Risiko Kerugian Sistem Pembayaran Digital Diantisipasi
Bank Indonesia mengantisipasi segala risiko moneter yang berpotensi timbul akibat proses transformasi ekonomi digital, terutama dalam sistem pembayaran. Caranya dengan memastikan arus digitalisasi berada dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mengantisipasi segala risiko moneter yang berpotensi timbul akibat proses transformasi ekonomi digital, terutama dalam sistem pembayaran. Caranya dengan memastikan arus digitalisasi berada dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif.
Salah satu upaya Bank Indonesia (BI) agar digitalisasi ekonomi tidak mengganggu kestabilan sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran adalah dengan meluncurkan Standar Kode Cepat Indonesia (QR Code Indonesia Standard/QRIS).
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, peluncuran QRIS sejalan dengan transformasi ekonomi digital yang semakin cepat dan luas. Standardisasi ini memungkinkan kode cepat perbankan dapat digunakan dalam jaringan tekfin, atau sebaliknya.
”Ini langkah awal transformasi digital di sistem pembayaran Indonesia dalam membantu percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan digital,” kata Perry dalam peluncuran QRIS di Jakarta, Senin (27/5/2019).
Perry menuturkan, perkembangan sistem keuangan digital membuat data nasabah sudah menjadi sebuah komoditas yang bernilai tinggi. Hal ini memicu ancaman siber menjadi risiko tinggi yang harus dikelola dengan baik.
Implementasi QRIS dapat menghilangkan sekat-sekat eksklusivitas pembayaran pada layanan tekfin ataupun perbankan. Diharapkan interkoneksi ini dapat mengurangi risiko persaingan monopolistik dan shadow banking yang berujung pada hambatan pengendalian moneter.
”Integrasi ekonomi-keuangan digital nasional menjamin fungsi bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan,” ujarnya.
Implementasi QRIS dapat menghilangkan sekat-sekat eksklusivitas pembayaran pada layanan tekfin ataupun perbankan. Diharapkan interkoneksi ini dapat mengurangi risiko persaingan monopolistik dan shadow banking yang berujung pada hambatan pengendalian moneter.
Untuk penerapan QRIS, BI mengacu pada Europay Mastercard Visa (EMV). EMV merupakan standar pembayaran menggunakan cip, Near Field Communication (NFC) ataupun kode QR sebagai penghubung (interface) ke dompet digital (e-wallet).
Seluruh sistem pembayaran kode QR di Indonesia nantinya harus beradaptasi dengan QRIS. Penyedia jasa pembayaran seperti Ovo, Gopay, Dana, LinkAja, termasuk AliPay dan WeChatPay, nantinya harus menyesuaikan dengan kode standar itu. Aturan ini mulai diimplementasikan pada semester II-2019.
Sebelumnya, uji coba tahap pertama proyek percontohan standardisasi kode QR dimulai sejak September hingga November 2018. Saat ini uji coba tahap kedua tengah dilakukan untuk menguji sejumlah kendala, misalnya dalam transaksi saldo sudah terpotong, tetapi dana belum diterima pedagang.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono mengatakan, BI akan memastikan standar QR yang dirilis dapat diikuti oleh semua pihak. Dengan begitu, implementasi QRIS tidak akan menyulitkan lembaga-lembaga penyedia layanan kode QR.
Selaku regulator di bidang sistem pembayaran, BI memastikan agar semua kode QR terstandardisasi sehingga memungkinkan operasi antarplatform. Transaksi dipastikan dilakukan dapat diverifikasi dengan mudah sehingga meminimalkan kesalahan yang dapat merugikan masyarakat.
Keuangan inklusif
Dalam kesempatan yang sama, pendiri dan CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, mendukung implementasi QRIS. Menurut dia, transformasi ekonomi digital bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk mendorong literasi keuangan masyarakat.
Dia mencontohkan inovasi fitur Tokopedia mendorong masyarakat, terutama dari generasi milenial, untuk melek investasi melalui instrumen emas dan reksadana. Ekosistem ekonomi digital ini perlu dijaga untuk membangun ekonomi yang inklusif.
”Jadi, kalau ada yang bilang teknologi digital mendisrupsi kemapanan, seolah membuat yang sudah rapi menjadi berantakan, saya pikir itu hal yang salah,” ujarnya.
Sementara itu, Managing Director Gopay Budi Gandasoebrata juga menyampaikan perusahaannya berupaya mendorong terciptanya cashless society (masyarakat tanpa uang tunai) seperti yang dicitakan bank sentral.
”Salah satu caranya dengan mengadopsi berbagai teknologi, termasuk kode QR. Kode QR saat ini masih menjadi solusi terbaik bagi sistem pembayaran di Indonesia karena mudah dipakai, sederhana, dan familier,” ujarnya.