Norbert, Sang Pelita di Utara
Dia memilih Liverpool karena sebuah alasan, yakni dukungan total dari para Kopites. Para pendukung akan membawa klub maju bersama.
Siapa yang berani bermimpi membalikkan kekalahan 0-3 dari “alien-alien” kesebelasan Barcelona? Nyaris tidak ada. Termasuk Jurgen Klopp, Manajer Liverpool, yang hanya bermodal tekad besar kala semifinal kedua Liga Champions.
Namun, sekali lagi, sepak bola menunjukkan sisi magisnya. Seperti yang dikatakan mantan pelatih Jerman Barat, Sepp Herberger, "Bola itu bundar." Keajaiban terjadi di Stadion Anfield, kandang Liverpool.
“The Reds”, julukan Liverpool, meremukkan Barcelona lewat empat gol tanpa balas. Mereka yang tampil tanpa bintang utama Mohammed Salah, memaksa jawara Spanyol “masuk kotak”, pulang dengan rasa malu.
Dalam semifinal yang berakhir dengan agregat 4-3, penggawa Liverpool, Giorginio Wijnaldum dan Divock Origi, mencetak dua gol. Meski begitu, manajer papan atas peraih satu gelar Liga Champions, Jose Mourinho, menyebutkan, Klopp adalah pahlawan asli kemenangan tersebut.
“Ini adalah tentang dia (Klopp). Ini adalah refleksi dari kepribadiannya, yang pantang menyerah, yang penuh daya juang. Semua yang saya pikirkan hari ini hanya tentang mentalitas Jurgen,” puji Mourinho.
Pendukung Liverpool yang biasa disebut Kopites, bisa menikmati timnya masuk final Liga Champions dalam dua tahun beruntun. Ini merupakan pertama kalinya “The Reds” berturut-turut tampil di partai puncak setelah 34 tahun lalu.
Pria bernama lengkap Jurgen Norbert Klopp benar-benar mengubah nasib tim asal kota pelabuhan tersebut. Sebelum kedatangannya, pada 2015, dari Borussia Dortmund, bisa mendapatkan tiket Liga Champions saja sudah sebuah prestasi.
Sesuai nama tengahnya, Norbert ternyata mampu menjadi pelita bagi Liverpool. Nama yang menurun dari ayahnya itu berasal dari bahasa jalanan Jerman, yang berarti “cahaya” dan “utara”.
Sebelum memboyong Klopp ke klub, pemilik Liverpool, John W Henry, yang mempelajari Onomatika, ilmu tentang penamaan, menjadikan arti nama itu salah satu pertimbangannya. Harapan dan analisa Henry ternyata tepat, Norbert membawa terang ke Liverpool, tim yang berasal dari utara Inggris, tepatnya di barat laut.
Satu preferensi
Klopp lahir di sebuah kota di Jerman, Stuttgart, pada 1963. Meski dilahirkan, ribuan kilometer dan berjarak sekitar 13 jam perjalanan darat, pria berambut pirang itu memiliki ikatan batin dengan kota Liverpool.
Saat wawancara untuk bekerja di Liverpool, Klopp sempat ditanya oleh petinggi klub, “Apakah pernah menonton grup band terbaik era 1980-an, The Smiths, saat manggung?”
Dengan senyuman, Klopp membalas, tidak pernah. Dia hanya pernah menonton penampilan dari grup band Echo & The Bunnymen di Teater Royal Court, Liverpool, pada 1983.
Jawaban itu sesuai ekspektasi petinggi klub. Sebagaimana diketahui, Echo & The Bunnymen merupakan band asli Liverpool, sedangkan The Smiths, yang lebih populer, berasal dari Manchester, yang merupakan kota dari rival abadi mereka, Manchester United.
Tidak puas dengan pertanyaan itu, petinggi klub kembali bertanya, album mana yang paling disukai dari The Beatles, grup band legendaris asal Liverpool. “Revorlver? Sgt. Pepper\'s? The White Album?” tanya mereka.
Klopp dengan senyum khasnya, kembali menjawab. “Album The Beatles favorit saya, selalu album selanjutnya,” ucapnya, yang bermaksud album ciptaan John Lennon dan rekan-rekannya itu tak pernah mengecewakan.
Saat itulah, petinggi klub meyakini dirinya sebagai sosok tepat sebagai manajer “The Reds” selanjutnya, yang akan menggantikan Brendan Rodgers. Jawaban-jawaban itu selaras dengan tindakannya yang pernah menolak pinangan MU, dua tahun sebelum tawaran datang dari Anfield.
Kelas pekerja
Pada 2015, saat isu Klopp berembus, legenda Liverpool Dietmar Hamann sudah percaya pria asal Jerman itu pilihan tepat. Hamann meyakini gairah besar Klopp bersama Dortmund sejalan dengan sejarah klub.
“Liverpool adalah klub bagi kelas pekerja, kelas pekerja di kota. Anda membutuhkan manajer yang bisa dicintai. Saya akan memilih dia. Saya pikir dia memberikan percikan, emosi, dan harapan, yang hilang mulai hilang,” ucap gelandang bertahan yang mengabdi tujuh musim di Anfield.
Kota kelas pekerja ternyata sangat cocok dengan karakter sederhana pria yang memiliki berewok tipis itu. Manajer yang lahir dari ayah dan ibu berprofesi penjual cat dinding ini bahkan mendapat julukan “The Normal One” atau pria yang biasa-biasa saja.
Saat bekerja, Klopp lebih senang naik kereta. Dengan gajinya saat ini, dia bisa membeli dua mobil balap mewah setiap minggunya, tetapi dia memilih jalan hidup yang lebih sederhana.
Dia juga menikmati jalan kaki setelah atau dari stasiun. Saat berjalan kaki, dia bisa memikirkan sesuatu yang bisa dilakukan lebih baik selanjutnya.
Dia sangat mudah dicintai Kopites dengan kesederhanaannya. Belum lagi gairah yang begitu besar. Klopp yang sangat ekspresif di pinggir lapangan, pernah mematahkan kaca matanya saat merayakan gol bersama para pemain.
Di sisi lain, politik, Klopp pun memiliki kesamaan dengan serikat pekerja kota Liverpool, dan manajer tersukses Bill Shankly. Shankly pernah mengatakan, sosialisme yang dianutnya adalah bekerja sama untuk mencapai tujuan. Pola pikir "kekirian" menjadi panutan manajer Liverpool pada 1959-1974 itu.
Klopp layaknya anak ideologis dari Shankly. "Saya di sebelah kiri, tentu saja. Saya percaya pada negara kesejahteraan. Saya tidak akan pernah memilih partai karena mereka berjanji menurunkan tarif pajak tinggi." ucapnya dalam wawancara otobiografi Klopp: Bring the Noise.
Baginya gaji bergelimang bukanlah sebuah keistimewaan. Dia memilih Liverpool karena sebuah alasan, yakni dukungan total dari para Kopites. Para pendukung akan membawa klub maju bersama.
Klopp memang ditakdirkan untuk Liverpool, begitu pula sebaliknya. Wajah Klopp sudah mengisi relung hati para Kopites. Kini gilirannya menorehkan tinta emas bagi sejarah klub. Tuah Norbert, sang pelita di utara, kembali dibutuhkan pada partai puncak melawan Tottenham Hotspur, malam nanti, di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid. (AP/AFP/REUTERS/)