Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Giatkan Ekowisata
Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara, menggandeng warga setempat untuk mengembangkan ekowisata demi mengatasi pembalakan hutan. Ekowisata diyakini dapat menjadi sumber pemasukan baru bagi masyarakat.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
BOLAANG MONGONDOW, KOMPAS — Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara, menggandeng warga setempat untuk mengembangkan ekowisata demi mengatasi pembalakan hutan. Ekowisata diyakini dapat menjadi sumber pemasukan baru bagi masyarakat serta menguatkan kesadaran melestarikan keanekaragaman hayati.
Hasil penginderaan jauh menunjukkan, 17.600 hektar dari 282.000 hektar wilayah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) telah dibalak untuk diambil kayunya serta dijadikan area kebun. Pembalakan paling parah terjadi, antara lain, di Lembah Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
Alih-alih memidanakan, pengelola TNBNW mengajak warga memanfaatkan sumber air, hasil hutan bukan kayu, dan ekowisata dari kawasan konservasi. ”Potensi ekowisata jelas ada pada keanekaragaman hayati taman nasional,” kata Elisabeth Purastuti, Field Coordinator Enhancing the Protected Area System in Sulawesi (EPASS), mitra TNBNW, Senin (27/5/2019).
Pengembangan ekowisata akan membantu warga menyadari keanekaragaman hayati TNBNW. TNBNW adalah rumah satwa endemik Sulawesi, seperti anoa, babi rusa, musang sulawesi, tarsius, maleo, dan burung tiong lampu. Ekowisata berbentuk pengamatan satwa bisa menjadi sumber pemasukan jangka panjang bagi warga desa.
”Kalau ekowisata bisa berkembang seperti di Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus (Bitung), masyarakat bisa beralih profesi sehingga pembalakan bisa dikurangi. Penghasilan dari ekowisata pun cukup besar, bisa lebih dari Rp 200.000 per hari,” ujar Elisabeth.
TNBNW dan EPASS membina warga di bidang ekowisata dimulai sejak 2017. Hingga akhir 2018, ada 13 desa yang dibina mengembangkan ekowisata. Lima desa berada di Bolaang Mongondow, antara lain Desa Kinomaligan, Pinonobatuan, dan Werdhi Agung Selatan. Semuanya di daerah Lembah Dumoga.
”Di Desa Pinonobatuan yang dekat Suaka Maleo Tambun, kami bentuk kelompok ekowisata yang terdiri dari empat bagian, yaitu pemandu wisata, kuliner, pembuatan oleh-oleh, dan pengelola homestay. Di Werdhi Agung Selatan, ada ekowisata sumber air. Semua masih dalam pengembangan,” tuturnya.
Kepala Seksi Pengelola Taman Nasional Wilayah II TNBNW Agung Triono mengatakan, TNBNW ingin warga desa mengelola ekowisata secara mandiri. Peran dinas terkait diperlukan untuk mengembangkan keahlian warga desa.
”Misalnya, tour guide harus siap dengan pemahamannya tentang burung-burung di kawasan. Pemilik homestay juga harus dibimbing agar bisa meningkatkan kenyamanan bagi pengunjung. Dengan begitu, kesejahteraan masyarakat desa bisa terwujud dan berkesinambungan, ekosistem juga tetap terjaga,” ucapnya.
Terhambat
Sekretaris kelompok ekowisata Maleo Leosan Desa Pinonobatuan, Silvana Waluyan, mengatakan, aktivitas kelompok kuliner telah berjalan, misalnya pembuatan kue kering saat ada pertemuan pengelola TNBNW. Namun, akses pasar bagi produk masih sangat kurang, terutama untuk oleh-oleh.
”Kami sudah membuat 100 gantungan kunci dan beberapa boneka. Kami siap menerima pesanan karena sudah bisa berproduksi. Tapi, belum ada yang bisa terjual karena belum ada pembeli,” katanya.
Sekretaris Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Bolaang Mongondow Melania Tulusan mengatakan, pihaknya bisa memberikan pelatihan bagi kelompok ekowisata di bidang kuliner. Selain itu, produk oleh-oleh juga bisa dipamerkan di gedung Pusat Layanan Usaha Terpadu di Manado.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pariwisata Bolaang Mongondow Ulfa Paputungan mengatakan, ikon pariwisata juga perlu dikembangkan. ”Bolaang Mongondow belum punya ikon pariwisata yang jelas. Maleo bisa dijadikan ikon didukung suvenir yang dibuat warga,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini 60 orang sedang dilatih menjadi pemandu wisata. Hingga akhir tahun, ditargetkan 180 pemandu wisata dari 200 desa sudah selesai dilatih. Ia juga menyatakan akan membantu pengembangan empat homestay di Desa Pinonobatuan.