Pemerintah diminta bergerak cepat memperbaiki struktur perekonomian. Berbagai kebijakan stimulasi ekonomi yang sempat tertahan dinamika politik mesti segera diimplementasikan.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah penetapan hasil pemilu, pemerintah diminta bergerak cepat memperbaiki struktur perekonomian. Berbagai kebijakan stimulasi ekonomi yang sempat tertahan dinamika politik mesti segera diimplementasikan.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, tren pertumbuhan ekonomi beberapa negara ASEAN tetap progresif kendati ada tekanan global, sementara Indonesia tertahan di level 5 persen. Persoalan stagnasi perekonomian ini harus diselesaikan dalam 5 tahun ke depan.
“Perekonomian RI berpotensi tumbuh 6-7 persen sekalipun ada persoalan global,” kata Enny saat ditemui, di Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Akselerasi pertumbuhan ekonomi mesti dibarengi pemulihan daya beli. Pemerintah tak bisa lagi hanya mengandalkan kebijakan yang bersifat ‘doping’, seperti bantuan sosial, bantuan langsung tunai, atau program keluarga harapan. Daya beli harus diperbaiki dengan penciptaan lapangan kerja dari pengembangan industri manufaktur.
Dalam lima tahun ke depan, lanjut Enny, pemerintah harus menggeser dominasi konsumsi ke kegiatan produktif agar pertumbuhan ekonomi bisa terakselerasi. Syarat yang paling menentukan adalah masuknya investasi di sektor riil.
Saat ini investasi justru didominasi sektor tersier dan jasa sehingga nilai tambah dan dampak berganda kecil.
“Antara target (pertumbuhan ekonomi di) RPJMN 2015-2019 dan realisasi ada gap yang sangat besar, yakni 7 persen dan 5 persen, terlepas dari mengkambinghitamkan faktor global,” kata Enny.
Rombak tim
Menurut Enny, Presiden Joko Widodo di periode kepemimpinan yang kedua harus merombak tim ekonomi. Perombakan bukan sekadar sosok pengisi kabinet, tetapi visi ekonomi. Pada prinsipnya kekuatan ekonomi Indonesia bukan berdasarkan pasar, tetapi sumber daya yang memiliki nilai tambah baik alam maupun manusianya.
Presiden juga memiliki waktu untuk melakukan uji coba kebijakan setidaknya sampai resmi dilantik pada Oktober 2019. Berbagai kebijakan stimulasi ekonomi yang sempat tertahan dinamika politik dapat direalisasikan. Fokus kebijakan ekonomi yang baru kemudian disinergikan dengan RPJMN 2020-2024.
Memperbaiki defisit
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, saat ini arah kebijakan pemerintah fokus memperbaiki defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. Hal itu merespons dinamika ekonomi global termasuk dampak perang dagang AS-China.
Dalam jangka pendek-menengah, lanjut Susiwijono, ada empat langkah prioritas pemerintah, yakni mendorong ekspor, meningkatkan investasi, substitusi impor, dan mendatangkan devisa pariwisata. Berbagai regulasi kawasan ekonomi khusus maupun perdagangan bebas juga direvisi untuk menjawab keluhan investor.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan, dinamika politik menjadi salah satu penyebab investasi tumbuh melambat. Menurut catatan BKPM dalam 15 tahun terakhir, perlambatan pertumbuhan investasi akan terjadi satu tahun sebelum pelaksanaan pemilu.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi pada Januari-Desember 2018 sebesar Rp 721,3 triliun atau meningkat 4,1 persen secara tahunan. Namun, pertumbuhan investasi tahun 2018 lebih rendah dari tahun 2017 yang mencapai 10 persen.
Di tahun politik, lanjut Thomas, cukup banyak distorsi dan tekanan terhadap perekonomian domestik. Oleh karena itu, pemerintah terpaksa menunda sejumlah terobosan kebijakan terkait investasi karena rawan dipolitisasi. Salah satu kebijakan yang sempat menimbulkan polemik adalah relaksasi daftar negatif investasi.