Dari Kongko-kongko hingga Sidang Formal
Makanan pembuka puasa sudah tersedia di meja. Ada kurma, risoles, dan kue lumpur. Di sampingnya terdapat daftar menu makan malam saat itu, seperti tekwan, sate lilit ikan, udang bakar, ayam suwir balado, urap, kerupuk, dan es teler.
Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dian Triansyah Djani, yang berpakaian batik, terlihat mondar-mandir mengondisikan bawahannya untuk menyambut tamu. Pada malam itu, Perutusan Tetap RI (PTRI) untuk PBB di New York, Amerika Serikat, bersiap menjamu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan 14 wakil tetap negara anggota Dewan Keamanan (DK) PBB dalam makan malam sekaligus buka puasa bersama.
Jam sudah menunjukkan pukul 19.45 waktu New York, sekitar 30 menit lagi menjelang buka puasa. Beberapa wakil tetap negara anggota DK PBB terlihat datang. Deputi Wakil Tetap Rusia di DK PBB, Dmitriy Polyanskiy, menjadi tamu yang paling pertama tiba. Setelah itu secara bertahap undangan lainnya tiba. Sebagai tuan rumah, Triansyah pun menyapa mereka satu-satu dengan hangat. Sekjen PBB Antonio Guterres menjadi tamu terakhir yang tiba.
Acara makan malam sekaligus buka puasa itu sebenarnya adalah kegiatan rutin Sekjen PBB setiap bulan yang bernama Secretary General (SG) Lunch. Namun, karena bulan puasa dan Indonesia sedang menjadi Keketuaan DK PBB, pertemuan makan siang pun diganti menjadi makan malam sekalian buka puasa bersama di perpustakaan KH Abdurrahman Wahid di PTRI.
Menurut Pak Trian, panggilan akrab Dian Triansyah Djani, dalam makan malam itu Sekjen PBB akan memberikan informasi perkembangan terkini situasi keamanan di beberapa negara khususnya Afrika. Harapannya, negara anggota DK PBB bisa menindaklanjutinya.
Esok harinya, Jumat (24/5/2019) pagi, PTRI di New York juga kembali bersiap menerima tamu 28 wakil negara Uni Eropa di PBB plus semua wakil tetap negara anggota DK PBB dalam sebuah jamuan makan. Dalam kesempatan itu, DK PBB akan bertukar pikiran mengenai isu-isu yang menjadi perhatian Uni Eropa, seperti isu keamanan di Libya, Afganistan, juga wilayah Afrika Tengah.
Jumat malam, pukul 19.30, wakil tetap negara anggota DK PBB kembali berkunjung ke PTRI untuk memenuhi undangan sofa talk, sebuah format baru pertemuan informal yang digagas oleh PTRI. Tidak ada agenda khusus yang akan dibahas. Ditemani kudapan khas Indonesia, kongko-kongko diplomat di balkon PTRI itu mengalir santai.
”Kami ngeriung seperti orang Indonesia ngumpul di warung-warung membahas berbagai masalah. Tapi, karena ini di New York, kami ngobrol santai di sofa. Harapannya, itu bisa mencairkan suasana untuk membicarakan isu-isu sensitif dan membawa persamaan pandangan di antara negara DK PBB dengan cara yang lebih santai, di luar sidang-sidang yang kaku,” tutur Pak Trian.
Kehadiran wakil tetap negara anggota DK PBB di PTRI tiga kali dalam kurun 24 jam, pada Kamis-Jumat, merupakan bentuk kepercayaan kepada Indonesia sebagai ketua. ”Wakil tetap negara lain di DK PBB itu susah banget ditemui lho. Tapi, mereka mau datang sampai tiga kali dalam 24 jam itu luar biasa,” ujar Yvonne Mewengkang, seorang diplomat di PTRI.
Di luar jamuan makan dan sofa talk Pak Trian, juga ikut dalam beberapa klub, antara lain klub sepeda dan lari. Kegiatan informal para diplomat itu menjadi sarana untuk menyodorkan dan meyakinkan agenda yang dibawa agar menjadi perhatian bersama di DK PBB. ”Indonesia ingin mendorong adanya konsensus, kesatuan pandangan dari DK PBB dalam setiap persoalan. Itulah sebabnya, semua cara diplomasi, baik di dalam ruang sidang maupun di luar pun, dimanfaatkan,” ujar Pak Trian.
