Kewaspadaan Warga Lereng Merapi Harus Terus Dijaga
Status Waspada Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah telah berlangsung selama satu tahun. Masyarakat diminta tetap menjaga kewaspadaan dan menyikapi perkembangan kondisi gunung itu sesuai dengan porsinya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Status Waspada Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah telah berlangsung selama satu tahun. Masyarakat diminta tetap menjaga kewaspadaan dan menyikapi perkembangan kondisi gunung itu sesuai dengan porsinya.
Hal itu dibahas dalam diskusi publik bertajuk “Merawat Ketangguhan Warga Merapi” di Kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Yogyakarta, Selasa (21/5/2019).
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan, suplai magma yang sedikit menyebabkan status Waspada bertahan cukup lama. Sedikitnya suplai magma diikuti lambatnya laju pertumbuhan kubah lava.
“Pertumbuhan kubah lava hanya sekitar 3.000 meter kubik per hari. Padahal, Merapi itu umumnya tumbuh hingga 20.000 meter kubik per hari,” kata Hanik.
Pertumbuhan kubah lava berlangsung sejak Agustus 2018. Pada Januari 2019, pertumbuhan kubah lava tidak lagi teramati. Volume kubah lava tersebut mencapai 450.000 meter kubik Fenomena awan panas dan guguran lava menandai berhentinya pertumbuhan kubah lava tersebut.
“Lava yang naik langsung dikeluarkan menjadi awan panas dan guguran lava. Jika malam hari, lava itu bisa disebut dengan lava pijar. Lava tampak menyala karena langitnya gelap,” kata Hanik.
Awan panas dan guguran lava masih terus terjadi hingga Mei ini. Jumlah per harinya fluktuatif. Jarak luncuran paling jauh pun baru sekitar 2 kilometer. Luncuran cenderung mengarah ke sisi hulu Sungai Gendol, yang berada di Sleman, DIY. Situasi itu masih aman mengingat jarak rekomendasi yang harus dihindari, yaitu radius 3 km dari puncak Merapi. Selain itu, tidak ada masyarakat yang tinggal dalam radius tersebut.
“Kami mengingatkan kepada masyarakat agar jangan terlena dengan bertahannya status (Waspada) dalam waktu yang lama ini. Tetapi, juga jangan sampai berlebihan menghadapi status ini,” kata Hanik.
Hal serupa diungkapkan pula oleh Koordinator Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta Eko Teguh Paripurno. Semua pemangku kepentingan harus menyikapi setiap perkembangan status sesuai dengan porsinya. Hal yang dikhawatirkan masyarakat justru akan kehabisan energi jika tidak bertindak seperti itu.
“Jika memang statusnya Waspada penanganannya harus sesuai dengan status itu. Jangan lebih dari itu. Jangan terpancing kabar bohong karena akan boros energi. Ikuti informasi dari pihak-pihak yang berwenang menyiarkan kabar tentang itu,” kata Eko.
Eko menambahkan, setiap warga yang tinggal di lereng Merapi sudah harus paham dengan karakter gunung itu. Mereka perlu mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan jika gunung itu menunjukkan aktivitasnya. Hal yang dikhawatirkan adalah jika ada orang atau tamu yang tidak mengenal dan mengetahui cara menghadapi aktivitas gunung itu. Kepanikan justru bisa membuat orang itu dalam kondisi yang membahayakan.
“Hal ini terkait kawasan lereng Merapi yang juga menjadi destinasi wisata. Pelaku-pelaku wisata juga perlu kemampuan atau standar operasional khusus untuk menghadapi aktivitas Merapi. Mereka harus bisa menjelaskan dan tahu apa yang dilakukan kepada wisatawan jika hal tersebut terjadi,” kata Eko.
Kepala Dinas Pariwisata Sleman Sudarningsih mengatakan, pelaku-pelaku wisata sudah diberikan pelatihan mengenai hal itu. Khususnya, kelompok asosiasi jip wisata di kawasan lereng Merapi. Ia menjamin keamanan bagi wisatawan karena para supir jip telah diberitahu rute-rute mana yang harus dihindari terkait aktivitas Merapi.
Kepala Pelaksana BPBD Sleman Joko Supriyanto menyatakan, semua desa di Kabupaten Sleman, yang berada di lereng Merapi, sudah berstatus sebagai desa tangguh bencana. Status itu meneguhkan kemampuan masyarakat desa itu menghadapi bencana yang terjadi.
"Mereka sudah tahu cara menyikapi yang tepat jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Mereka juga terus berlatih agar semakin siap," kata Joko.