Program tol laut menjadi salah satu upaya pemerintah menekan biaya logistik dan memeratakan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah terus membangun infrastruktur pelabuhan, kawasan industri dan pariwisata, terutama di luar Pulau Jawa.
Oleh
Ferry Santoso
·3 menit baca
Program tol laut menjadi salah satu upaya pemerintah menekan biaya logistik dan memeratakan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah terus membangun infrastruktur pelabuhan, kawasan industri dan pariwisata, terutama di luar Pulau Jawa.
Pemerintah juga berencana memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa agar pembangunan kewilayahan tidak semakin timpang di masa depan. Hal ini meski upaya mewujudkan pemerataan ekonomi di banyak wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan memang tidak mudah.
Oleh karena itu, konsep pengembangan wilayah di luar Pulau Jawa, di wilayah perbatasan, atau wilayah ”pinggiran” sangat penting. Dengan latar belakang itu, perluasan konsep tol laut memang diperlukan, yaitu distribusi barang melalui transportasi laut.
Perusahaan BUMN, PT Pelindo II (Persero), menawarkan konsep trilogi maritim, yaitu pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri yang didukung oleh pelayaran dan pelabuhan yang terstandardisasi di Indonesia. Dengan trilogi maritim, ada tiga pilar yang perlu diintegrasikan.
Menurut Direktur Utama PT Pelindo II Elvyn Masassya, tiga pilar itu terdiri atas sinergi tujuh pelabuhan utama, baik sinergi operasional, infrastruktur, perlengkapan, maupun sistem; aliansi jaringan pelayaran domestik untuk dapat bersaing secara global; serta pengembangan industri terutama di luar Pulau Jawa.
Tujuh pelabuhan yang dinilai dapat menjadi pelabuhan utama adalah Pelabuhan Kuala Tanjung/Belawan, Tanjung Priok, Kijing, Surabaya, Makassar, Bitung, dan Sorong. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan bisa membangun 24 pelabuhan. Dari laporan empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, disebutkan ada 19 pelabuhan yang sudah dibangun sampai 2018 dan 8 pelabuhan sedang dibangun.
Pelayaran langsung menghemat biaya pengiriman. Rata-rata penghematan biaya melalui pelayaran langsung mencapai 40 persen.
Pembangunan pelabuhan saja tidak cukup. Pembangunan pelabuhan perlu diikuti standardisasi operasional, infrastruktur, perlengkapan, dan sistem, antara lain terkait kedalaman dermaga, sistem layanan kepelabuhanan, dan penggunaan peralatan.
Pilar kedua, yaitu aliansi jaringan pelayaran domestik, sebenarnya terkait bagaimana membangun jaringan pelayaran yang efisien dan berdaya saing. Sinergi antarperusahaan pelayaran diperlukan terutama untuk menerapkan rute yang strategis dan efisien, membangun kapal-kapal besar, dan berkompetisi secara global.
Apalagi, saat ini operator-operator pelabuhan di Indonesia didorong untuk menerapkan pelayaran langsung dari Indonesia ke negara tujuan ekspor. Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, dilayani pelayaran langsung ke Los Angeles, Amerika Serikat. Pelindo II juga menjajaki kerja sama dengan operator pelabuhan Ningbo, China, untuk melaksanakan pelayaran langsung.
Pelayaran langsung menghemat biaya pengiriman. Rata-rata penghematan biaya melalui pelayaran langsung mencapai 40 persen. Biaya kirim barang dengan kapal laut dari Surabaya ke AS melalui Singapura, misalnya, mencapai Rp 20,2 juta per peti kemas ukuran 20 kaki (TEUs) dan melalui Tanjung Priok Rp 13,5 juta per TEUs.
Pelabuhan-pelabuhan yang dibangun di sejumlah daerah dan sinergi pelayaran nasional akan sangat produktif jika pembangunan industri di luar Pulau Jawa juga terus ditingkatkan. Dengan demikian, volume dan mobilitas angkutan barang di luar Pulau Jawa, terutama Indonesia bagian timur, semakin besar.
Bagaimana mewujudkan jasa pelayaran dan pelabuhan sebagai salah satu penggerak ekonomi kewilayahan ke depan sangat bergantung pada cetak biru dan perluasan kebijakan tol laut untuk jangka waktu lebih panjang.