Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menjadi tumpuan harapan dalam menegakkan hukum terkait hak asasi perempuan di Tanah Air. Karena itu, tim komisioner yang duduk dalam lembaga tersebut harus memiliki integritas, komitmen, dan pemahaman yang kuat mengenai persoalan yang dihadapi perempuan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menjadi tumpuan harapan dalam menegakkan hukum terkait hak asasi perempuan di Tanah Air. Karena itu, tim komisioner yang duduk dalam lembaga tersebut harus memiliki integritas, komitmen, dan pemahaman yang kuat mengenai persoalan yang dihadapi perempuan.
Terkait hal itu, Panitia Seleksi (Pansel) untuk Pemilihan Anggota Komisi Paripurna Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) periode 2020-2024 mengajak seluruh warga negara yang aktif memperjuangkan hak asasi manusia untuk mendaftarkan diri sebagai calon anggota Komnas Perempuan. Sosok-sosok yang selama ini berjuang untuk kelompok rentan, yang mengalami diskriminasi juga didorong mendaftarkan diri sebagai calon komisioner.
”Ini momentum yang tepat bagi mereka yang berjuang menegakkan hak asasi perempuan untuk berbuat sesuatu dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan,” kata Usman Hamid, Ketua Pansel untuk Pemilihan Anggota Komnas Perempuan, Selasa (28/5/2019) di Jakarta.
Ini momentum yang tepat bagi mereka yang berjuang menegakkan hak asasi perempuan untuk berbuat sesuatu dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.
Usman yang didampingi anggota tim pansel, yaitu Mamik Sri Supatmi, Miryam SV Nainggolan, dan Kamala Chandrakirana, menyatakan, kehadiran sosok komisioner Komnas Perempuan yang mau mendedikasikan dirinya dalam meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak asasi perempuan sangat penting.
Apalagi angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, termasuk kekerasan seksual, dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. ”Ini perlu aksi nyata dari orang-orang berintegritas di bidang hak asasi manusia untuk bergabung dengan Komnas Perempuan melawan kekerasan berbasis jender,” kata Usman.
Pendaftaran calon anggota Komnas Perempuan dimulai sejak 25 Mei 2019 hingga 31 Juli 2019, dengan datang langsung ke Sekretariat Pansel Komnas Perempuan di Jalan Latuharhari No 4B Menteng, Jakarta, atau e-mail ke panitiaseleksi2019@komnasperempuan.go.id.
Persyaratan
Selain syarat administrasi, calon harus memenuhi persyaratan lain, antara lain terlibat aktif memperjuangkan HAM perempuan sekurang-kurangnya 10 tahun, tidak memiliki rekam jejak sebagai pelaku kekerasan, poligami, atau perusakan lingkungan, bukan pengurus atau anggota partai politik, serta memiliki pengetahuan, komitmen, konsistensi terhadap HAM perempuan, termasuk kekerasan dan diskriminasi berbasis jender di ruang publik dan privat, sesuai hukum nasional ataupun internasional.
Syarat lain adalah harus menghormati keragaman ataupun perbedaan kondisi fisik dan psikis, agama/keyakinan, ras/etnik, usia, orientasi seksual, asal-usul kebangsaan, dan status sosial lain, serta memiliki keberpihakan pada korban. Para kandidat juga harus memiliki kapasitas kepemimpinan, kematangan kepribadian, kemampuan bekerja sama, serta menjalin relasi dengan para pemangku kepentingan.
”Kami memberikan afirmasi atau mendorong kawan-kawan dari kelompok rentan, termarjinalkan, dan rentan diskriminasi, termasuk perempuan di wilayah konflik di Indonesia bagian timur agar punya represenstasi dalam Komnas Perempuan,” kata Mamik.
Kelompok rentan
Miriam menegaskan, sulit sekali mendapatkan calon-calon dari kelompok tertentu. Karena itu, tiap pemilihan komisioner Komnas Perempuan selalu terus dicari calon-calon yang bisa mewakili berbagai kelompok, termasuk kelompok rentan, rawan konflik, dan disabilitas dan sebagainya.
”Untuk komposisi anggota paripurna, diharapkan ada komposisi ideal yang mewakili berbagai kepentingan dan kelompok,” katanya.
Chandrakirana menambahkan sebagai pansel yang juga mantan komisioner Komnas Perempuan, bukan hanya kapasitas individu yang menjadi perhatian pansel, melainkan komposisi orang-orang yang duduk dalam komisi tersebut juga sangat penting. Selain itu, kehadiran komisioner laki-laki juga menjadi penting. Perhatian terhadap kelompok rentan sudah dilakukan semenjak Komnas Perempuan dibentuk.
”Sejak awal sudah ada perlakuan khusus, tentu setiap periode pemahaman kita tentang siapa yang rentan diskriminasi dan kekerasan berkembang terus,” kata Chandrakirana.