Kisah di Balik Kerusuhan dan Pelarian Rutan Siak
Penjara atau rutan yang padat penghuni ibarat bom. Sedikit saja kejadian, langsung menjadi pemicunya. Bom akan meledak dan menghancurkan segala benda yang ada di dekatnya. Jadi, harus ada yang berubah di penjara Tanah Air. Jika tidak, kejadian seperti Rutan Siak pasti akan berulang. Kalau tidak percaya, tunggu saja kisah lainnya yang bakal terjadi selanjutnya.
Bagian depan Rumah Tahanan Siak kini tidak berbentuk lagi. Atap seng yang semula menaungi bubungan kantor kini teronggok muram. Segala macam benda berserakan dan tercerai berai di lantai hitam berjelaga. Keganasan api melahap setiap sudut bangunan yang terbuat dari kayu, setelah kerusuhan Sabtu (11/5/2019) dini hari.
Area pintu utama rutan porak poranda. Jeruji besi pintu besar, yang dulunya berdiri gagah membatasi setiap pengunjung yang ingin masuk, kini tergeletak di lantai. Ruangan kantor kepala rutan ludes tidak bersisa. Kamar berkunjung kerabat para narapidana dan tahanan, ruang medis, ruang serbaguna, ruang praktik kerja, sampai bangunan Masjid At-Taubah luluh lantak. Keangkeran Rutan Siak seketika lenyap.
Untungnya, dapur yang berada di sisi kiri tengah, di sebelah masjid, tidak ikut dilalap api. Kalau saja dapur dan gudang makanan itu ikut terbakar, entah apa yang bakal terjadi kemudian.
Kemungkinan korban jiwa kerusuhan Rutan Siak pada Sabtu (11/5/2019) dini hari bakal jatuh. Di tempat penyedia makanan bagi 648 penghuni penjara itu, terdapat puluhan tabung LPG yang sebagian besar masih terisi penuh. Api bisa saja meledakkannya.
Keangkeran Rutan Siak seketika lenyap.
Listrik yang sudah diputus sejak hari kerusuhan membuat seluruh alat elektronik di dapur tidak tersambung arus. Peralatan pengawet makanan segar menjadi tidak berfungsi. Puluhan kilogram ikan segar yang masih tersimpan di dalam kulkas pun lekas mengeluarkan aroma busuk dan berulat.
Di areal terbuka, lapangan futsal di tengah-tengah penjara berserakan tumpukan rantang plastik, wadah ransum para penghuni. Terdapat sisa makanan di dalam sebuah ember yang sudah berjamur dan mengeluarkan aroma tidak sedap.
Sampah terlihat di mana-mana. Kasur basah, pakaian bekas, bantal, peralatan kamar, pot kembang, berserakan di semua penjuru. Bau menyengat menyeruak di sana-sini.
Semua sel yang diberi nama pohon, bunga, buah, dan burung tempat tahanan dan napi tidur sudah kosong melompong. Tiada lagi penghuni yang biasanya tidur berdesakan di ruangan sel pengap.
Pintu besi sel tidak ada lagi yang berfungsi. Bahkan beberapa pintu besinya sudah tidak lagi di tempatnya semula. Ketika kerusuhan terjadi, pintu jeruji besi itu dirusak secara paksa dengan berbagai peralatan.
Pada dinding belakang di sisi kanan dan kiri terdapat dua lubang menganga. Dinding itu telah dijebol sehingga siapa saja dapat memasuki halaman belakang penjara.
Itulah kondisi Rutan Siak setelah kerusuhan Sabtu lalu. Dari seluruh potret yang terlihat kasatmata ditambah keterangan saksi dari petugas rutan dan tahanan, dapat dirangkai ihwal jalan cerita kerusuhan Rutan Siak itu.
Begini kira-kira ceritanya.
Jumat (10/5/2019) malam, sekitar pukul 21.00, petugas rutan melakukan razia rutin. Petugas berkeliling untuk melihat keanehan dan hal ganjil yang tidak sesuai tata krama penjara. Ketika memeriksa sel perempuan, petugas menemukan sabu dalam bungkusan kecil milik YR (37), narapidana perempuan, yang dihukum 17 tahun untuk kasus narkotika.
Melanjutkan penemuan sabu itu, Kepala Rutan Siak Gatot S segera menghubungi Kepolisian Resor Siak. Kepala Satuan Reserse Kriminal Narkoba Polres Siak Ajun Komisaris Zailani pun datang untuk memeriksa YR di rutan.
