Blak-blakan di Dapur ”Sputnik”, Media Corong Rusia
Penakluk Crimea. Tukang intervensi negara lain. Penyebar kabar bohong. Inilah sejumlah pandangan tentang Rusia yang muncul saat ini. Namun, sejumlah kalangan di negara itu mempersilakan para pihak untuk memunculkan lebih banyak tuduhan. Rusia menantang mereka memberi bukti solid.
”Ayolah, tidak adakah di antara kalian yang ingin bertanya soal peran kami dalam propaganda tentang Crimea?” ujar Direktur Kerja Sama Internasional Sputnik News Agency and Radio Vasily Pushkov di Moskwa, Senin (20/5/2019).
Hadirin langsung menyambutnya dengan senyum dan tawa.
Saat itu, sekitar 20 jurnalis asal sejumlah negara di luar Rusia mengikuti pelatihan bertajuk ”SputnikPro”, hasil kerja sama Sputnik dengan The Federal Agency for the Commonwealth of Independent States, Compatriots Living Abroad and International Humanitarian Cooperation, atau pendeknya Rossotrudnichestvo. Wartawan harian Kompas adalah salah satu peserta.
Sputnik, seperti diuraikan dalam laman resminya, adalah kantor berita yang dikelola kelompok media Rossiya Segodnya milik Pemerintah Rusia dengan layanan informasi dalam berbagai platform, seperti laman berita, jaringan sosial, apps telepon seluler, siaran radio, dan multimedia. Diluncurkan pada 10 November 2014, Sputnik bermarkas di Moskwa dengan kantor biro di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat (Washington DC), China (Beijing), Perancis (Paris), Jerman (Berlin), Mesir (Kairo), serta Inggris (London dan Edinburgh).
Isu-isu yang diliput Sputnik mencakup berita-berita politik dan ekonomi global dengan target audiens internasional. Para awak Sputnik bekerja dalam 30 bahasa lebih, termasuk Inggris, Spanyol, Perancis, Jerman, Arab, dan China. Koran AS, The New York Times, dalam edisi 28 Agustus 2016 menurunkan laporan tentang keterlibatan Sputnik sebagai bagian dari mesin propaganda dan diinformasi Pemerintah Rusia.
Kembali ke dapur Sputnik.
Pushkov menantang para jurnalis untuk bertanya, bahkan melontarkan pertanyaan tersulit mereka, seputar isu sensitif menyangkut pemerintah dan media Rusia. Sputnik termasuk kerap disebut sebagai media propaganda. Media milik Pemerintah Rusia ini tak segan menjawab. Selama kunjungan ke ruang Redaksi Sputnik, kami diminta untuk tidak memotret aktivitas awak media itu.
Pushkov mencontohkan, tiga hari sebelumnya, ia minum dengan salah satu pekerja media lokal AS. Lawan bicaranya pada satu momen mengucapkan, Sputnik adalah perusahaan media berita bohong (fake news). ”Saya lalu meminta dia memberi deskripsi sesederhana mungkin tentang mengapa kami disebut sebagai pembuat berita bohong,” ujar Pushkov.
Ia melanjutkan, pekerja media lokal AS tersebut menjawab bahwa Sputnik memberi audiens berita berdasarkan versi Rusia dan versi koresponden Rusia. Pushkov membalas, bukankah Xinhua memberikan dunia berita dengan versi China? Bukankah Al Jazeera memberikan versi Arab? Tidakkah AS punya media yang memberikan dunia kabar dengan versi AS? Diskusi pun terhenti.
Sorotan negatif
Namun, pemberitaan Sputnik memang mendapat sorotan negatif. Kantor berita ini diyakini sejumlah pihak menjadi tangan Rusia memengaruhi hasil pemilihan umum negara lain. Rusia diduga tidak hanya memengaruhi pemilihan presiden di AS ketika Presiden Donald Trump dari Partai Republik berhadapan dengan calon presiden asal Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Koran The New York Times dalam edisi 28 Agustus 2016 menurunkan laporan tentang keterlibatan Sputnik sebagai bagian dari mesin propaganda dan diinformasi Pemerintah Rusia.
