Peningkatan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan I-2019 menjadi tanda positif bagi pasar properti tahun ini. Penjualan properti untuk digunakan sendiri atau end user masih menjadi tumpuan saat ini.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan I-2019 menjadi tanda positif bagi pasar properti tahun ini. Penjualan properti untuk digunakan sendiri atau end user masih menjadi tumpuan saat ini.
Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia (BI) mencatat, pada triwulan I-2019, penjualan properti residensial meningkat 23,77 persen (qtq). Kenaikan itu lebih tinggi dibandingkan penjualan pada triwulan sebelumnya yang menurun 5,78 persen (qtq).
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan, peningkatan itu hasil dari upaya pengembang yang sejak tahun 2018 menjual properti di pasaran yang relatif turun.
”Pengembang sudah terpuruk hampir 4 tahun. Kemudian ada sedikit celah melalui relaksasi aset terhadap pinjaman (loan to value/LTV). Peluang ini dimanfaatkan karena pengembang tetap harus memenuhi berbagai kewajiban, seperti membayar pinjaman bank,” kata Soelaeman di Jakarta, Rabu (15/4/2019).
Menurut Soelaeman, pengembang mulai merencanakan, membangun properti, hingga memasarkannya sebagian besar dilakukan pada 2018. Pada waktu itu, banyak pengembang yang menarik kredit investasi dari bank sehingga tercatat ada kenaikan hingga 16 persen pada 2018.
Sejalan dengan kenaikan penjualan properti residensial, Survei Harga Properti Residensial BI mencatat penyaluran KPR dan KPA pada triwulan I-2019 meningkat menjadi 4,02 persen (qtq) dari 1,14 persen (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Namun, hingga saat ini, pengembang khawatir bunga kredit bank akan naik sewaktu-waktu. Sebab, ketika bunga acuan BI masih 4,25 persen, bunga kredit bank tidak beranjak turun atau di kisaran 10 persen sampai 13 persen. Sementara, ketika suku bunga acuan BI sudah naik menjadi 6 persen, bunga kredit bank juga relatif belum banyak bergerak.
Soelaeman berharap bunga kredit tetap atau tidak naik sehingga proyek-proyek properti dapat berjalan lebih kencang. ”Dengan proyek berjalan, kan, kredit dari perbankan juga bisa terus bergulir. Situasi berimbang ini yang penting,” ujar Soelaeman.
Namun, pengembang khawatir bunga kredit bank naik sewaktu-waktu.
Segmen properti yang bergerak saat ini, kata Soelaeman, bertumpu pada penjualan properti residensial bagi pengguna akhir (end user), bukan investasi. Hal ini tergambar dari Survei Harga Properti Residensial BI yang mencatat peningkatan penjualan tertinggi terjadi pada rumah tipe kecil.
Hal ini menandakan bahwa rumah untuk tipe menengah atau besar yang segmen pasarnya menengah atas belum banyak bergerak. Masyarakat belum banyak yang berinvestasi dalam bentuk membeli rumah. Biasanya, kata Soelaeman, dalam kondisi seperti ini investor lebih banyak berinvestasi di pasar modal, bukan properti.
Survei Harga Properti Residensial BI mencatat ada kenaikan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan I-2019 sebesar 0,49 persen (qtq). Kenaikan itu lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pada triwulan sebelumnya sebesar 0,35 persen (qtq).
Secara terpisah, Direktur Consumer Banking Bank Tabungan Negara (BTN) Budi Satria mengatakan, penjualan properti residensial memang tampak meningkat pada triwulan I-2019. Data internal BTN menunjukkan, penyaluran kredit perumahan pada triwulan I-2019 meningkat 20,22 persen (YoY).
Pertumbuhan penyaluran kredit perumahan tersebut terutama berada di properti residensial dengan harga Rp 500 juta ke bawah. Para pembelinya umumnya adalah pembeli rumah pertama yang membeli rumah untuk ditempati, bukan investasi.
”Namun, ini sudah menunjukkan tren yang baik. Dan, kita harapkan triwulan II nanti akan lebih baik lagi,” kata Budi.