Sembilan RUU Ditargetkan Tuntas Sebelum Masa Jabatan DPR Berakhir
Sembilan rancangan undang-undang ditargetkan tuntas sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 berakhir, akhir September 2019. Salah satunya, Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sembilan rancangan undang-undang ditargetkan tuntas sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 berakhir, akhir September 2019. Untuk bisa memenuhi target itu, DPR terus berkoordinasi dengan pemerintah.
Sembilan rancangan undang-undang (RUU) dimaksud yaitu RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, RUU Jabatan Hakim, RUU Pemasyarakatan, RUU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dan RUU Ekonomi Kreatif. Khusus lima RUU ini ditargetkan tuntas sebelum berakhirnya masa sidang V DPR, 25 Juli 2019.
Sementara empat RUU lainnya yaitu RUU Mahkamah Konstitusi, RUU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, RUU Perkoperasian, dan RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, ditargetkan bisa dituntaskan pada masa sidang DPR berikutnya yang dimulai Agustus hingga September 2019.
”DPR terus berkoordinasi dengan pemerintah agar dalam sisa masa waktu jabatan yang akan berakhir September 2019 dapat maksimal menyelesaikan RUU yang masuk prioritas. Pimpinan Dewan juga terus melakukan rapat konsultasi untuk akselerasi penyelesaian RUU dengan pimpinan AKD (alat kelengkapan DPR) dan panitia khusus yang menangani RUU,” tutur Ketua DPR Bambang Soesatyo seusai bertemu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly di Jakarta, Rabu (15/1/2019).
Selain itu, Yasonna mengingatkan, tanggung jawab penyelesaian RUU tidak hanya di tangan DPR, tetapi ada pula di pemerintah. Oleh karena itu, agar target penyelesaian RUU bisa dicapai, peran serta pemerintah sangat penting.
”Hambatan yang sering dihadapi DPR dalam pembahasan RUU adalah ketidakhadiran menteri yang diberikan tugas oleh Presiden untuk melakukan pembahasan di DPR RI,” kata Yasonna.
”Untuk memaksimalkan capaian legislasi, pimpinan DPR sepakat akan mengirimkan surat kepada menteri terkait untuk aktif hadir dalam pembahasan RUU. Ketidakhadiran menteri ini pernah kita disampaikan kepada Presiden karena sangat mengganggu kinerja legislasi DPR,” tuturnya, menambahkan.
Komitmen dibutuhkan
Peneliti di Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus mengatakan, menjelang Pemilu 2019, anggota DPR sibuk kampanye agar terpilih kembali. Kesibukan ini tak pelak ikut berdampak pada kinerja DPR.
Kini, dengan sudah tuntasnya pemilu, dia berharap DPR bisa kembali fokus untuk menjalankan tugas-tugasnya. ”Maka, mestinya, DPR berpeluang menyelesaikan sejumlah RUU yang sudah dibahas di alat kelengkapan Dewan terkait,” kata Lucius.
Hal ini tidak mustahil mengingat pada periode DPR 2009–2019 mereka bisa menghasilkan 17 RUU dalam waktu yang tersisa antara penyelenggaraan pemilu dan berakhirnya periode mereka.
Secara keseluruhan, kata Lucius, dengan hanya menghasilkan masing-masing satu RUU pada masa sidang III dan masa sidang IV (akhir Januari–akhir Maret 2019), beban kinerja legislasi DPR masih cukup banyak. Daftar prioritas yang jumlahnya 55 RUU baru berkurang dua RUU saja; RUU Kebidanan dan RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh.
Apabila dilihat secara keseluruhan, catatan Formappi menunjukkan, dari 189 RUU yang masuk dalam Prolegnas 2014-2019, DPR periode ini baru berhasil mengesahkan 27 RUU atau hanya 14 persen.
”Kami melihat masalahnya ada pada rendahnya komitmen politik DPR sebagai wakil rakyat untuk menjadikan fungsi legislasi sebagai salah satu cara memperjuangkan aspirasi rakyat,” katanya.
”Legacy” DPR
Khusus RUU KUHP, Bambang berharap bisa diselesaikan pada masa sidang ini. Dengan demikian, RUU bisa menjadi kado untuk peringatan Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus mendatang.
”DPR dan pemerintah memandang urgent menyelesaikan RUU KUHP karena sampai saat ini kita masih menggunakan KUHP peninggalan Belanda. Jika saja DPR dan pemerintah dapat merampungkannya, hal itu akan menjadi legacy sekaligus hadiah terindah dalam rangka peringatan HUT Ke-74 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2019,” tutur Bambang dalam siaran pers yang diterima Kompas, Rabu malam.
Namun, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Indonesian Legal Roundtable (ILR) sebelumnya mengingatkan agar pembahasan RUU KUHP tidak dipaksakan tuntas oleh pemerintah dan DPR periode 2014-2019.
Pembahasan yang terburu-buru di sisa masa jabatan dikhawatirkan mengesampingkan kualitas legislasi. Apalagi, saat ini isi RUU tersebut masih memuat sejumlah delik yang memerlukan telaah lebih jauh.
”Pembahasan RUU KUHP harus dimatangkan dulu karena regulasi ini akan menjadi tulang punggung sistem hukum pidana kita. Jangan sampai karena terburu-buru, regulasi yang dihasilkan justru menjadi kerugian bagi kita di masa depan,” ujarnya.