Medsos Normal, Pengaturan Disiapkan
Layanan media sosial telah kembali normal. Langkah jangka panjang tengah disiapkan pemerintah untuk mengatasi penyebaran hoaks di media sosial.
JAKARTA, KOMPAS— Layanan di media sosial yang sempat dibatasi pada 22 Mei lalu saat ini sudah kembali normal. Untuk jangka panjang, pemerintah menyiapkan sejumlah langkah guna mengatasi hoaks yang banyak beredar di media sosial dan mengancam persatuan bangsa.
”Hari ini, mulai pukul 12.30, kami sudah menjalankan normalisasi yang akan dirasakan efektivitasnya di masyarakat sekitar pukul 14.00 atau 15.00. Jadi, semua operator sudah kembali normal pada pukul 15.00,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan dalam jumpa pers di Media Center Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Sabtu (25/5/2019).
Hadir juga dalam acara itu Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra, dan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono.
Kebijakan untuk membatasi layanan media sosial (medsos) dilakukan oleh pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 22 Mei 2019. Pembatasan itu membuat aktivitas masyarakat dalam mengunggah atau mengunduh gambar dan video dari berbagai aplikasi media sosial, termasuk layanan pesan Whatsapp, jadi lebih lambat.
Menurut Semuel, kebijakan diambil setelah pihaknya menerima informasi, pada 21 Mei 2019 ada indikasi penyebaran konten di media sosial yang berpotensi mengganggu kondisi keamanan dan ketertiban umum. Setidaknya dalam rentang waktu 21-23 Mei 2019, Kemkominfo menemukan ada 30 hoaks yang dibuat.
”Hoaks itu disebarkan oleh 1.932 URL, baik di Facebook, Instagram, maupun Twitter. Masing-masing di Facebook ada 450 URL, Instagram 581 URL, Twitter 784 URL, dan sisanya lewat fitur lain, seperti Linkedin. Semua tetap kami pantau sampai saat ini demi menjaga kestabilan di masyarakat,” tutur Semuel.
Untuk langkah panjang, pihaknya berencana menerbitkan aturan baru. Ada pula revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) yang masih bergulir. Secara paralel, Kemkominfo juga meminta kepada pengelola platform media sosial agar aktif membersihkan hoaks di platformnya.
Semuel menegaskan, ada tiga sanksi yang bisa dijatuhkan kepada pengelola platform apabila tidak mematuhinya, yakni sanksi administrasi, denda, hingga penutupan layanan di Indonesia. ”Bahkan bisa dijerat pasal turut serta kalau dia membiarkan pelanggaran itu,” katanya.
Tersangka
Dalam kesempatan ini, Dedi juga mengumumkan 11 tersangka baru yang diduga terlibat dalam aksi kerusuhan 21-22 Mei 2019. Salah satunya adalah Andri Bibir yang disebut berperan mengumpulkan benda keras, seperti batu dan paving block, untuk dilemparkan kepada aparat yang bertugas di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 22 Mei lalu.
Andri turut dihadirkan dalam jumpa pers ini untuk memberi penjelasan terkait meninggalnya salah satu perusuh atas nama Harun yang merupakan warga Duri Kepa, Jakarta Barat.
Dari informasi yang beredar, Harun disebut meninggal setelah ditangkap dan dianiaya oleh aparat yang bertugas saat pengamanan 21-22 Mei 2019. Video pemukulan oleh aparat terhadap sosok yang disebut Harun itu pun sempat tersebar di Twitter.
”Ini kami pastikan yang tersebar dalam video tersebut tidak benar alias hoaks. Orang tersebut teridentifikasi adalah tersangka A yang merupakan perusuh alias Andri Bibir. Kami punya bukti dan ada analisis dengan jejak digital,” kata Dedi.
Selanjutnya, polisi berupaya melacak oknum penyebar video, foto, dan informasi bohong itu. ”Barang siapa yang membuat viral konten video dan foto yang tidak sesuai dengan fakta berarti menyebar hoaks. Kami akan menyelidiki siapa yang memiliki akun yang menyebar kabar tersebut. Ini berbahaya karena dapat memengaruhi pengguna media sosial dan berdampak kebencian,” ujar Dedi.
Dengan demikian, polisi telah menetapkan secara keseluruhan sebanyak 452 tersangka terkait kerusuhan 21-22 Mei. Secara terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, pihaknya belum menerima surat perintah dimulainya penyidikan dari kepolisian terkait para tersangka tersebut. Kejaksaan akan menunggu dan siap menangani kasus itu. (IAN)