Tahun ini, pemerintah menerjunkan 1.344 seniman untuk mengajar di 1.344 sekolah dalam kegiatan Gerakan Seniman Masuk Sekolah 2019. Materi seni yang dikembangkan pada kegiatan GSMS 2019 adalah seni pertunjukan, seni rupa, seni sastra, film, seni musik, hingga seni media.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
Kemampuan sekolah menghadirkan guru seni yang kompeten masih terbatas. Gerakan Seniman Masuk Sekolah diharapkan dapat menjadi solusi.
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini, pemerintah menerjunkan 1.344 seniman untuk mengajar di 1.344 sekolah dalam kegiatan Gerakan Seniman Masuk Sekolah 2019. Materi seni yang dikembangkan pada kegiatan GSMS 2019 adalah seni pertunjukan, seni rupa, seni sastra, film, seni musik, hingga seni media.
Kegiatan GSMS merupakan upaya untuk membantu dan memfasilitasi keterbatasan sekolah dalam menghadirkan guru seni budaya yang kompeten. Tidak adanya guru seni budaya selama ini menjadi kendala di satuan pendidikan mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK.
Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menawarkan bantuan untuk menggelar kegiatan GSMS kepada 33 provinsi. Satu provinsi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak dimasukkan dalam daftar penerima bantuan karena provinsi ini dapat mengalokasikan anggaran pembiayaan GSMS dari dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
”Setiap provinsi kami minta kesanggupannya melaksanakan kegiatan GSMS untuk 21 sekolah. Peserta GSMS 2019 adalah siswa SD, SMP, SMA/ SMK dengan rincian 20 sampai dengan maksimal 40 siswa per kelas pembelajaran. Dengan demikian, peserta GSMS 2019 ditargetkan minimal mencapai 26.880 peserta didik,” kata Direktur Kesenian Restu Gunawan, Kamis (16/5/2019), di Jakarta.
Setiap provinsi kami minta kesanggupannya melaksanakan kegiatan GSMS untuk 21 sekolah.
Peserta didik yang mendapat kesempatan belajar bersama seniman di sekolah meliputi murid SD kelas III, IV, dan V; murid SMP kelas VII dan VIII; murid SMA/SMK kelas X dan XI; murid yang memiliki minat untuk mengikuti ekstrakurikuler bidang seni; atau murid dari sekolah lain yang sekolahnya tidak ditunjuk, tetapi berminat mengikuti kegiatan ini. Khusus kategori yang terakhir, murid yang berminat akan diikutsertakan pada sekolah terdekat yang ditunjuk.
”Setiap sekolah akan melaksanakan pembelajaran dalam kurun waktu empat bulan atau paling lama lima bulan dengan total 27 kali pertemuan dan waktu pembelajaran minimal dua jam per pertemuan,” ucapnya.
Materi fleksibel
Materi seni yang dikembangkan pada kegiatan GSMS 2019 meliputi seni pertunjukan, seni rupa, seni sastra, film, seni musik, atau seni media yang bersifat fleksibel. Seluruh materi yang akan disampaikan kepada anak-anak sekolah tergantung pada kompetensi seniman-seniman di daerah, minat dan bakat siswa di sekolah, serta ketersediaan sarana pendukung yang ada. Pada prinsipnya, materi seni yang dipilih oleh sekolah bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi serta karakteristik sekolah.
Sejak pertama kali diselenggarakan tiga tahun lalu, jumlah provinsi, seniman, sekolah, dan murid yang terlibat dalam kegiatan GSMS terus bertambah. Tahun 2016, GSMS baru diselenggarakan di 7 provinsi dengan melibatkan 35 seniman, 35 sekolah, dan 1.400 siswa. Pada 2017, penyelenggaraan GSMS meluas di 26 provinsi dengan mengerahkan 1.320 seniman, 1.320 sekolah, dan 26.400 siswa.
Pada 2018, jumlah seniman, sekolah, dan siswa yang terlibat dalam kegiatan ini sama seperti pada 2017. Meski demikian, jumlah provinsi yang menjalankannya bertambah menjadi 28 provinsi. Tahun 2019 ini, Ditjen Kebudayaan menaikkan sasaran GSMS di 33 provinsi dengan menerjunkan 1.344 seniman di 1.344 sekolah dan 26.880 siswa.
Khusus untuk pelaksanaan kegiatan GSMS 2019, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid menyusun Peraturan Direktur Jenderal Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pemerintah Gerakan Seniman Masuk Sekolah Tahun 2019 yang ditandatangani tanggal 4 Maret 2019.
”GSMS bermaksud membantu dan memfasilitasi hadirnya guru seni budaya yang dapat menginspirasi, mendidik, dan membangun iklim sekolah yang menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan, serta menguatkan. Kegiatan GSMS diharapkan juga menciptakan warga sekolah yang dapat mengapresiasi seni budaya di masyarakat,” kata Hilmar.
Kegiatan GSMS diharapkan juga menciptakan warga sekolah yang dapat mengapresiasi seni budaya di masyarakat.
Berangkat dari kegiatan GSMS 2018, beberapa seniman, seperti Supadi (Jakarta, seni rupa), Yustiansyah Lesmana (Jakarta, teater), Ghuiral Hilanda Saffaragus (Jember, musik), dan Luna Kharisma (Solo, teater) menggelar Jatigede Art Festival di Desa Jemah, Kecamatan Jatigede, Sumedang, Jabar, 25 Agustus 2018. Festival itu mengangkat tema ”Mulang ka Buyut” atau Tanah Air, sebuah refleksi budaya dari dampak proyek pembangunan waduk yang merendam lima kecamatan di Kabupaten Sumedang.
”Jatigede Art Festival merupakan bentuk pengungkapan kepedulian terhadap hilangnya kebudayaan dan kesenian lokal di Jatigede, memosisikan kembali seniman lokal Kecamatan Jatigede, dan menempatkan perubahan eco-cultural Jatigede sebagai basis kreatif masyarakat Jatigede. Festival ini juga menjadi bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam hal seni budaya dan sebagai bentuk penyajian seni yang dapat digunakan sebagai ajang pembelajaran,” tutur Supadi.