Ketegangan Pemilu Perlu Diredakan dengan Pendekatan Persuasif
Pendekatan persuasi untuk penyelesaian ketegangan pasca Pemilihan Umum 2019 perlu diutamakan. Cara-cara kekerasan hanya akan berujung pada semakin menguatnya polarisasi yang sudah terlihat nyata. Jika dibiarkan, kenyataan ini bisa mengancam keutuhan bangsa.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pendekatan persuasi untuk penyelesaian ketegangan pasca Pemilihan Umum 2019 perlu diutamakan. Cara-cara kekerasan hanya akan berujung pada semakin menguatnya polarisasi yang sudah terlihat nyata. Jika dibiarkan, kenyataan ini bisa mengancam keutuhan bangsa.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, pada Sabtu (18/5/2019) di Jakarta, memberi contoh, bahwa melalui hitung cepat yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei independen atau rekapitulasi suara berjenjang tingkat provinsi, nampak nyata terjadi pembelahan di Pilpres 2019.
Contohnya, di Sumatra Barat dan Aceh, salah satu pasangan mendapat kurang dari 15 persen suara. Sedangkan di Papua, NTT, dan Bali, terjadi sebaliknya.
Apabila dari masing-masing tim pasangan capres-cawapres tidak ada yang bersedia memulai menjalin persaudaraan, bukan tidak mungkin pembelahan yang lebih parah dapat terjadi di masa depan.
“Kelak, bagaimana mungkin seorang presiden dapat memerintah dengan baik apabila ada sejumlah provinsi yang 99 persen penduduknya tidak menyukai presiden tersebut? Ini berbahaya,” kata Jimly saat memberikan tausiah kebangsaan di Tugu Proklamasi, Jakarta dalam acara deklarasi Gerakan Indonesia Damai bertajuk “Merajut Persatuan, Memperkokoh Demokrasi Konstitusional”.
Untuk itu, perlu ada upaya bersama untuk merukunkan kedua kubu. Tindakan dan ucapan yang menghina dan merendahkan, tambah Jimly, harus dihindari. Pendekatan soft power atau persuasi juga diutamakan. “Misalnya, kalau menang ya jangan ngasorake (merendahkan),” kata Jimly.
Dalam kesempatan itu juga hadir antara lain Rais Syuriah PB Nahdlatul Ulama Masdar Farid Masudi, ulama Habib Salim bin Shalahuddin bin Salim bin Jindan, musisi Samsudin “Sam Bimbo” Hardjakusumah, dan pengamat politik Ray Rangkuti.
Tidak bijak
Jimly juga menilai ajakan bagi masyarakat untuk berdemonstrasi turun ke jalan untuk menolak hasil pemilu tidaklah bijak. Sebab, mekanisme penyelesaian perkara atau sengketa hasil pemilu telah memiliki mekanisme yang melembaga; melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, dan Mahkamah Konstitusi.
“Misalnya, kalau menang ya jangan ngasorake (merendahkan),” kata Jimly.
Terlebih lagi, menurut Jimly, kegiatan pemungutan suara yang digelar 17 April lalu adalah demonstrasi sikap politik masyarakat Indonesia terbesar. Lebih dari 150 juta atau 80 persen warga negara Indonesia yang berhak, telah menggunakan hak pilihnya.
“Tidak ada demonstrasi yang lebih besar dibandingkan (pemungutan suara) 17 April lalu. Jumlah orang yang hadir mengungkapkan sikap dalam menentukan pemimpin itu banyak sekali, 150 juta orang,” kata Jimly.
Dalam acara ini juga digelar pembacaan deklarasi Gerakan Indonesia Damai. Gerakan Indonesia Damai adalah persatuan dari berbagai kelompok gerakan mahasiswa, seperti Himpunan Mahasiswa Islam, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Jimly juga tercantum sebagai deklarator.
Deklarasi ini berisi sembilan poin yang pada intinya menolak upaya delegitimasi terhadap penyelenggara pemilu dan meminta peserta pemilu untuk menggunakan mekanisme hukum yang telah disediakan untuk menyengketakan hasil atau proses pemilu.
Dalam deklarasi ini juga disampaikan bahwa langkah-langkah yang disebut ‘people power’ berpotensi untuk menimbulkan konflik horizontal di masyarakat. “Dan dapat memicu terjadinya adu kekuatan massa di jalanan yang jelas sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum,” kata Ketua Umum Pengurus Besar HMI Respiratori Saddam Al Jihad sebagai pembaca deklarasi.
Melalui deklarasi ini juga disampaikan apresiasi kepada KPU dan Bawaslu yang telah berhasil menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan jujur, adil, dan transparan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada jajaran TNI-Polri yang dianggap telah mengawal jalannya Pemilu 2019 dengan aman sejak masa kampanye.
“Kami percaya bahwa seluruh jajaran TNl-Polri akan selalu solid bersatu menjaga ketertiban umum, memberi rasa aman di tengah masyarakat, mengawal konstitusi, dan menjaga keutuhan NKRI,” kata Saddam.