Mencari Kembali Makna Everest yang Kini Dipenuhi Wisatawan
National Geographic mencatat, selama 1923-1999 dilakukan 1.169 pendakian hingga ke puncak Everest. Sedangkan selama 2000-2018 dilakukan 7.990 pendakian hingga ke puncak Everest.
Aktor John Hawkes yang berperan sebagai pendaki gunung bernama Doug Hansen dalam film Everest (2015) pernah mengucapkan sebuah kalimat: Aku berpikir, jika mereka melihat orang biasa berusaha mewujudkan mimpi yang mustahil, mereka akan terinspirasi melakukan hal yang sama.
Impian Hansen rupanya terkabul secara harfiah. Semua orang kini bisa mewujudkan mimpi yang mustahil, termasuk mendaki gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest.
National Geographic mencatat, selama 1923-1999 dilakukan 1.169 pendakian hingga ke puncak Everest. Sedangkan selama 2000-2018 dilakukan 7.990 pendakian hingga ke puncak Everest.
Ed Dohring, seorang dokter dari Arizona, mengatakan, beberapa hari yang lalu, ia telah berhasil mencapai puncak Everest. Namun, ia malah terkejut dengan pemandangan yang ada.
“Sangat mengerikan. (Di sana) seperti berada di kebun binatang,” kata Dohring, dari Kathmandu, Nepal, kepada New York Times, Minggu (26/5/2019).
Betapa tidak, para “pendaki” saling mendorong untuk berswafoto. Bagian datar dari puncak Everest, yang Dohring perkirakan seluas dua meja pingpong, dipenuhi sekitar 15-20 orang. Ia harus menunggu di sebuah batu pijakan licin yang curam selama berjam-jam, sambil berdesak-desakan, untuk menanti giliran naik ke puncak.
Jika dibandingkan, beberapa dekade yang lalu, hanya pendaki gunung berpengalaman yang rela membayar mahal untuk dapat mendaki Everest. Namun, beberapa tahun belakangan, pendakian gunung Everest berubah menjadi tawaran wisata.
Perusahaan operator murah di Kathmandu dan luar negeri mulai masuk dan menawari pasar bahwa siapa saja bisa naik ke puncak Everest. Sayangnya, mereka tidak memprioritaskan keselamatan para pendaki.
Pendakilah yang akhirnya harus membayar mahal.
Setidaknya 10 orang telah meninggal dalam dua minggu terakhir selama musim pendakian pada Mei 2019. Terakhir, lebih dari 10 orang meninggal di Everest terjadi pada 2015 karena longsor.
Yang menjadi tantangan mereka bukanlah longsor, badai, atau angin kencang. Para pendaki veteran mengklaim, ancaman pembunuh saat ini justru adalah terlalu banyak orang dalam lokasi, yang ditambah dengan kebanyakan mereka tidak berpengalaman mendaki.
Ketika mendekati puncak, para pendaki kini harus mengantre panjang terlebih dulu baru bisa naik ke atas. Kondisi mereka yang sudah kelelahan diperparah oleh kekurangan oksigen karena berada 29.000 kaki di atas permukaan laut.
Dengan ketinggian tersebut, tidak ada ruang untuk kesalahan. Pendaki hanya bisa membawa tabung oksigen untuk naik ke puncak dan kembali turun. Penundaan waktu selama satu atau dua jam bisa berakibat fatal pada kematian.
Para pemandu dan pendaki profesional mengatakan, sejumlah pendaki juga tidak fit untuk mendaki. Mereka tidak mengetahui bagaimana memakai crampon (paku pencengkeram) di sepatu agar tidak licin.
“Anda harus memiliki kualifikasi untuk mendaki gunung tertinggi di dunia, tetapi tidak. Ada yang salah dengan ini,” kata Alan Arnette, seorang penulis dan pendaki Everest.
Acuh tak acuh
Sejumlah pendaki veteran berpendapat, kondisi ini diperparah dengan sikap acuh tak acuh dari Pemerintah Nepal. Pemerintah Nepal terus mengeluarkan izin pendakian melebihi kapasitas tampung Everest.
Tahun ini, Pemerintah Nepal mengeluarkan 381 izin pendakian. Para pendaki mengatakan, jumlah izin naik secara teratur setiap tahun. Jumlah izin pada 2019 ini menjadi terbanyak dari yang pernah diberikan.
“Tidak akan ada perbaikan. Terlalu banyak korupsi terjadi di pemerintahan sehingga mereka mengambil apapun yang bisa mereka peroleh,” kata Lukas Furtenbach, seorang pemandu pendakian Everest.
Padatnya jumlah pendaki yang datang di Nepal terpaksa membuat Furtenbach memindahkan para pendakinya ke tempat lain. Ia bersama timnya akhirnya pindah mendaki Everest dari sisi China.
