Manulife berkembang pesat saat asuransi jiwa lain di Indonesia kesulitan berkembang tahun lalu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Perusahaan asuransi jiwa Manulife Indonesia mencatatkan laba bersih tahun 2018 sebesar Rp 2,6 triliun. Nilai ini tumbuh 170 persen dari laba tahun 2017 sebesar Rp 1 triliun.
Manulife berkembang pesat saat asuransi jiwa lain di Indonesia kesulitan berkembang tahun lalu. Pendapatan premi tumbuh 4 persen menjadi Rp 9,2 triliun dan jumlah ekuitas menguat 4 persen menjadi Rp 11,5 triliun, juga menjadi rekor terbesar perusahaan asuransi yang sudah berdiri 33 tahun.
“Kami kokoh pada 2018 karena pendapatan naik terus. Laba bersih, pendapatan premi, dan ekuitas mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah perusahaan," kata Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Manulife Indonesia Jonathan Hekster di Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Pertumbuhan Manulife sangat bertentangan dengan kondisi industri asuransi jiwa tahun lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2018 menyebutkan, laba bersih industri asuransi jiwa anjlok dari Rp 11,12 triliun tahun 2017 menjadi Rp 2,17 triliun tahun 2018.
Sementara itu, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menegaskan pendapatan industri asuransi jiwa pada 2018 merosot 19,4 persen menjadi Rp 204,89 triliun. Penurunan pendapatan terjadi karena hasil investasi industri asuransi anjlok 84,5 persen menjadi Rp 7,83 triliun tahun lalu.
Jonathan menambahkan, sejauh ini kekuatan dan neraca pendapatan Manulife Indonesia sangat stabil. Buktinya tahun lalu mereka tidak kesulitan membayarkan klaim dari nasabah yang total mencapai Rp 5,5 triliun.
"Manulife Indonesia stabil tahun lalu. Kami tahan banting walaupun saham naik turun. Klaim naik juga tidak berdampak. Gejolak ini bisa kami atasi dibandingkan 61 perusahaan asuransi jiwa lain di Indonesia," tambahnya.
Diselamatkan obligasi pemerintah
Direktur dan Chief Financial Officer Manulife Indonesia Colin Startup menuturkan, pertumbuhan laba bersih tahun lalu terjadi karena kenaikan suku bunga. Manulife terselamatkan dari tren buruk asuransi jiwa karena melakukan pendekatan konservatif dengan investasi di obligasi pemerintah.
"Pendekatan kami lebih konservatif. Ketika suku bunga bergerak, itu akan berpengaruh ke laba kami. Tahun lalu perkembangan bunganya sesuai bahkan ada yang melebihi benchmark," pungkas Colin.
Di sisi lain, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Legowo Kusumonegoro menegaskan pengelolaan dana akan kembali sulit pada 2019. Hal ini menjadi tantangan bagi Manulife Indonesia untuk tetap menjaga pertumbuhan laba bersih.
Tantangan itu terjadi karena dinamika pasar modal dunia dan Indonesia. "Tahun lalu kan kuartal I pasar masih tumbuh baik, tetapi mulai bergejolak pada kuartal II, III, dan IV. Dengan IHSG terkoreksi dan rupiah terdepresiasi menjadikan bukan tahun yang difavoritkan. Hal itu masih terjadi hingga kuartal II tahun 2019," ucap Legowo.