Setelah 14 tahun paceklik gelar, Liverpool mencapai kejayaannya kembali dengan menjuarai Liga Champions berkat tangan dingin Juergen Klopp, sang manajer. Filosofi, taktik, kehangatan personal, dan semangatnya mampu membangkitkan ”Tim Merah” ke puncak masa keemasannya.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
Setelah 14 tahun paceklik gelar, Liverpool mencapai kejayaannya kembali dengan menjuarai Liga Champions berkat tangan dingin Juergen Klopp, sang manajer. Filosofi, taktik, kehangatan personal, dan semangatnya mampu membangkitkan Tim Merah ke puncak masa keemasannya.
Bagi Klopp, keberhasilan membawa Liverpool menjadi juara Liga Champions menjadi ”penebusan dosa” atas serangkaian kegagalannya pada masa lalu. Keberhasilan menjuarai Liga Champions untuk pertama kali dalam kariernya ini juga membuat Klopp menyejajarkan diri dengan para pelatih elite Eropa.
Pada musim 2017-2018, Klopp juga membawa Liverpool ke final Liga Champions, tetapi langkahnya dihentikan oleh Real Madrid. Pada musim ini, Liverpool juga berpeluang besar merebut gelar juara Liga Inggris setelah berminggu-minggu memuncaki klasemen, tetapi gagal pada tiga minggu terakhir karena disalip oleh Machester City.
Ketika Juergen Klopp datang ke Anfield pada Oktober 2015, ia diwarisi skuad Brandon Rodgers yang sedang mengalami penurunan performa. Butuh waktu bagi pelatih asal Jerman ini menanamkan filosofi gegenpressing ke dalam benak anak asuhnya. Langkah-langkah Klopp tersebut akhirnya berbuah manis ketika Liverpool meraih gelar Liga Champions setelah mengalahkan Tottenham Hotspur pada laga final dengan 2-0 di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, Spanyol, Minggu (2/6/2019).
Kemenangan tim besutan Klopp di Wanda Metrpolitano kali ini bukan merupakan penampilan terbaik mereka musim ini. Untuk pertandingan yang sangat dinanti, laga final kali ini tidak menyajikan drama epic. Terasa mengecewakan. Penguasaan bola Liverpool hanya 35 persen dari total waktu laga dan tendangan ke gawangnya hanya tiga kali.
Namun, bagi para pemain dan pendukung Liverpool, trofi dan gelar juara Liga Champions itu tetap terasa sangat indah. Gelar ini juga terasa semakin istimewa karena membuat Klopp menanggalkan statusnya sebagai Mr Runner Up. Klopp juga menepati janjinya dengan gelar itu. Saat pertama kali Klopp dipekerjakan oleh Fenway Sports Group, sebagai pemilik saham Liverpool, dia berjanji akan memberikan gelar dalam waktu empat tahun.
Klopp juga mengambil langkah pertama untuk menjadi salah satu legenda Liverpool dan bergabung dengan jajaran manajer hebat di Anfield, bersama Bill Shankly dan Bob Paisley.
Tentu saja, Klopp masih memiliki kesempatan untuk menyamai pencapaian kedua legenda hebat itu, yakni mengakhiri penantian klub akan gelar liga Inggris selama 29 tahun.
Klopp datang tidak hanya membawa filosofi gegenpressing. Lebih dari itu, ia datang membawa semangat, motivasi, dan pertemanan. Kapten Liverpool, Jordan Henderson, mengatakan, tanpa manajer Klopp, Liverpool akan sulit bersaing.
”Kami melewati masa-masa sulit dalam satu musim, tetapi apa yang telah dia lakukan sejak masuk, itu luar biasa. Ada kebersamaan yang dibangun, semua pujian diberikan kepada manajer. Sekarang kita harus terus maju dan menendang, ” kata Henderson.
Bek kanan Trent Alexander-Arnold mengatakan, kemenangan itu hanya hadiah untuk perjalanan timnya yang spektakuler, di mana mereka mendapatkan 97 poin di Liga Primer Inggris. Namun, secara mengejutkan poin tinggi tersebut belum mampu mengantarkan ”The Reds” meraih gelar di Liga Premier Inggris. Poin mereka masih kalah satu poin dari Manchester City, yang menjadi juara.
”Sulit untuk mengatakannya. Musim ini kami miliki. Kami layak mendapatkannya lebih dari tim lain. Kami telah melakukan sesuatu yang istimewa,” katanya.
Manajer Liverpool Juergen Klopp diangkat dan dilempar ke udara oleh para pemainnya setelah mengalahkan Tottenham Hotspur dengan skor 2-0 dan merebut gelar juara Liga Champions di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, Minggu (2/6/2019) dini hari WIB. Setelah mengangkat Piala Eropa keenam kali, para pemain Liverpool kemudian mengangkat pria berusia 51 tahun itu dan melemparkannya ke angkasa di depan pendukung mereka.
Klopp pantas merasa lega dengan kemenangan Liverpool atas Tottenham Hotspur di final Liga Champions. Kemenangan itu mengakhiri rentetan enam kekalahan di enam partai final Klopp, tiga final bersama Borussia Dortmund dan tiga final bersama Liverpool
Ketiga final bersama Dortmund adalah dua final Piala Jerman dan satu final Liga Champions. Sementara tiga final bersama Liverpool adalah final Piala Europa, final Piala Liga Inggris, dan final Liga Champions musim 2017-2018.
Gol dari Mohamed Salah dan Divock Origi membantu Liverpool merebut gelar keenam mereka di liga kasta tertinggi Eropa dan membuat Klopp mendapatkan trofi besar pertamanya sejak 2012.
”Jujur, saya merasa sangat lega, untuk keluarga saya sebenarnya. Kami selalu pergi berlibur enam kali terakhir, dengan medali perak. Rasanya tidak terlalu keren. Tahun ini berbeda. Ini untuk mereka. Begitu dengan saya dan para pemain, ini sangat emosional, banyak yang menangis,” tutur Klopp.
”Aku punya banyak medali perak dan sekarang aku punya medali emas, tapi aku benar-benar bahagia untuk orang lain,” lanjutnya.
Klopp mengatakan, babak baru Liverpool baru dimulai setelah bertempur memperebutkan gelar Liga Inggris melawan Manchester City hingga pertandingan terakhir musim ini.
”Adalah penting bahwa orang tidak selalu bertanya kepada kami tentang gelar Liga Primer Inggris. Kami juga ingin memenangi banyak hal, 100 persen. Ini hanya permulaan untuk tim ini. Kami memiliki tahun terbaik,” kata Klopp.