JAKARTA, KOMPAS — Dalam dua tahun terakhir, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menstandardisasi 184 museum di seluruh Indonesia. Hasil standardisasi menunjukkan, sebagian besar museum masih masuk dalam kategori Tipe C atau cukup.
Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum, menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebudayaan) melakukan standardisasi museum dua tahun setelah museum memperoleh nomor pendaftaran nasional. Karena itulah, museum-museum yang berdiri sebelum PP tersebut ditetapkan dapat langsung mengikuti standardisasi.
Hingga tahun 2018, di seluruh Indonesia tercatat ada 435 museum yang dimiliki kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan perorangan/swasta. Dari jumlah tersebut baru 184 museum yang berhasil distandardisasi
“Tahun 2017 ada 104 museum yang berhasil kami standardisasi dengan hasil 26 persen masuk kategori museum tipe A; 29 persen tipe B; dan 45 persen tipe C. Sementara itu, tahun 2018 kami melakukan standardisasi 80 museum dengan hasil 7,5 persen museum tipe A; 22,5 persen tipe B, 62,5 persen tipe C; dan 7,5 persen tipe D atau belum terstandardisasi,” kata Fitra Arda, Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Ditjen Kebudayaan, Kemdikbud, Senin (27/5/2019), di Jakarta.
Standardisasi dihasilkan dari proses wawancara dan kunjungan ke lapangan yang kemudian ditindaklanjuti dengan sidang pleno narasumber untuk menentukan tipe museum dan rekomendasi. Hasil standardisasi tipe A (amat baik) ditujukan pada museum dengan nilai akhir sekitar 86,66-100, tipe B (baik) dengan nilai akhir 73,33-86,65, dan tipe C (cukup) dengan nilai akhir 60-73,32. Jika penilaian sebuah museum di bawah ketiga nilai di atas, maka dipastikan museum yang bersangkutan belum terstandardisasi.
Kendala
Bertolak dari hasil standardisasi museum dua tahun terakhir, sebagian besar museum yang distandardisasi baru berada pada level kualifikasi cukup. Kurangnya sumber daya manusia profesional di bidang permuseuman seperti kurator, konservator, maupun edukator menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, banyak museum masih terlena sekadar menampilkan pameran-pameran tetap saja dan kurang tergerak untuk bereksplorasi menciptakan pameran-pameran temporer yang menarik bagi masyarakat.
Kurangnya sumber daya manusia profesional di bidang permuseuman seperti kurator, konservator, maupun edukator menjadi salah satu penyebabnya.
Museum lain seperti Ketep Volcano Center di kawasan wisata Ketep Pass Magelang mengalami kendala khusus gangguan petir yang merusak seluruh peralatan elektronik dan komputer museum tersebut. Karena berada di dataran tinggi, maka museum tersebut sangat rawan terkena gangguan petir. Akibat kendala ini, sampai sekarang miniatur gunung berapi bersama peta kawasan rawan bencana nyaris mati seluruh panel-panel penunjuknya.
Meski demikian, di sejumlah daerah ditemukan pula museum-museum yang benar-benar dikemas dengan menarik menggunakan materi-materi interaktif serta digitalisasi seperti di Museum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Magelang, Jateng. Museum BPK dikemas dengan tampilan-tampilan warna segar memanfaatkan teknologi digital yang memudahkan pengunjung berinteraksi dengan materi-materi museum.
“Data dan informasi yang kami sampaikan ke pengunjung mudah sekali dipahami. Mereka juga bisa berinteraksi dan berswafoto di koleksi-koleksi kami,” kata Dicky Dewarijanto, Kepala Museum BPK.
Dievaluasi tiap tiga tahun
Ke depan, semua museum yang telah distandardisasi akan terus-menerus dievaluasi setiap tiga tahun. Evaluasi itu menghasilkan penetapan kenaikan standardisasi, posisi standardisasi yang sama, penurunan standardisasi, dan bahkan keputusan mencabut status terstandardisasi dari sebuah museum. Selain itu, evaluasi juga bisa memberikan rekomendasi perlunya pembinaan pada museum-museum tertentu.
Pembinaan museum bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari bimbingan teknis, advokasi pengelolaan museum, serta bantuan berupa dana, sarana dan/atau tenaga ahli. Bimbingan teknis bisa dilakukan dengan melakukan sertifikasi kurator, sertifikasi edukator, dan bimbingan teknis pameran. Di luar itu, museum-museum juga bisa mengajukan revitalisasi museum berupa pembangunan fisik, penyusunan manajemen, program, pencitraan, kebijakan, dan jaringan.