Pasar keuangan di Indonesia kembali mendapat tekanan akibat sengketa dagang antara Amerika Serikat dan China. Sentimen global ini menyebabkan arus aliran modal asing keluar dari pasar portofolio dalam negeri tak terbendung.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar keuangan di Indonesia kembali mendapat tekanan akibat sengketa dagang antara Amerika Serikat dan China. Sentimen global ini menyebabkan arus aliran modal asing keluar dari pasar portofolio dalam negeri tak terbendung.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo, Jumat (17/5/2019), mengatakan, ketegangan yang terjadi di antara kedua negara berdampak langsung terhadap keluarnya modal dari instrumen portofolio negara-negara berkembang.
Di Indonesia, lanjut Dody, sepanjang Mei tercatat telah terjadi capital outflow pada hampir seluruh instrumen. Meski BI belum mencatat nilai keseluruhan dari aliran modal keluar, kondisi ini mengganggu arus modal masuk yang terjadi sepanjang tahun berjalan, mulai Januari hingga April 2019.
BI mencatat, modal asing yang masuk ke Indonesia sepanjang tahun berjalan hingga akhir April 2019 mencapai Rp 131,1 triliun. Dana tersebut berasal dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dan portofolio saham.
”Kami berharap ketegangan antarkedua negara dapat segera berakhir karena dampak perang dagang terasa bagi perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar Dody.
Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali anjlok pada penutupan perdagangan hari ini sebesar 1,17 persen ke level 5.826,87. Berdasarkan data RTI Infokom, dalam sepekan investor asing mencatatkan aksi jual hingga Rp 3,98 triliun.
Selain di pasar portofolio dan surat berharga, pertumbuhan realisasi investasi langsung dinilai cukup rendah. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan realisasi investasi triwulan I-2019 mencapai Rp 195,1 triliun, naik 5,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 11,8 persen.
Sentimen positif pasar domestik semakin buram setelah dari dalam negeri data neraca perdagangan pada April 2019 mengalami defisit hingga 2,5 miliar dollar AS. Angka pertumbuhan ekonomi juga berada di bawah perkiraan semua pihak.
”Semua kondisi berawal dari dampak perang dagang AS-China. Salah satunya membuat perdagangan dunia melambat dan berpengaruh ke kinerja ekspor Indonesia,” ujarnya.
Menurut Dody, stabilnya kinerja konsumsi masyarakat Indonesia menopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2019 stabil di angka 5,07 persen.
Jaga konsumsi
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro menilai, untuk bisa terhindar dari pengaruh perlambatan ekonomi global, pemerintah akan fokus mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
”Agar bisa fokus mendorong sektor konsumsi, pemerintah perlu menjaga agar inflasi tetap stabil dan rendah,” ujarnya.
Kementerian Keuangan sendiri agresif mendorong belanja sosial selama empat bulan pertama tahun ini sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar dan mendorong daya beli.
Realisasi belanja negara sampai dengan akhir April 2019 tercatat mencapai Rp 631,78 triliun atau setara 25,7 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Adapun realisasi belanja negara meliputi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) Rp 370,05 triliun, Dana Transfer ke Daerah, dan Dana Desa Rp 261,73 triliun.