Amerika Serikat berencana untuk mengirim pasukan tambahan ke Timur Tengah untuk merespons ancaman Iran. Langkah AS dinilai berbahaya bagi perdamaian internasional.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
DUBAI, SABTU — Amerika Serikat berencana untuk mengirim pasukan tambahan ke Timur Tengah untuk merespons ancaman Iran. Langkah AS dinilai berbahaya bagi perdamaian internasional.
Washington menyatakan akan mengirim 1.500 anggota pasukan tambahan untuk mengantisipasi Teheran. Washington menganggap Iran sebagai ancaman nyata saat ini di Timur Tengah setelah menduga Garda Revolusi Iran (Islamic Revolutionary Guards Corps/IRGC) berada di balik serangan empat tanker komersial di sekitar Selat Hormuz baru-baru ini.
”Kami ingin melindungi Timur Tengah. Kami berencana mengirim pasukan dalam jumlah kecil,” kata Presiden AS Donald Trump sebelum berangkat ke Jepang, Jumat (24/5/2019) waktu Washington DC.
Kabinet Trump telah menyampaikan rencana tersebut kepada kongres. Namun, Trump memperkirakan, Iran tidak menginginkan peperangan untuk saat ini.
Penambahan pasukan meningkatkan kekuatan militer AS yang sudah ada di Teluk Persia. Washington sebelumnya sudah mengerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan USS Arlington, sejumlah pesawat pengebom B-52, serta peluru kendali (rudal) Patriot.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif berpendapat, langkah AS menambah pasukan ke Timur Tengah dapat mengancam keamanan kawasan dan perdamaian dunia. Perilaku AS perlu menjadi perhatian.
”Amerika menciptakan tuduhan untuk membenarkan kebijakan yang bermusuhan dan meningkatkan tensi di Teluk Persia,” ujar Zarif, sebagaimana dikutip kantor berita resmi Iran, IRNA.
Secara terpisah, Komandan IRGC Mayor Jenderal Gholamali Rashid menuturkan, berbicara mengenai keamanan dan stabilitas kawasan tidak bisa terpisahkan dari kepentingan Iran untuk mengekspor minyak. Keamanan kawasan akan memengaruhi ekspor Iran.
Jika perang terjadi, stabilitas kawasan sekitar Teluk Persia dan Selat Hormuz akan terganggu sehingga jalur perdagangan minyak dunia akan terpengaruh. Dampak tersebut tidak hanya akan dirasakan AS, tetapi juga Iran sebagai pengekspor minyak.
Secara terpisah, Penasihat Komando Militer Iran Jenderal Morteza Qorbani menyampaikan, Iran bisa saja menenggelamkan dua kapal perang AS yang berada di sekitar kawasan Teluk Persia.
”Jika mereka bertindak bodoh, kami akan mengirim dua kapal perang itu ke dasar laut dengan senjata rahasia baru kami,” ujarnya.
Darurat keamanan
Trump turut mengupayakan agar ancaman Iran menjadi darurat keamanan nasional. Dengan begitu, penjualan senjata bernilai 8 miliar dollar AS kepada Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Jordania dapat terjadi tanpa persetujuan kongres.
Kabinet Trump menginformasikan kepada kongres akan melanjutkan 22 penjualan senjata militer kepada ketiga negara tersebut. Jenis senjata yang dijual antara lain bom pintar (PGMs) dan rudal antitank.
Keputusan tersebut memicu kemarahan anggota parlemen karena kabinet Trump mengelak tinjauan kongres mengenai penjualan senjata yang biasanya memakan waktu lama.
”Presiden Trump menggunakan celah ini karena mengetahui kongres tidak akan menyetujuinya. Tidak ada keadaan darurat yang dapat menjadi alasan untuk menjual bom kepada Saudi yang akan mengebom Yaman, begitu pula dengan pelanggaran hak asasi manusia di sana,” ucap senator dari Partai Demokrat, Chris Murphy.
Ia menduga, Trump akan menggunakan kelemahan dalam Undang-Undang Ekspor Kontrol Senjata untuk melancarkan penjualan senjata tersebut.
Selain itu, tidak hanya dari pihak oposisi, rekan Trump dari Partai Republik rupanya turut berencana untuk menentang rencana Trump. Jika Trump dapat melakukan penjualan, presiden di masa depan juga akan melakukan hal yang sama di bawah kondisi yang serupa.
Senator dari Partai Republik, Mike McCaul, mengatakan, aksi kabinet Trump sangat disayangkan. Aksi itu dapat merusak hubungan antara Gedung Putih dan kongres. ”Saya menyarankan kabinet menerapkan proses penjualan senjata yang terencana,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo melalui pernyataan mengatakan, negara sahabat AS di Timur Tengah membutuhkan kontrak segera selesai untuk membantu menghalangi Iran. Keputusan untuk tidak melalui kongres dimaksudkan agar hanya terjadi untuk kali ini. (REUTERS)