Selama ini, Nepal telah memiliki catatan sebagai negara termiskin di Asia dengan regulasi yang buruk dan manajemen yang tidak tepat. Nepal juga tidak memiliki aturan yang jelas terkait siapa saja yang bisa mendaki Everest.
Pemerintah Nepal membantah tudingan tersebut. Menurut mereka, perusahaan perjalanan yang harus bertanggung jawab atas keselamatan pendaki di atas gunung.
Direktur Jenderal Kementerian Pariwisata Nepal Danduraj Ghimire, Minggu (26/5/2019), mengatakan, penyebab jumlah kematian yang besar pada tahun ini bukan karena banyaknya pendaki. Namun, karena cuaca buruk sehingga pendaki tidak memiliki cukup waktu mendaki.
“Untuk itu, pemerintah tidak berniat untuk mengubah jumlah izin. Jika anda ingin membatasi jumlah pendaki, hentikan saja semua ekspedisi di gunung suci kami,” ucap Ghimire.
National Geographic menyebutkan, sebanyak 170 orang meninggal selama 1.169 pendakian, pada 1923 to 1999 (14,5 persen). Adapun jumlah kematian turun mencapai 123 orang selama 7.990 pendakian pada 2000-2018 (1,5 persen).
Pendakian Gunung Everest tergantung dari sisi cuaca. Bulan Mei merupakan waktu terbaik untuk mendaki, meskipun hanya tersedia beberapa hari cerah.
Namun, menurut para pendaki, masalah yang terjadi pada tahun ini adalah terlalu banyak orang yang mencoba mendaki pada saat yang bersamaan. Apalagi, tidak ada otoritas yang mengatur kapan grup tertentu dapat mencapai puncak, semua tergantung pada perusahaan yang mengatur pendakian.
Rizza Alee, pendaki Everest dari arah Kashmir, menceritakan, ia terperangah dengan kondisi pendakian Everest saat ini. Para pendaki sibuk mendaki tanpa memiliki rasa empati dengan pendaki lain yang sedang berjuang susah payah.
Sementara itu, seorang pendaki veteran, Fatima Deryan, mengatakan, sulit untuk membantu para pendaki pemula yang jatuh sakit karena kekurangan oksigen. Ia dapat membahayakan nyawanya sendiri.
“Suhu turun minus 30 derajat celcius dan cadangan tangki oksigen sedikit, sedangkan 150 orang berkumpul pada garis keamanan yang sama. Banyak yang panik dan tidak ada yang memikirkan mereka yang jatuh. Ini pertanyaan soal etika, jika anda membantu maka anda yang akan mati,” tutur Deryan.
Makna Everest
Gunung Everest adalah gunung tertinggi di dunia di atas permukaan laut yang terletak di antara Nepal dan Tibet. Sebagai bagian dari Pegunungan Himalaya, Everest memiliki tinggi 8.848 meter.
Keagungan Everest sebagai surga bagi pencari tantangan kelas dunia telah berakhir. Begitu pula dengan eksklusivitas untuk mencapai puncaknya. Kini, semua orang dapat mendaki Everest.
Ed Dohring mengatakan, sejak kecil ia selalu bermimpi untuk pergi ke tempat tertinggi di dunia. “Anda melihat ke arah puncak gunung dan berpikir apa yang sedang anda lakukan disini,” tuturnya.
Ia akhirnya memaksa maju untuk mendaki puncak, melewati rombongan orang-orang yang sibuk mengambil gambar. Sebegitu takutnya Dohring ketika tiba di puncak, ia akhirnya duduk di salju agar tidak kehilangan keseimbangan.
Pemandunya membantu mengambil gambarnya di puncak. Dohring kemudian berpose dengan sebuah tanda bertuliskan “Hai Ibu, saya mencintaimu”.
Pendaki pertama Everest, Sir Edmund Hillary pernah mengatakan, bukan gunung yang kita kalahkan, tetapi diri sendiri. Dalam bukunya berjudul View From the Summit (2017), Hillary menulis:
Saya senang pendakian Himalaya terjadi ketika semuanya merupakan kali pertama. Kami bekerja sebagai tim, mencari rute baru, dan melewati tantangan yang ada.
Prosedur yang ada sekarang berbeda… Banyak orang amatir datang menggunakan bantuan pemandu profesional. Everest seharusnya tidak pernah dianggap remeh. Ia masih menjadi tantangan yang besar.
Sayangnya, ekspedisi kami (bersama Tenzing Norgay), menjadi panutan dan saya tidak bisa beralasan bahwa kami tidak tahu ini akan terjadi. Namun, saya tidak pernah ada keinginan untuk mati di dalam jurang yang dalam, saya lebih memilih mati dengan damai jika memungkinkan. (AFP)