Indonesia perlu aktif memanfaatkan pasar Amerika Serikat dan China melalui negosiasi dagang yang dapat meningkatkan produk ekspor. Kerja sama perdagangan melalui imbal dagang juga dapat dilakukan.
Oleh
FerrySantoso
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia perlu aktif memanfaatkan pasar Amerika Serikat dan China melalui negosiasi dagang yang dapat meningkatkan produk ekspor. Kerja sama perdagangan melalui imbal dagang juga dapat dilakukan.
”Indonesia mengimpor produk dari AS cukup banyak, seperti kedelai, kapas, dan jagung,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat di Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Kondisi Indonesia yang masih mengimpor produk dari AS sebetulnya dapat menjadi dasar bagi proses negosiasi dengan memasukkan produk manufaktur ke dalam program pengurangan tarif (generalized system of preferences/GSP).
Selama ini, lanjut Ade, tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak termasuk dalam program GSP. Akibatnya, tarif bea masuk produk TPT Indonesia di pasar AS tinggi, yaitu 10-29 persen.
Indonesia dapat memanfaatkan pasar AS dan China terkait perang dagang antara kedua negara itu, misalnya dengan memasukkan TPT ke dalam GSP atau kerja sama imbal dagang. ”Misalnya, Indonesia bisa melakukan imbal dagang dengan AS karena AS mungkin sulit menjual produk pertanian ke China,” katanya.
Memanfaatkan peluang
Sekretaris Eksekutif API Ernovian G Ismy mengungkapkan, jika Indonesia bisa memanfaatkan peluang pasar AS, ekspor TPT bisa lebih besar ke AS. ”Kalau kita bisa mengisi sebagian volume ekspor TPT China ke AS yang berkurang, itu sudah bagus karena volume ekspor produk TPT China ke AS sangat besar,” katanya.
Berdasarkan data API, impor TPT China oleh AS pada 2017 senilai 38,74 miliar dollar AS. Adapun impor AS terhadap TPT dari Indonesia pada 2017 sebesar 4,75 miliar dollar AS.
AS mengimpor produk TPT dari Vietnam pada 2017 sebesar 12,19 miliar dollar AS, India sebesar 7,38 miliar dollar AS, dan Bangladesh senilai 5,27 miliar dollar AS.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyampaikan. program GSP dari Pemerintah AS masih berlaku bagi Indonesia.
Menurut Oke Nurwan, peluang ekspor produk Indonesia ke pasar AS ataupun ke pasar China memang terbuka dengan adanya perang dagang AS-China. Ia mengatakan, pihaknya masih mengkaji produk-produk yang dapat ditingkatkan ekspornya ke kedua negara itu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia pada Januari-April defisit 2,564 miliar dollar AS. Pada periode itu, neraca perdagangan migas defisit 2,769 miliar dollar AS, sedangkan nonmigas surplus 204,7 juta dollar AS.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, pada Januari-Maret 2019, neraca perdagangan Indonesia-AS surplus 2,033 miliar dollar AS. Sebaliknya, neraca perdagangan Indonesia-China defisit 4,753 miliar dollar AS.