Polisi menahan dua pelaku yang terlibat pengiriman peti kemas berisi merkuri yang disimpan di dalam buah kelapa di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku. Keduanya adalah AE selaku sopir yang mengangkut merkuri serta YR selaku pengurus perusahaan ekspedisi pengiriman barang melalui kapal laut.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Polisi menahan dua pelaku yang terlibat pengiriman peti kemas berisi merkuri yang disimpan di dalam buah kelapa di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku. Keduanya adalah AE selaku sopir yang mengangkut merkuri serta YR selaku pengurus dari salah satu perusahaan ekspedisi pengiriman barang melalui kapal laut.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, di Ambon, Kamis (16/5/2019), mengatakan, kedua pelaku tersebut masih diperiksa oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku. Status hukum keduanya akan diumumkan dalam keterangan pers pada Jumat besok.
Menurut Roem, kedua pelaku tersebut bukan merupakan pemilik merkuri. Lewat keduanya, polisi akan mendalami pemilik. Menurut rencana, merkuri dibawa menggunakan kapal laut ke Pulau Jawa. Merkuri itu diperkirakan diproduksi di Pulau Seram. Bahan baku pembuatan merkuri adalah batu sinabar. Pembuatannya dengan cara penyulingan.
Sebelumnya, Rabu (15/5/2019), sejumlah anggota Polri membongkar merkuri dari dalam peti kemas yang siap dimasukkan ke kapal. Di dalam peti kemas itu terdapat puluhan karung berisi buah kelapa dengan jumlah bervariasi pada tiap karung. Di dalam buah kelapa itu terdapat cairan merkuri.
Sebelum merkuri dimasukkan, buah kelapa yang masih memiliki serabut itu dibelah dan dikeluarkan airnya. Selanjutnya, merkuri dimasukkan dan kelapa direkatkan kembali menggunakan lem. Buah kelapa berisi merkuri itu disimpan dalam 99 karung. Hal ini merupakan modus terbaru pengiriman merkuri (Kompas, 16/5/2019).
Mendatangi sumber
Pengamat lingkungan dari Universitas Pattimura Ambon, Stevin Melay, berharap temuan merkuri itu disikapi aparat dengan mendatangi sumber bahan baku produksi merkuri, yakni kawasan penambangan batu sinabar. Lokasi tersebut berada di Pulau Seram, tepatnya Gunung Tembaga, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Kuat dugaan, lokasi tambang yang ditutup aparat gabungan pada Desember 2017 atas instruksi Presiden Joko Widodo itu kembali dirambah. Lokasi tersebut ditempuh dengan perjalanan laut menggunakan speedboat dari Ambon sekitar 1,5 jam, dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 2 jam melawati hutan.
”Bahan baku untuk produksi itu harus distop. Kalau tidak, peredarannya masih akan jalan terus. Orang masih leluasa memproduksinya,” kata Stevin.
Bahan baku untuk produksi itu harus distop. Kalau tidak, peredarannya masih akan jalan terus. Orang masih leluasa memproduksinya.
Ia berharap persoalan ini ditangani dengan serius. Peredaran merkuri secara ilegal tidak boleh ada lagi di Indonesia setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri pada September 2017.
Sebelumnya, merkuri di Indonesia beredar bebas. Merkuri biasanya digunakan untuk mengolah emas di kawasan tambang liar.
Kepala Subbagian Humas Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Inspektur Dua Julkisno Kaisupy mengatakan, Ambon merupakan tempat transit untuk peredaran merkuri dari Pulau Seram sebelum dibawa ke Pulau Jawa.
Pihaknya sudah memetakan sejumlah titik yang diduga menjadi pintu masuk dari Ambon. ”Kami juga mempelajari, modus apa lagi yang akan digunakan,” ujar Julkisno.
Berdasarkan catatan Kompas, Polda Maluku telah menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan pelayaran, baik penumpang maupun peti kemas, agar tidak mengangkut merkuri. Hal tersebut dilakukan menyusul maraknya pengiriman batu sinabar dan merkuri melalui kapal. Banyak yang lolos hingga ke Pulau Jawa.