indonesia meningkat hingga 11 peringkat dalam World Competitiveness Yearbook (WCY) 2019, sebuah laporan tahunan dari International Institute for Management Development (IMD), Swiss. Peringkat Indonesia melesat tertinggi dibandingkan negara-negara Asia Pasifik dan itu menunjukkan Indonesia semakin menggiurkan investasi.
Indonesia menempati urutan ke-32 dari 63 negara. Menurut Staff Khusus Presiden bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika, Senin (3/6/2019), capaian-capaian ini menunjukkan kinerja perekonomian Indonesia berjalan baik di tengah besarnya tantangan ekonomi global.
“Capaian ini dilatarbelakangi oleh peningkatan efisiensi di sektor pemerintahan serta peningkatan infrastruktur dan lingkungan bisnis yang kondusif,” katanya.
IMD WCY merupakan rujukan dalam penilaian daya saing global sejak 1989. Mereka mengevaluasi negara-negara dari 235 indikator yang dimasukkan ke dalam empat kategori, yakni efisiensi bisnis, efisiensi pemerintahan, infrastruktur, dan kinerja ekonomi.
Indonesia menjadi negara di Asia Pasifik yang paling menjanjikan dengan peningkatan terbesar, naik 11 peringkat. Negara lain, seperti Thailand, naik lima posisi ke peringkat 25, sedangkan Jepang harus jatuh lima peringkat.
IMD WCY menilai Indonesia unggul dalam beberapa hal, antara lain, pasar tenaga kerja (peringkat ke-3), kebijakan perpajakan (peringkat ke-4), dan ekonomi domestik (peringkat ke-7).
Menurut Erani, penyokong posisi Indonesia berasal dari kemajuan dari efisiensi pemerintahan, pembangunan infrastruktur, dan lingkungan bisnis yang makin bagus. Dalam hal pembangunan infrastruktur, pemerintah telah membangun jalan sepanjang 3.432 km, jalur kereta api sepanjang 754,6 km, serta peningkatan dan rehabilitasi jalur sepanjang 413,6 km hingga akhir 2018.
Pemerintah juga terus mengembangkan bandar udara untuk menunjang transportasi jarak jauh. Dalam beberapa tahun, beberapa bandara dibangun, yakni Bandara Maratua di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, Bandara Morowali di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan Bandara Werur di Papua Barat.
Keseriusan membangun infrastruktur terlihat dari realokasi belanja anggaran. Pemerintah merealokasi belanja anggaran untuk sektor produktif dengan menaikkan anggaran infrastruktur dari Rp 157 triliun pada 2015 menjadi Rp 410 triliun pada 2018.
Salah satu bobot paling penting dalam penilaian IMD WCY adalah kemudahan berinvestasi. Kemudahan ini merupakan hasil dari pemberlakuan sistem perizinan tunggal terintegrasi dalam jaringan (OSS) sejak 2018. Hingga kini terdapat 456.301 pelaku usaha yang melakukan registrasi perizinan.
"Hal-hal tersebut menunjukkan Indonesia semakin menjadi negara yang laik untuk investasi. Yang menunjukkan kinerja perekonomian berjalan bagus dan kemudahan berinvestasi yang mudah," tambah Erani yang juga merupakan Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Dari sisi, makroekonomi, gejolak ekonomi global 2018 tidak berpengaruh signifikan terhadap Indonesia. Ekonomi nasional berhasil tumbuh di atas 5 persen. Hal itu tergambar dengan inflasi rendah, penurunan tingkat pengangguran terbuka, kemiskinan, dan ketimpangan.
Erani menuturkan, risiko fiskal masih terjaga seperti defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN 2018), yakni 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio utang terhadap PDB di bawah batas aman, yaitu 30 persen.
“Ke depannya, pemerintah terus melakukan perbaikan pada semua arena ekonomi, termasuk penguatan sumber daya insani. Stabilitas makroekonomi akan terus dijaga, regulasi yang efisien dan pasti, kelembagaan yang solid, iklim usaha yang sehat,” katanya.
Meski mencatatkan performa positif, ada beberapa sektor yang harus diperbaiki pemerintah. Indonesia tercatat kurang baik dalam perdagangan internasional (peringkat ke-59), kesehatan dan lingkungan (peringkat ke-58), pendidikan (peringkat ke-52), dan infrastruktur teknologi (peringkat ke-49).
Dikutip dari Bloomberg, Direktur IMD WDC Arturo Bris menuturkan, pada 2018, pasar global dinaungi ketidakpastian karena perubahan cepat dalam lanskap politik internasional dan hubungan perdagangan. Karena itu, beberapa negara mengalami penurunan peringkat, seperti Jepang dan Amerika Serikat.
Singapura naik ke peringkat pertama sebagai negara dengan daya saing global tertinggi menyalib Hong Kong dan AS. Singapura menjadi negara paling kompetitif dalam ekonomi untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun ini.