Menteri ESDM Ignasius Jonan kembali tidak memenuhi panggilan KPK sebagai saksi kasus suap proyek PLTU Riau-1, Senin (27/5/2019). Dengan demikian, Jonan belum sekali pun hadir memenuhi panggilan penyidik setelah tiga kali dipanggil untuk memberikan keterangan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan kembali tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1, Senin (27/5/2019). Dengan demikian, Jonan belum sekali pun hadir memenuhi panggilan penyidik setelah tiga kali dipanggil untuk memberikan keterangan.
Pemanggilan terhadap Jonan pertama kali dilakukan KPK pada pertengahan Mei 2019. Jonan seharusnya diperiksa penyidik pada 15 Mei 2019, tetapi Jonan berhalangan memenuhi panggilan penyidik lantaran sedang dalam perjalanan dinas ke Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
Panggilan kedua kemudian dilayangkan KPK. Jonan diminta hadir memberikan keterangan pada 20 Mei 2019. Namun, Jonan kembali mangkir dengan alasan yang sama, yaitu masih berada di luar negeri. Demikian pula dengan panggilan ketiga, Senin.
Kepastian ketidakhadiran Jonan diperoleh setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengirimkan surat ke KPK. Surat tersebut menguraikan, Jonan tidak dapat memenuhi panggilan KPK karena agenda ke Amerika Serikat dan Jepang belum selesai.
”Kami mengagendakan ulang pemeriksaan terhadap Jonan pada 31 Mei 2019,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sementara itu, Direktur PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) nonaktif Sofyan Basir yang berstatus sebagai tersangka dalam kasus ini direncanakan hadir setelah pemeriksaan terhadap dirinya atas kasus lain di Kejaksaan Agung selesai.
Selain Sofyan dan Jonan, saksi lain yang dipanggil KPK terkait kasus korupsi PLTU Riau-1 antara lain Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso, Direktur Human Capital Management (HCM) PT PLN Muhammad Ali, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati.
Supangkat dan Muhammad Ali menghadiri panggilan KPK. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sofyan Basir. Adapun Nicke tak hadir dalam pemanggilan kali ini karena masih berada di luar negeri hingga awal Juni 2019.
Peran saksi
Febri menjelaskan, penyidik mendalami pengetahuan Supangkat dan Ali, termasuk dugaan peran mereka, untuk mendalami dugaan keterlibatan Sofyan dalam pokok perkara kasus suap PLTU Riau-1.
”Penyidik mendalami apa yang dilakukan tersangka Sofyan dan perannya dalam proses penyusunan kontrak kerja sama,” ujar Febri.
Seusai pemeriksaan, Supangkat mengatakan, penyidik KPK mengajukan pertanyaan yang sama terhadap dirinya kala diperiksa sebagai saksi untuk tersangka bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar, Eni Maulani Saragih.
”(Pertanyaannya) sama, termasuk soal perencanaan PLTU Riau-1 dan pertemuan,” kata Supangkat di Gedung KPK, Jakarta.
Pertemuan yang dimaksud Supangkat adalah pertemuan yang dihadiri Sofyan terkait kontrak kerja sama pembangunan proyek PLTU Riau-1. Supangkat tak bersedia menceritakan secara detail pertanyaan penyidik soal pertemuan itu. Namun, ia menyebut pertemuan itu tak membahas soal fee.
”Kalau saya tidak ditanya (pertanyaan soal fee),” ujarnya.
Supangkat menambahkan, tidak ada arahan dari Sofyan untuk memenangkan perusahaan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo itu untuk menggarap proyek PLTU Riau-1. PLN, lanjutnya, menerapkan seleksi bagi perusahaan yang berminat. Karena ada mekanisme seleksi, penunjukan pemenang pun ada aturan mainnya, misalnya harus kompetitif, memenuhi syarat-syarat, dan kecukupan, termasuk kualitas.
Beberapa menit setelah pemeriksaan Supangkat, Muhammad Ali keluar dari Gedung KPK. Ali mengatakan, dirinya diperiksa penyidik KPK terkait perannya terhadap status tersangka Sofyan Basir. Dalam kasus ini, Direktur HCM PT PLN bertugas menyiapkan organisasi dan sumber daya manusia dari segi jumlah dan kompetensinya apabila Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik telah selesai.