Setelah diperiksa, YR mengaku sebagai pemilik sabu. Namun, sebagian besar sudah diberikan kepada tiga napi laki-laki, Li, Lim, dan Len. Lokasi mereka menggunakan sabu di belakang dapur, dekat ruang generator listrik.
Ironisnya, Li, Lim, dan Len adalah orang kepercayaan petugas penjara yang disebut tahanan pendamping. Mereka direkrut untuk membantu pegawai penjara dalam beberapa kegiatan khusus. Ketiga laki-laki itu mengakui menggunakan sabu dari YR.
Setelah pemeriksaan, polisi memutuskan melanjutkan memeriksa YR yang masih memiliki kontak dengan bandar sabu diluar penjara. Li, Lim, dan Len sebagai pemakai hanya dikenai hukuman disiplin. Mereka ditempatkan di sel isolasi atau dikenal dengan strap sel.
Tiga petugas membawa Li, Lim, dan Len ke strap sel di belakang. Jalurnya melalui koridor Blok A di bagian tengah, yang memiliki tiga ruangan, yaitu Cemara, Mawar, dan Anggrek, sepanjang 40 meter. Orang yang melintas di koridor tengah itu pun masih bisa dilihat dari tiga sel lain, yaitu Anggur, Durian dan Apel, di sisi kanan penjara.
Di tengah perjalanan, entah apa penyebabnya, petugas memukuli Li, Lim, dan Len. Pemukulan itu terlihat penghuni Blok A dan tiga sel lain di sisi kanan. Muncul isu, petugas tidak hanya memukuli, tapi juga menelanjangi tiga pemakai sabu itu. Namun, kabar penelanjangan dibantah petugas rutan.
Warga binaan penjara yang melihat kejadian pemukulan memprotes perlakuan kasar petugas itu. Mereka meneriakkan kata-kata, ”Tahanan itu manusia, bukan binatang”. Selain itu, ada beragam sumpah serapah lainnya.
Baca Juga: Meski Rutan Siak Terbakar, Pemberantasan Narkoba Terus Dilanjutkan
Teriakan dari Blok A segera mendapat sahutan dari sel lain di sisi belakang dan kanan, yang jaraknya hanya sekitar 25 meter. Keributan itu mulai menyulut kerusuhan. Ratusan penghuni sel yang marah mulai mengguncang pintu sel.
Semakin malam, kondisi semakin tidak terkendali. Pukul 23.00, beberapa pintu sel sudah dapat dibuka paksa. Tahanan pun berhamburan ke halaman penjara di lapangan futsal, lapangan sepak takraw di sisi kiri belakang, dan ruang terbuka kecil di sisi kanan belakang.
Tahanan yang sudah di luar membantu membuka sel lain dengan menggunakan peralatan seadanya. Puncaknya, puluhan tahanan berhasil merusak jeruji besi pintu penghubung tengah, yang menjadi pembatas terakhir menuju kantor rutan.
Pada pukul 01.30, api terlihat membakar ruang serbaguna di sisi kanan depan penjara. Tidak lama kemudian, muncul api lain di bagian tengah dan menyambar ruangan lain sampai ke bagian masjid.
Di tengah kerusuhan, puluhan tahanan menjebol dinding belakang di sisi kanan dan kiri. Dinding itu langsung terhubung dengan halaman belakang penjara. Setelah berada di halaman, mereka mulai memanjat pagar menggunakan kain sarung yang dililit dari sudut menara. Dody Saputra, petugas jaga rutan, mengatakan, pada saat itu, penjaga menara sudah turun. Keadaan sudah tidak dapat dikendalikan.
Polisi sebenarnya sudah berada di lokasi sejak awal kerusuhan. Namun, kemarahan penghuni penjara tidak dapat dikendalikan. Apalagi konsentrasi penjagaan lebih terfokus di bagian depan. Polisi pun tidak dapat masuk ke dalam sel karena dilempari oleh penghuni. Akibatnya, pelarian dari pagar belakang sempat tidak terdeteksi.
Belakangan diketahui, dua tahanan, yakni Iswardi dan Edi Saputra, dirawat di RSUD Siak karena mengalami patah kaki. Keduanya mengaku sedang berupaya menghindari kobaran api, tapi kakinya terperosok ke lubang. Sebaliknya, menurut petugas, kaki patah disebabkan keduanya jatuh saat melompati pagar belakang saat berupaya melarikan diri.
Lebih dari 40 tahanan melarikan diri, termasuk YR. Namun, polisi cepat memburu. Berkat bantuan masyarakat, puluhan di antaranya segera ditangkap pada Sabtu pagi. Sabtu siang, 34 orang masih dicari.