Warisan
Masa keketuaan Indonesia di DK PBB pada Mei 2019 ini penuh dengan agenda pertemuan. Ada banyak situasi dunia yang perlu direspons oleh DK PBB. Negara anggota DK PBB lain menaruh harapan yang tinggi kepada Indonesia sebagai ketua. Pagi, siang, dan malam, setiap hari, di bulan Mei ini penuh dengan jadwal pertemuan. ”Bahkan pada hari Sabtu Minggu pun kadang dipakai untuk pertemuan. Setiap diplomat di PTRI harus siaga untuk dipanggil rapat,” kata Triansyah.
Sebagai anggota DK PBB, Indonesia memiliki tanggung jawab dalam memelihara perdamaian di dunia. Ini adalah implementasi konstitusi RI. Melalui diplomasi di DK PBB, Indonesia berusaha merangkul semua negara anggota PBB untuk mengakhiri konflik di berbagai belahan dunia.
Menurut Koordinator Politik PTRI Roy Rolliansyah Soemirat, Indonesia bukanlah pemain kemarin sore dalam diplomasi internasional. Indonesia yang berkontribusi besar dalam Gerakan Non Blok, Konferensi Asia Afrika tahun 1955, dan menyumbang pasukan perdamaian yang besar turut membangun citra dan nama baik. Postur inilah yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dunia kepada Indonesia.
Bagi Roy, keberhasilan Indonesia di DK PBB tidak dilihat dari seberapa sering negara-negara super power itu sejalan dengan agenda yang disodorkan Indonesia, tetapi seberapa sering mereka ikut terlibat dalam agenda yang diusung Indonesia. Dalam isu Palestina yang menjadi jantung diplomasi kita, misalnya, sudah tiga kali Jason Greenblatt, think tank-nya Presiden AS Donald Trump, turun gunung tampil dalam sidang DK PBB yang membahas Palestina. Padahal, di luar itu, ia tidak pernah turun langsung di DK PBB.
Di tengah gesekan kepentingan negara-negara besar anggota DK PBB, seperti Amerika Serikat, China, juga Rusia, tidak mudah bagi Indonesia memainkan perannya untuk mendorong perdamaian. Itu sebabnya upaya diplomasi yang lebih informal, seperti buka puasa bersama, sofa talk, klub olahraga, atau perbicaraan santai di kantin PBB yang mengarah pada kesepakatan formal, pun menjadi sarana yang perlu dimanfaatkan.
Akan tetapi, perdamaian yang dicita-citakan bukan semata tiadanya konflik. Lebih luas dari itu, perdamaian yang lebih komprehensif perlu diwujudkan. Berjalannya pembangunan, dihormatinya hak asasi manusia, juga tumbuh dan berkembangnya demokrasi adalah sedikit contoh bagaimana konflik bisa dicegah dan perdamaian yang lebih berkualitas bisa diwujudkan.
Dalam konteks itu, Indonesia tidak menjual omong kosong. Sidang-sidang di DK PBB yang menghasilkan resolusi, presidency statement, press statement, atau press element sudah dilakukan oleh Indonesia selama ini. Akan tetapi, di luar itu Indonesia juga telah menunjukkan tindakan konkret di lapangan.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menegaskan, diplomasi Indonesia selalu berdasarkan prinsip-prinsip yang pada saat yang sama ditindaklanjuti oleh tindakan konkret di tingkat lapangan. Contohnya, Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya dalam demokrasi melalui Bali Demokrasi Forum. Kerangka membangun demokrasi ini telah melahirkan berbagai tindak lanjut yang lebih menyentuh.
Indonesia juga pernah mengirim tim ke Afghanistan untuk berbagi pengalaman soal penyelenggaraan pemilihan umum. Komisi pemilihan umum Afghanistan pun telah diundang untuk melihat langsung pemilu di Indonesia.
Selain itu, sejak 1957 hingga sekarang Indonesia pun aktif mengirimkan pasukan perdamaian. Sekitar 37.000 personel pasukan perdamaian sudah dikirim Indonesia ke kurang lebih 40 negara dan menjadikan Indonesia sebagai negara pengirim pasukan perdamaian terbanyak di DK PBB atau peringkat ke-8 seluruh dunia. Pusat pelatihan pasukan perdamaian di Sentul pun terbuka bagi negara yang ingin belajar dan bekerja sama.
Selama ini, pasukan perdamaian Indonesia dikenal berhasil membina hubungan yang baik dengan masyarakat dan komunitas di wilayah konflik serta mengajak mereka yang bertikai kembali ke meja perundingan.
Barangkali tindakan-tindakan itulah yang dimaksud oleh Menlu Retno sebagai investasi untuk perdamaian. Investasi inilah yang kemudian akan lebih memastikan perdamaian berjalan lebih berkelanjutan. Tujuan akhirnya yang ingin dicapai adalah setiap negara mampu menyelesaikan persoalannya sendiri tanpa harus dengan cara berkonflik.