Pemerintah Kota Surabaya melalui Kejaksaan Negeri Surabaya melayangkan somasi kepada 108 keluarga yang tinggal di kawasan Taman Hiburan Rakyat Surabaya, Senin (27/5/2019). Warga yang tinggal di aset milik Pemkot Surabaya itu diminta segera mengosongkan bangunan maksimal dalam waktu 14 hari.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya melalui Kejaksaan Negeri Surabaya melayangkan somasi kepada 108 keluarga yang tinggal di kawasan Taman Hiburan Rakyat Surabaya, Senin (27/5/2019). Warga yang tinggal di aset milik Pemkot Surabaya itu diminta segera mengosongkan bangunan maksimal dalam waktu 14 hari.
Pengosongan bangunan dilakukan karena Pemkot Surabaya akan melakukan revitalisasi Taman Hiburan Rakyat (THR) menjadi pusat kesenian. ”THR Surabaya harus segera dikosongkan karena akan ditata ulang,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Antiek Sugiharti, Senin (27/5/2019), di Surabaya.
THR Surabaya yang sudah ada sejak 1905 dengan nama Jaar Mark itu akan direvitalisasi menjadi gedung pusat kesenian. Kondisi bangunan yang rusak dan mulai tidak terawat akan dibangun kembali menjadi gedung kesenian yang lebih memadai.
Namun, rencana itu belum bisa terlaksana karena beberapa sudut bangunan masih dihuni warga. Bangunan-bangunan yang ada di kawasan tersebut bahkan berubah fungsi menjadi tempat tinggal dan kantor, padahal pada awalnya gedung itu dibangun sebagai tempat kesenian. Biaya listrik dan air juga membengkak menjadi Rp 43 juta per bulan karena digunakan tidak seperti peruntukan awalnya.
”Ada 108 keluarga yang tinggal di THR Surabaya, sebanyak 90 persen merupakan warga luar Surabaya. Mereka menggunakan kios dan gedung kesenian sebagai tempat tinggal, bahkan ada yang membuat kantor pengacara,” ujar Antiek.
Pengosongan bangunan juga berlaku bagi penghuni gedung Srimulat, gedung ketoprak, Wayang Orang (Pringgodani), dan gedung ludruk. Penghuni tempat pertunjukan tersebut rata-rata adalah seniman. Mereka berdalih tinggal di tempat itu karena mempersiapkan pentas yang cukup lama. Gamelan milik Pemkot Surabaya di tempat tersebut juga sudah diambil kembali.
Antiek mengatakan, selama masa revitalisasi, seniman diberikan tempat pentas di Gedung Balai Pemuda. Mereka juga diberikan subsidi hingga Rp 1,5 per kelompok setiap pentas. ”Seniman tetap bisa berkarya,” katanya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, revitalisasi THR Surabaya merupakan bentuk komitmen penyediaan ruang bagi pelaku kesenian di Surabaya. Gedung THR nantinya akan dibangun lebih baik dan berada persis di sisi Jalan Kusuma Bangsa untuk menarik pengunjung, tidak seperti saat ini yang berada di belakang Hi Tech Mall.
Dia berharap, gedung yang lebih representatif bisa menarik lebih banyak pengunjung menikmati kesenian khas Surabaya yang ditampilkan di THR. Selain itu, THR Surabaya yang direvitalisasi juga diharapkan menjadi ikon baru masyarakat ”Kota Pahlawan”.
”Bagi penghuni THR Surabaya yang ber KTP Surabaya akan diberikan tempat di rumah susun untuk tempat tinggal,” ujarnya.
Kawasan THR Surabaya yang baru nanti akan terintegrasi sebagai pusat kesenian dan pusat elektronik. Warga yang menonton pertunjukan bisa mampir berbelanja kebutuhan elektronik, begitu pula sebaliknya, hanya di satu kawasan yang sama.
Sutradara kelompok ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara Surabaya, Meimura, berharap, Balai Pemuda yang menjadi lokasi pertunjukan kondisinya bisa lebih baik daripada di THR Surabaya. Sebab, pentas ludruk membutuhkan banyak properti seperti kelir dan tiang-tiang yang tidak bisa diabaikan dalam pertunjukan.
Penyelamatan aset
Risma menambahkan, saat ini pihaknya terus melakukan penyelamatan aset-aset Pemkot Surabaya. Kawasan-kawasan yang masih dihuni warga diminta untuk segera dikosongkan. Selain lahan di THR Surabaya, Pemkot Surabaya juga melakukan pengosongan di aset yang dimanfaatkan oleh pihak lain, seperti di Wisma Persebaya, TVRI, dan Universitas Merdeka.
”Penyelamatan aset dilakukan karena kami harus memberikan laporan penggunaan dan keuangannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan,” ujar Risma.
Aset yang baru saja berhasil diselamatkan adalah tanah seluas 7 hektar dengan nilai Rp 26 miliar di Desa Ploso, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Dengan mulai kembalinya aset Pemkot secara bertahap, selama kepemimpinan Risma sejak 2010, paling tidak sudah 100 hektar aset Pemkot kembali dalam genggaman Pemkot Surabaya.
Penyerahan aset berupa tanah itu diserahkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) Sunarta kepada Risma di ruang sidang Balai Kota Surabaya, Senin, (27/5/2019). Ke depan semua aset itu akan digunakan sebaik mungkin dan dikembalikan fungsinya untuk masyarakat. ”Tanah yang di Sidoarjo milik Pemkot Surabaya, tetapi selama 20 tahun tidak bisa dipakai karena ada permasalahan,” kata Risma.
Selama 20 tahun, aset itu dikuasai pihak ketiga yang seharusnya menyerahkan ganti rugi berupa tanah atau tukar guling. Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim Sunarta mengatakan, pengembalian tanah bisa dilakukan karena ada unsur tindak pidana korupsi.
Tanah yang di Sidoarjo milik Pemkot Surabaya, tetapi selama 20 tahun tidak bisa dipakai karena ada permasalahan.
Lahan seluas 7 hektar itu merupakan barang bukti dan saat ini telah diserahkan kembali kepada Pemkot Surabaya. ”Tanah tersebut jadi barang bukti dan diambil oleh negara dan dalam pelaksanaan putusan, lahan 7 hektar itu diserahkan ke Pemkot sebagai pelaksanaan dari putusan pengadilan tinggi,” kata Sunarta.