YR yang sempat melarikan diri berhasil ditangkap di kerumunan pasar. Namun, pengakuan YR kepada Kepala Lapas Perempuan Pekanbaru (lokasi penjaranya saat ini), ia menyerahkan diri kepada polisi.
Baca Juga: Menkumham: YR, Pengedar Sabu di Rutan Siak Bakal Huni Nusakambangan
Trio Alvie Duha (25), tahanan kasus narkoba; Iwanda Saputra (30), kasus penggelapan; dan Budiman Sinaga (27) juga berhasil melarikan diri. Ketiganya menyusuri semak belukar di hutan kota Siak yang berjarak sekitar 200 meter dari penjara. Mereka berlari hingga di sebuah kebun karet luas.
Di sana, mereka bersembunyi. Lapar, tapi mereka kesulitan mencari makanan. Alvie mengatakan, mereka bahkan minum air parit di dalam hutan karet karena kehausan. Pada malam hari, mereka tidur di pondok terbuka di tengah kebun, sembari digigiti nyamuk.
Mereka menyerah karena kelaparan saat melarikan diri. Setelah 24 jam bersembunyi, kelaparan itu semakin mendera. Ketiganya pun menyerah. Tatkala pemilik kebun datang pada Minggu pagi, Alvie, Iwanda, dan Budiman menjumpainya dan meminta agar dapat difasilitasi menyerahkan diri kepada polisi.
”Pemilik kebun karet ternyata tidak menghubungi polisi. Kami akhirnya keluar dari hutan dan mendatangi rumah warga. Kami diberi roti dan minuman oleh warga. Tidak lama kemudian polisi datang dan kami ditangkap,” kata Iwanda.
Sampai Rabu (15/5/2019), tinggal enam pelarian lagi yang tersisa. Terakhir, ada empat tahanan yang di antaranya diserahkan keluarga, ditangkap masyarakat, dan kepergok polisi.
Mengapa banyak tahanan yang cepat tertangkap atau menyerahkan diri? Padahal, setelah kerusuhan di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru, pada 5 Mei 2015, seratusan tahanan masih dinyatakan buron dan tidak dapat ditangkap sampai saat ini.
Jawabannya, bisa jadi perbedaan geografis. Lokasi Rutan Sialang Bungkuk berada di tengah Kota Pekanbaru. Daerahnya memiliki puluhan persimpangan jalan raya dan percabangannya sebagai jalur keluar kota. Kendaraan pun sangat banyak melintas untuk membantu pelarian. Setelah kerusuhan itu, beberapa warga mengaku kehilangan sepeda dan bahkan sepeda motor. Besar dugaan, kendaraan itu dicuri para tahanan yang kabur.
Kondisi itu berbeda dengan Rutan Siak, meski sebenarnya sama-sama berada di jantung kota. Di belakang penjara, terdapat ruas jalan protokol yang membelah Kota Siak.
Namun, Siak adalah kota kecil. Kendaraan yang melintas sangat sedikit. Apalagi saat dini hari. Jalur keluar kota Siak hanya ada tiga dan semuanya sudah dikepung polisi. Pelarian penjara tidak akan dapat bergerak jauh, tanpa menggunakan kendaraan.
Terlepas dari perbedaan medan, kegesitan polisi untuk menyekat jalur kabur patut diapresiasi. Karena itu, hanya segelintir tahanan yang berhasil melarikan diri.
Yang jelas, ada hikmah yang dapat dipetik dari kerusuhan Rutan Siak. Pertama, petugas sipir jelas tidak bisa memukul dan menyiksa tahanan. Kedua, kerusuhan semakin menegaskan kalau rutan sudah kelebihan penghuni. Kapasitas Rutan Siak hanya 125 orang, tetapi diisi 648 orang.
Di Riau, terdapat 12.274 tahanan/napi yang ditempatkan di 20 rutan/lapas yang hanya berkapasitas 4.000 orang. Di Indonesia, kapasitas penjara nasional hanya untuk 166.000 orang, tapi diisi sampai 260.000 orang.
Penjara atau rutan yang padat penghuni ibarat bom. Sedikit saja kejadian, langsung menjadi pemicunya. Bom akan meledak dan menghancurkan segala benda yang ada di dekatnya. Jadi, harus ada yang berubah di penjara Tanah Air. Jika tidak, kejadian seperti Rutan Siak pasti akan berulang. Kalau tidak percaya, tunggu saja kisah lainnya yang bakal terjadi selanjutnya.