JAKARTA, KOMPAS – Standardisasi kode cepat atau QR Code akan mempermudah transaksi keuangan digital. Namun, standardisasi oleh Bank Indonesia atau BI memerlukan aturan lebih rinci, terutama terkait masalah pemotongan dan pembagian biaya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, Rabu (29/5/2019) di Jakarta, mengatakan, salah satu aturan yang perlu segera dikordinasikan yakni mengenai merchant discount rate (MDR). MDR merupakan biaya pemilik perangkat yang dibebankan kepada pedagang setiap kali nasabah bertransaksi.
“Karena kan sekarang pasti masing-masing operator sudah punya pembagian fee sendiri. Ini yang harus dibicarakan sesama operator sampai menemukan rumus tepat pemotongan dan pembagian saat transaksi," ucap Piter.
Sebelumnya, Senin kemarin, BI telah meluncurkan QR Code Indonesia Standard (QRIS). Peluncuran standardisasi ini mendorong seluruh sistem pembayaran kode cepat harus beradaptasi dengan QRIS pada semester II-2019.
QRIS itu bersifat Merchant Presented Mode (MPM). Hal itu memungkinkan pembayaran kode cepat dilakukan lintas bank atau tekfin. Tujuannya menghilangkan eksklusifitas dalam pembayaran yang mendukung ekosistem ekonomi keuangan digital.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menjelaskan, standardisasi kode cepat merupakan kemajuan pesat. Namun, hal itu perlu diperkuat dengan regulasi perpindahan dana saat transaksi.
"Biayanya siapa yang tanggung jika nanti ada transaksi lintas tekfin. Selama ini kan belum ada dan belum bisa transaksi antar tekfin. Bahkan setiap tekfin punya mesinnya sendiri. Ini yang harus diatur terlebih dahulu," tutur Huda.
Menurut Huda, BI bisa saja memberlakukan kebijakan seperti halnya Gerbang Pembiayaan Nasional (GPN). Dalam GPN, BI memberlakukan kebijakan MDR sebesar 1 persen.
"Namun harus dibicarakan terlebih dahulu dengan pihak tekfin-nya. Sebab pembebanan ke konsumen sangat sensitif terhadap permintaan layanan tekfin. Jadi harus sangat hati-hati penerapannya," tambah Huda.
Standardisasi kode cepat merupakan salah satu upaya peningkatan ekonomi keuangan digital dalam Sistem Pembayaran Indonesia yang akan rampung pada 2025 mendatang. Standardisasi ini diharapkan mempercepat kondisi pengurangan persebaran uang tunai atau cashless society di Indonesia.
Meski belum terdapat aturan terkait MDR, dukungan diberikan oleh Maybank Indonesia. Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan, pihaknya telah menyiapkan operasional kode cepat dengan beberapa pedagang besar.
“Prospeknya bagus karena memudahkan transaksi ritel. Terutama ini bisa semakin meningkatkan cashless transaction,” ucap Taswin.
Maybank sendiri memang sedang fokus meningkatkan ekonomi digital pada 2019. Tahun ini, mereka menganggarkan sekitar Rp 143 miliar belanja modal untuk keperluan teknologi informasi. Salah satunya untuk pembaruan produk internet banking Maybank2u atau M2U.