Seminari Tinggi St Paulus Ledalero Flores yang Mendunia
Nama Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur, semakin mendunia. Saat banyak seminari tutup akibat kekurangan siswa, di Ledalero, semangat memuliakan Tuhan dan membantu sesama manusia terus tumbuh.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, Maumere, Flores, NTT, telah melahirkan ribuan pastor misionaris, puluhan uskup, dan ribuan kaum awam yang mengabdi di berbagai bidang kemasyarakatan. Seminari ini berdiri tahun 1937 di bawah Konggregasi Serikat Sabda Allah atau SVD (Societas Verbi Divini).
Nama Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur, semakin mendunia. Saat banyak seminari tutup akibat kekurangan siswa, di Ledalero, semangat memuliakan Tuhan dan membantu sesama manusia terus tumbuh.
Pengakuan paling anyar muncul dari lembaga rekonsiliasi internasional yang berbasis di Inggris, Faith Matter, tahun ini. Seminari ini diklaim menjadi salah satu pusat pendidikan seminari tinggi besar dunia. Pengakuan itu diiringi peluncuran film dokumenter The Miracle of Flores-The World’s Largerst Seminary.
Flores, oleh Faith Matter, disebut sebagai ”Vatikan” Indonesia. Di sini, mayoritas penduduknya beragama Katolik. Agama Katolik masuk pertama di Flores tahun 1912 dibawa Portugis. Mereka meletakkan dasar-dasar misi katolik di pulau yang disebut bangsa Portugis sebagai Pulau ”Bunga” ini. Keindahan alam dan bentuk pulau yang indah menyerupai setangkai bunga melintang.
Pastor Gregorius Neonbasu SVD, alumnus Seminari Tinggi St Paulus Ledalero di Kupang, Kamis (30/5/2019), mengatakan, film itu menyebutkan Flores telah menjelma menjadi pusat spiritualitas kontemporer dengan jumlah imam dan calon imam yang terus bertambah setiap tahun. Hal ini berbeda dengan seminari tinggi lain di dunia. Banyak seminari kekurangan calon imam.
STATUS FB SEMINARI TINGGI LEDALERO
Para Frater (calon pastor SVD) bersama pembina (rambut putih kanan belakang) di Seminari Tinggi Ledalero. Mereka siap diutus menjadi misionaris ke seluruh penjuru dunia sebagai pewarta kebenaran dan cinta kasih.
Saat ini, jumlah para frater (calon misionaris) di seminari tinggi sekitar 300 orang. Setiap frater menjalani masa pendidikan di lembaga ini selama hampir delapan tahun sebelum ditahbiskan menjadi pastor (imam). Pendidikan yang ditekuni di seminari ini ada dua hal pokok, yakni filsafat dan teologi. Selain itu, mereka juga dibekali dengan akhlak untuk mencintai yang baik dan benar demi masa depan peradapan manusia. Dari sisi akademik, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik menempati posisi ke-133 terbaik nasional (2015).
Di dua tahun pertama, mereka menjalani masa pembinaan yang disebut novisiat. Empat tahun kemudian menjalani studi filsafat teologi Katolik, satu tahun menjalani masa orientasi pastoral (di tengah masyarakat), dan satu tahun masa novisiat kekal sebagai persiapan tahbisan pastor. Namun, ada pula frater yang menjalankan masa pendidikan lebih dari delapan tahun karena beberapa alasan, seperti kesehatan.
Selama 75 tahun berdiri (1937-2012), seminari ini telah menahbiskan 1.477 pastor. Sekitar 500 pastor menjalankan peran sebagai misionaris di luar negeri dan 977 orang lainnya mengabdi di dalam negeri.
Beberapa negara yang menjadi rumah berkarya para lulusan seminari tinggi ini antara lain Argentina, Uruguay, Paraguay, Selandia Baru, Australia, Jepang, China, Amerika Serikat, Jerman, dan Filipina. Misi yang dijalankan sebagai pastor paroki, pengajar (dosen), hingga pembina rohani.
Selain menjadi pastor, seminari ini juga telah menghasilkan puluhan uskup, dengan tugas antara lain sebagai pemersatu, mewartakan Injil, dan merayakan ekaristi kudus. Seorang uskup memimpin sebuah keuskupan yang membawahi beberapa paroki.
Meski demikian, seminari ini tidak hanya meluluskan para calon pastor, tetapi juga ratusan bahkan ribuan orang yang terjun ke berbagai bidang kehidupan. Guru, TNI, Polri, PNS, organisasi nonpemerintah, wartawan, pengusaha, hingga karyawan swasta. Mereka ini memilih jalan hidup sebagai kaum awam, bukan selibat dengan beberapa alasan seperti kesehatan dan ketidaksanggupan menjalani hidup sebagai biarawan.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Mgr Dominikus Saku Pr, Uskup Keuskupan Atambua, salah satu dari puluhan uskup yang sebelumnya menjalani pendidikan di Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, Flores. Seminari ini telah mengutus sekitar 500 misionaris ke seluruh penjuru dunia.
Nama Ledalero, dalam bahasa Sikka, artinya tempat matahari bersandar. Keberadaannya bagaikan cahaya dari bukit yang memancar ke seluruh penjuru dunia. Sekitar Ledalero, sejak 1988-2017 hadir puluhan biara, yang kemudian mengirim para calon misionaris mengenyam pendidikan filsafat dan teologi di seminari tinggi ini.
Kehadiran puluhan lembaga biara dari berbagai konggregasi dan ordo di Flores menandai Flores tempat persemaian benih-benih panggilan hidup membiara. Portugis yang menjejakkan kaki di Flores 1912 rupanya mencium aroma mistis-religius yang tinggi di pulau ini.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Biara Nazaret Bruder Keluarga Kudus, salah satu dari puluhan biara katolik, yang hadir sekitar seminari Tinggi Ledalero. Mereka mengirim para biarawan/biarawati mengikuti pendidikan filsafat dan teologi di seminari ini.
Pastor Edu Jebarus Pr dari Keuskupan Larantuka, yang juga alumnus Seminari Tinggi Ledalero, menyebutkan, sebelum Indonesia merdeka telah terbentuk sejumlah lembagai pendidikan di Flores oleh misi Portugis. Bentuknya, seperti sekolah guru agama, sekolah pertukangan, sekolah perawat, dan pertanian. Beberapa pemuda asli Flores juga menjalani pendidikan dokter di luar negeri, kemudian kembali mengabdi di Flores.
Akan tetapi, menjadi salah satu yang disegani di dunia bukan berarti semua berjalan tanpa tantangan. Seminari tinggi ini sering mengalami kesulitan finansial untuk operasional. Sejumlah aset seminari sering tidak menghasilkan sesuai target. Meski demikian, manajemen seminari terus berjuang memberikan yang terbaik bagi komunitas ini. Perhatian sejumlah pihak untuk terus membuatnya membanggakan Indonesia jelas sangat dinantikan.