Jatim Potensial Pemasok Patin untuk Kebutuhan Ekspor
Provinsi Jawa Timur berpotensi besar menjadi sentra produksi patin untuk menjawab tantangan pasar ekspor. Ikan yang dihasilkan tidak saja memiliki kualitas terbaik, melainkan mampu memenuhi kriteria pangan internasional. Kesadaran untuk mengimplementasikan cara pembudidayaan ikan yang baik cukup tinggi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Provinsi Jawa Timur berpotensi besar menjadi sentra produksi patin untuk menjawab tantangan pasar ekspor. Ikan yang dihasilkan tidak saja memiliki kualitas terbaik, melainkan mampu memenuhi kriteria pangan internasional. Kesadaran untuk mengimplementasikan cara pembudidayaan ikan yang baik cukup tinggi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengekspor produk patin olahan asal Indonesia ke Arab Saudi, Senin (27/5/2019). Ekspor perdana melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ini berlangsung secara bertahap. Tahap pertama sebanyak tiga kontainer berisi irisan daging ikan dan stik. Setiap kontainer memuat 21,5 ton.
Komisaris Utama PT Adib Global Food Supplies Budi Mulyono selaku eksportir mengatakan total rencana ekspor patin olahan ke Arab Saudi mencapai 300 ton dari kebutuhan sebanyak 600 ton lebih. Dari segi suplai ikan mencukupi, namun pihaknya terkendala proses pengurusan dokumen ekspor dari Arab Saudi (Saudi Food and Drug Authority) yang sangat ketat.
“Dari 300 ton patin olahan ekspor ke Arab Saudi, sebanyak 80 persennya dipasok oleh pembudidaya di Tulungagung, Jatim. Sisanya dipenuhi dari pembudidaya patin di Sumatera Utara dan Jawa Barat,” ujar Budi Mulyono disela acara Ekspor Perdana Ikan Patin Bagi Jamaah Haji 2019 di Instalasi Karantina Puspo Agro Sidoarjo.
Budi mengatakan patin hasil budidaya di sentra produksi Tulungagung memiliki kualitas terbaik di Indonesia. Hal itu terjadi antara lain karena pembudidaya rajin menerapkan Cara Pembudidayaan Ikan yang Baik (CPIB) seperti menjaga kualitas air dengan melakukan penggantian secara rutin atau menggunakan probiotik.
Kepala Dinas Perikanan Jatim Muhammad Gunawan Saleh mengatakan Tulungagung merupakan sentra produksi utama patin Indonesia. Sentra lainnya tersebar di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Selatan. Kendati Tulungagung termasuk baru dalam hal budidaya patin dibandingkan Sumut dan Kalsel, namun produktivitasnya tinggi dan kualitasnya pun terbaik.
“Rerata produksi patin di Tulunggagung mencapai 50-60 ton per hari. Jumlah pembudidaya yang memiliki sertifikat CPIB saat ini mencapai 30 orang,” ujar Gunawan Saleh.
Sertifikat CPIB ini menjadi salah satu syarat untuk memenuhi kriteria ekspor. Ada banyak hal yang harus diperhatikan oleh pembudidaya untuk mendapatkan sertifikasi tersebut mulai dari kondisi lahan, benih yang digunakan, hingga pemilihan pakan ikan sebab hal-hal itu akan berdampak pada mutu ikan. Para pembudidaya di Tulungagung ini memiliki antusias tinggi untuk belajar dan mengembangkan usahanya.
Dalam kerangka membantu pembudidaya mengembangkan usahanya, Pemprov Jatim telah memberikan pelatihan tentang teknik budidaya dan pendampingan di lapangan melalui para penyuluh perikanan. Selain itu telah dialokasikan Rp 12 miliar dana dari APBD Jatim untuk bantuan pinjaman modal usaha. Bantuan ini hanya stimulan agar mereka lebih bergairah dalam berusaha.
Rerata produksi patin di Tulunggagung mencapai 50-60 ton per hari. Jumlah pembudidaya yang memiliki sertifikat CPIB saat ini mencapai 30 orang
Gunawan menambahkan selain Tulungagung, budidaya patin potensial dikembangkan di Kabupaten Kediri dan Jombang yang memiliki kualitas air bagus dan suplai air berlimpah karena dilintasi Sungai Brantas. Pihaknya akan memetakan seluruh daerah di Jatim yang potensial untuk budidaya patin sebab komoditas ini menjadi primadona ekspor perikanan budidaya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo mengatakan produk patin olahan asal Indonesia berpotensi dipasarkan di Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Permintaan pasarnya tinggi. Permintaan pasar itu antaralain untuk memenuhi kebutuhan jamaah haji asal Indonesia dan jamaah umroh.
Direktur Jenderal Pelayanan Haji Kemenag Muhajirin Yanis mengatakan ikan patin dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan jamaah haji Indonesia. Selama berada di Arab Saudi, jamaah haji menerima menu makanan dengan pola lauk 2,3,4,5. Artinya, dalam seminggu mereka akan menerima menu makan dengan lauk telur sebanyak dua kali, menu makan dengan lauk daging sebanyak tiga kali, menu makan dengan lauk ayam sebanyak empat kali dan menu dengan lauk ikan sebanyak lima kali.
Satu kali makan mereka memerlukan 120 gram daging ikan mentah. Dengan asumsi selama berhaji para jamaah mendapat 25 kali menu makan ikan, maka kebutuhan ikan satu musim haji untuk 230.000 jamaah adalah 600.000 kg atau 600 ton. Jumlah itu baru untuk kebutuhan jamaah haji belum jamaah umroh yang jumlahnya mencapai 1 juta orang per tahun.
Berdasarkan data KKP produksi patin Indonesia 2018 mencapai 391.151 ton atau naik 22 persen dibandingkan produksi 2017 sebanyak 319.966 ton. Dalam upaya meningkatkan daya saing patin di pasar internasional, Indonesia telah meluncurkan branding “Indonesian Pangasius the Better Choice” pada pameran SEAFEX 2018 di Dubai dan promosi pada Expo 2018 di Jeddah.