Presiden Perancis Emmanuel Macron pun beberapa kali menuding Rusia bertanggung jawab atas serangan berita bohong dan peretasan data terhadap dia dan tim kampanyenya semasa pilpres Perancis tahun 2017. Bahkan, Macron sempat menyebut televisi RT dan Sputnik sebagai penyebar propaganda bohong (Kompas, 5/1/2018).
Wakil Redaktur Pelaksana Sputnik Anton Anisimov mengatakan, pernyataan Macron tersebut adalah kabar bohong itu sendiri. Sputnik memang pernah memberitakan tuduhan bahwa Macron merupakan agen AS untuk melobi agar kepentingan sistem perbankan AS tercapai di Perancis. ”Namun, Sputnik tidak pernah menyatakan Presiden Macron melakukannya. Tidak pernah,” ujarnya.
Menurut Anisimov, sumber perselisihan Macron dan Sputnik adalah berita pada 4 Februari 2017 yang merupakan hasil wawancara dengan anggota parlemen asal Partai Republikan Perancis, Nicolas Dhuicq. Sputnik mengutip perkataan Dhuicq bahwa dengan latar belakang Macron yang pernah menjadi bankir dan menilik riwayat kebijakannya semasa menjabat menteri perekonomian, ada kemungkinan Macron menjalankan kepentingan pasar finansial AS di Perancis.
Tanpa ditanya oleh peserta pelatihan, Anisimov juga memberi jawaban atas tudingan bahwa Rusia mencaplok Crimea dari Ukraina. Kembalinya Crimea ke dalam kekuasaan Rusia, katanya, bukan karena upaya aneksasi Rusia. Namun, keputusan rakyat Crimea sendiri yang menginginkan bergabung lewat referendum.
Keputusan itu dipengaruhi oleh masalah ideologi, kata Anisimov, yakni karena Kiev menganggap Stepan Bandera sebagai pahlawan nasional. Padahal, Bandera adalah kolaborator Nazi sewaktu Perang Dunia II. Ia mengklaim Rusia dan Jerman punya bukti.
”Telling the untold”
Keterbukaan Sputnik untuk menjawab persoalan sensitif patut diapresiasi. Namun, pernyataan Anton sebagai pekerja media sekilas tercium berat sebelah. Mereka menekankan, inilah peran Sputnik yang bukan media arus utama untuk pemberitaan soal hubungan internasional. Seperti moto Sputnik, ”Telling the untold”, mengabarkan yang tidak dikabarkan. Mereka menawarkan kepada publik informasi dari sisi Rusia yang jarang diangkat media arus utama.
Namun, Anton tidak meminta masyarakat dunia hanya mengonsumsi berita dari Sputnik atau media Rusia lainnya. Ia bahkan menyarankan agar publik membaca, mendengar, atau menonton berita dari berbagai sumber, tetapi ditambah menyempatkan membaca berita dengan versi Rusia dari mereka.
Soal keterbukaan, Kementerian Luar Negeri Rusia menjamin tidak mengintervensi pemberitaan berbagai media asing yang bekerja di negara ini selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Rusia serta tidak memproduksi berita bohong.
Ivan Nechaev, Kepala Divisi Urusan Koresponden Luar Negeri pada Departemen Informasi dan Pers Kemlu Rusia, menuturkan, Rusia menyambut setiap jurnalis asing yang ditempatkan di sana. Saat ini, ada 293 media asing yang mendapat akreditasi kementerian tersebut.
Kesempatan media asing untuk membuat agenda wawancara dengan Menlu Sergey Lavrov pun makin terbuka lebar. Nechaev mengatakan, pada 2017, Lavrov memenuhi 12 permintaan wawancara media asing. Tahun lalu, bertambah menjadi 29 wawancara.
Pihaknya juga berkomitmen tidak mengutak-atik isi pemberitaan media asing di Rusia. Terdapat media asal AS, Inggris, bahkan Ukrainia yang kadang dinilai menyudutkan Rusia dengan pemberitaan mereka.
Wakil Direktur Departemen Informasi dan Pers Kemlu Rusia Maksim Buyakevich menambahkan, terdapat rumor yang menyebar bahwa Rusia mempertimbangkan untuk menutup akses internet. Itu tidak benar, katanya. Rusia malah memilih untuk tetap membuka ”gerbang” sehingga warga dunia mengenal produk-produk digital Rusia dan bisa menilai secara obyektif informasi versi Rusia.