Agenda Padat JK dan Puasa 17 Jam
Lawatan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Swiss dan Perancis pertengahan Mei 2019 ini istimewa. Bukan hanya melewati hari ulang tahun JK pada 15 Mei, tapi perjalanan ini dilakukan di bulan Ramadhan.
Sepanjang perjalanan, Jusuf Kalla dan rombongan berusaha menjaga ibadah Ramadhannya. Sahur pertama dilakukan di udara, dalam perjalanan dari Jakarta ke Doha. Di suatu saat, sekitar jam 3 dini hari, pramugrari membagikan makanan untuk sarapan dan tak lama kemudian pilot menyebutkan waktu imsak akan berakhir dalam sepuluh menit.
“Pas bagian saya, pembagian makanannya lambat sekali. Jadi apa saja yang ada, langsung saya makan,” ujar salah seorang Paspampres yang mengawal perjalanan JK.
Di hari pertama ini, buka puasa dilakukan di Jenewa, Swiss. Waktu berbuka di wilayah ini jam 20.59, sedangkan rombongan tiba di Jenewa sekitar jam 15.00. Beberapa wartawan memilih berjalan kaki menyusuri danau di depan penginapan sembari berfoto untuk ngabuburit.
“Dingin ya, jadi masih kuat puasa nih,” ujar Fauziah, salah seorang wartawan peliput.
Wapres Kalla menghabiskan waktu berbuka dan makan malam bersama keluarga. Nyonya Mufidah, putrinya Imelda, serta menantunya Marah Laut menyertai dalam perjalanan. Adapun Muchlisah, putri JK-Mufidah yang tinggal di London, khusus terbang ke Jenewa sekaligus merayakan hari ulang tahun ke-77 ayahnya. Karenanya, di tengah malam seusai acara makan malam, beberapa pejabat dan staf sempat memberikan kue tart sembari mengucapkan selamat ulang tahun.
Di hari kedua, Wapres Kalla melakukan pertemuan bilateral dengan Deputi Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Wan Azizah Wan Ismail dan melakukan perjalanan ke Paris, Perancis dengan pesawat jet sewa. Di Paris, Wapres Kalla menghadiri pertemuan Christchurch Memanggil Aksi untuk menghentikan teroris dan konten ekstrem daring di Istana Elysee, Paris bersama para pemimpin negara dan pemimpin perusahaan teknologi pada jam 16.00 waktu setempat.
Rampung acara sekitar jam 18.00, Wapres Kalla segera ke Bandara Le Bourget Paris dan kembali terbang ke Jenewa. Tiba di Bandara Internasional Cointreau Jenewa, waktu buka puasa sudah menjelang, yakni sekitar jam 21.00.
Di hari ketiga, waktu berpuasa kembali dimulai dengan sahur jam 4.15 subuh. Kegiatan Wapres Kalla dimulai jam 9.00 dengan memberikan pernyataan resmi Pemerintah Indonesia terkait pengurangan risiko bencana di pertemuan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) di Pusat Konferensi Internasional Jenewa (CICG).
Kegiatan itu membuka hari yang superpadat sebab ada sembilan acara yang dijalani. Setelah GPDRR, Wapres Kalla berturut-turut bertemu dengan Komisioner Tinggi UNHCR Filippo Grandi, Presiden International Committee of the Red Cross (ICRC) Peter Maurer, Sekretaris Jenderal International Federation of the Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) Elhadj As Sy, dan Direktur Jenderal International Organization for Migration (IOM) Antonio Vitorino di kantor masing-masing, di Jenewa.
Setelahnya, Wapres Kalla berangkat ke The Swiss Federal Institute for Vocational Education and Training (SFIVET) di Kota Lausanne yang sekitar satu jam berkendara dari Jenewa. Di sekolah untuk mendidik para calon guru vokasi ini, Wapres Kalla menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman kerja sama antara tiga lembaga pendidikan di Indonesia dengan lembaga pendidikan di Swiss.
Di Lausanne, Wapres Kalla juga bertemu dengan Presiden Komite Olimpiade Internasional (OIC) Thomas Bach di Museum Olimpiade. Tak hanya berbincang soal pengajuan diri Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032, Wapres Kalla pun sempat melihat-lihat museum tersebut.
Salah satu koleksi yang menarik perhatian adalah raket yang digunakan Susi Susanti, pebulutangkis Indonesia yang memenangkan medali emas di Olimpiade Barcelona 1992. Kaus dan shuttle cock juga dipamerkan di antara segala peralatan olahraga yang pernah digunakan peraih medali emas Olimpiade lainnya.
