Sanksi AS pada Huawei Panaskan Perang Dagang AS-China
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Pemerintahan Presiden Donald Trump di Amerika Serikat menghantam perusahaan raksasa telekomunikasi China, Huawei, dengan sanksi berat pada Rabu (15/5/2019) waktu setempat. Hal itu semakin memanaskan perang dagang AS-China di tengah persiapan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pergi ke Beijing untuk menggelar negosiasi dagang lebih lanjut dengan China.
Departemen Perdagangan AS menyatakan telah menambahkan Huawei Technologies Co Ltd dan 70 afiliasinya ke ”Daftar Entitas”—sebuah langkah yang melarang perusahaan untuk memperoleh komponen dan teknologi dari perusahaan-perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah. Menteri Perdagangan Wilbur Ross mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Presiden Donald Trump mendukung keputusan untuk ”mencegah teknologi Amerika digunakan oleh entitas asing dengan cara yang berpotensi merusak keamanan nasional AS atau kepentingan kebijakan luar negeri”.
Sehari sebelumnya, Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang perusahaan AS menggunakan peralatan telekomunikasi yang dibuat oleh perusahaan yang dianggap menimbulkan risiko keamanan nasional. Meskipun dalam perintah itu tidak secara spesifik menyebut nama negara atau perusahaan mana pun, pejabat AS sebelumnya telah menyebut Huawei sebagai ”ancaman”. Mereka melobi negara-negara sekutu untuk tidak menggunakan peralatan jaringan Huawei di jaringan 5G generasi mendatang.
Berbicara dalam dengar pendapat subkomite Senat AS, Mnuchin menyebut pembicaraan tingkat tinggi selama dua hari dengan pejabat China di Washington, pekan lalu, sebagai sesuatu yang konstruktif. ”Harapan saya adalah bahwa kita akan pergi ke Beijing di beberapa titik dalam waktu dekat untuk melanjutkan negosiasi itu,” katanya. ”Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.”
Komentar pemerintahan Trump terhadap China telah mendingin dalam beberapa hari terakhir setelah putaran tarif baru antara kedua negara telah mendorong aksi jual di pasar saham global. Pada hari Selasa, Trump membantah perundingan dengan China telah mentok. Ia menyuarakan nada optimistis tentang peluang kesepakatan dengan mengatakan ia memiliki hubungan ”luar biasa” dengan Presiden China Xi Jinping. Trump mengungkapkan rencananya untuk bertemu dengan Xi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Jepang, bulan depan.
Trump juga mendesak China untuk membeli lebih banyak produk pertanian AS. Barang-barang pertanian AS telah dijadikan target dalam skema pembalasan tarif China. Hal itu pun mendorong kekhawatiran para petani Amerika yang notabene adalah konstituen politik utama bagi Trump.
Departemen Pertanian AS telah membayar 8,52 miliar dollar AS secara langsung kepada petani sebagai bagian dari program bantuan 2018 yang dirancang untuk mengimbangi kerugian dari tarif yang diberlakukan oleh China dan mitra dagang lainnya. Hal itu diungkapkan oleh seorang juru bicara Departemen Pertanian AS, Rabu. Pemerintahan Trump telah menjanjikan bantuan hingga 12 miliar dollar AS untuk membantu mengimbangi kerugian akibat tarif China.
Trump, yang telah menjadikan proteksionisme sebagai bagian dari agenda slogan ”America First”, telah mencerca terhadap apa yang digambarkan oleh banyak pejabat AS sebagai praktik perdagangan tidak adil oleh China, termasuk di dalamnya adalah transfer teknologi secara paksa dan praktik pencurian kekayaan intelektual. Namun, mitra dagang dan sekutu dekat AS di Eropa, Amerika Utara, dan Asia juga menjadi perhatian Pemerintah AS.
Mnuchin mengatakan, AS hampir menyelesaikan perselisihan tentang tarif baja dan aluminium yang diberlakukan di Kanada dan Meksiko pada tahun lalu ketika tiga negara menegosiasikan kembali Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland di Washington pada hari Rabu untuk membahas tarif dan masalah lain yang terkait dengan Perjanjian Kanada-AS (Meksiko-Kanada) atau USMCA, yang menggantikan NAFTA. Ketiga negara belum meratifikasi kesepakatan baru tersebut. (REUTERS)