Di bagian interaktif dan tempat berfoto, terdapat podium juara Olimpiade. Pengunjung museum bisa berdiri dan berfoto seperti para pemenang. Erick Thohir dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan segera berfoto di sana. Erick pun mengajak Wapres Kalla berfoto bersama.
“Ah saya bagian yang memberikan medali saja,” ujar JK, tetapi akhirnya naik juga ke podium peraih medali emas. Puan berpose di peraih medali perak, sedang Erick di posisi peraih perunggu.
Setelah pertemuan dengan Presiden OIC, masih ada pertemuan dengan Presiden International Basketball Federation Horacio Muratore. Pertemuan diselenggarakan di Hotel Beau Rivage, Jenewa. Rombongan pun melaju kembali ke Jenewa.
Terakhir, Wapres Kalla dijadwalkan berbuka bersama warga Indonesia di Jenewa dan sekitarnya di Wisma Wakil Tetap RI di Jenewa. Jam 21.17, seratusan warga Indonesia berbuka puasa bersama. Seusai shalat maghrib dan makan malam, Wapres Kalla sempat berbicara dengan warga. Topik pemilu menjadi salah satu bahasan lengkap dengan seloroh khas JK seperti saat dia menceritakan berapa lama hasil diketahui.
“Kalau di Eropa cukup sehari. Kalau Amerika bangga karena enam jam setelah pemilu, sudah diketahui hasilnya. Kalau Indonesia, lima tahun sebelum pemilu kita sudah tahu hasilnya. Itu zaman Soeharto,” seloroh Kalla diikuti tawa warga.
Di Pemilu 2019, masih diperlukan waktu satu bulan untuk mendapatkan hasil pemilu resmi. Hal ini, kata JK, akibat belum ada kepercayaan pada teknologi sehingga semua rekapitulasi dilakukan manual.
JK pun menjelaskan isu people power yang disebut-sebut akan mengacaukan hasil pemilu 2019. Hal tersebut dinilai tak akan terjadi karena saat ini tak cukup sebab untuk itu. Berbeda dengan tahun 1965 dan 1998, krisis ekonomi terjadi, inflasi tak terkendali, ditambah dengan krisis politik. Kini, mungkin terjadi perselisihan politik, tetapi kondisi ekonomi relatif stabil.
Wapres Kalla pun bersyukur karena bisa bertemu dan berbuka puasa bersama warga. Berpuasa dalam periode panjang pun tak menjadi kendala baginya. “Meski puasa, masih banyak makanan untuk berbuka,” katanya menunjukkan rasa syukur.
Para staf dan rombongan yang menyertai perjalanan JK pun gembira karena bisa tetap berpuasa. Staf protokoler Kementerian Luar Negeri Vidya Pertiwi, misalnya, mengakui terkadang terjadi kelambatan berpikir. Sebab, kondisi puasa membuat tubuh kekurangan gula dan air.
“Agak lemot sedikit, tapi dijalani saja,” ujar perempuan berkerudung yang setiap hari mengoordinasikan setiap acara bersama staf protokoler lain. Vidya memilih makan sahur dengan buah seperti strawberi yang banyak di Jenewa dan air putih. Sahur ringan membuat lambungnya tak terlampau penuh. Sebab, sahur memang dilakukan hanya sekitar 4-5 jam setelah makan malam.
Wapres Kalla saat berbincang santai dengan para peliput di saat transit di Doha menceritakan puasanya yang berdurasi lebih panjang ketimbang di tanah air. “Nggak terasa,” ujarnya santai.
Saat sahur, JK juga tak makan banyak. Hanya sedikit nasi dan lauk serta lebih banyak mengonsumsi buah-buahan. Adapun air diminum secukupnya saja. “Sahur memang makan minum ringan saja. Sebab, semakin banyak masuk, akan semakin banyak juga yang keluar,” tutur JK memberi tips.
Duta Besar RI untuk Swiss Muliaman Hadad mengakui beratnya berpuasa di Eropa. Muliaman yang sudah bertugas sekitar setahun sudah mengalami dua Ramadhan. Tahun ini dinilainya sedikit lebih baik ketimbang tahun lalu ketika Ramadhan jatuh di musim panas. Saat itu, durasi puasa hampir 20 jam. Ketika shalat maghrib, isya, dan ibadah tarawih selesai, tak lama kemudian warga harus bersiap sahur.
Kendati demikian, Muliaman seperti juga Jusuf Kalla dan warga Indonesia lain di Swiss tetap berupaya menunaikan ibadah puasa sebaik-baiknya. Sebab, tak sekadar menahan lapar dan haus, puasa dimaknai sebagai latihan menahan segala hawa nafsu.