Indonesia Perlu Investasi untuk Perbaikan Kinerja Ekspor
Agar tak terjebak dalam defisit neraca perdagangan karena perang dagang antara Amerika Serikat dan China, kinerja ekspor Indonesia harus dibenahi. Untuk memperbaiki kinerja ekspor nasional, Indonesia memerlukan investasi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Agar tak terjebak dalam defisit neraca perdagangan karena perang dagang antara Amerika Serikat dan China, kinerja ekspor Indonesia harus dibenahi. Untuk memperbaiki kinerja ekspor nasional, Indonesia memerlukan investasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, sepanjang Januari-April 2019, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar 2,56 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 37,01 triliun dengan kurs referensi Bank Indonesia yang senilai Rp 14.458 per dollar AS. Angka ini lebih dalam dibandingkan dengan periode Januari-April 2018 yang defisitnya sebesar 1,41 miliar dollar AS.
Dalamnya defisit neraca perdagangan sepanjang Januari-April 2019 disebabkan oleh merosotnya nilai ekspor Indonesia sebesar 9,39 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi 53,2 miliar dollar AS. Menurut Kepala BPS Suhariyanto, penurunan ekspor ini merupakan imbas dari perang dagang antara AS dan China yang berkontribusi terhadap pelemahan ekonomi global. Dampaknya, permintaan terhadap barang dari Indonesia turut melorot.
Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, Rabu (15/52019) di Jakarta berpendapat, pertumbuhan investasi perlu dijaga, terutama yang berasal dari luar negeri. Dalam menyikapi dampak tekanan global akibat perang dagang, investasi berorientasi ekspor dan masuk dalam rantai pasok dunia mesti menjadi prioritas.
Salah satu cara untuk menjaga pertumbuhan itu ialah, pemerintah perlu mengelompokkan perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor. Satria berpendapat, perusahaan-perusahaan tersebut perlu dipacu dengan sejumlah stimulus agar kinerjanya meningkat.
Dalam hal menarik investor asing, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengimbau, pemerintah mesti segera merealisasikan 16 Paket Kebijakan Ekonomi. Realisasi ini penting karena dapat menunjang kemudahan berbisnis di Indonesia dan menjadi daya tarik bagi investor.
Rantai produksi
Sebagai langkah jangka menengah, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berpendapat, pemerintah dan pelaku industri harus bersama-sama memetakan produksi nasional yang bersifat kompetitif di pasar internasional.
"Identifikasi bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan dalam mengolah produk tersebut," ujarnya saat dihubungi, Kamis (16/5/2019).
Apabila masih mengandalkan impor, Shinta mengatakan, identifikasi negara asal pemasok juga menjadi sorotan. Hal ini penting dalam menjaga daya saing produk yang dihasilkan dari dalam negeri.
Dari sisi yang produk yang dihasilkan, pemetaan negara-negara tujuan juga dibutuhkan. Shinta berpendapat, integrasi rangkaian pemetaan produksi dari negara penyuplai bahan baku hingga negara pasar tujuan seharusnya mampu mengelompokkan produk nasional yang tahan terhadap dampak perang dagang. Kelompok produk ini yang selanjutnya menjadi andalan untuk memperbaiki kinerja neraca dagang.
Penetrasi pasar
Satria menambahkan, langkah jangka pendek yang bisa ditempuh untuk meningkatkan ketahanan neraca perdagangan nasional terhadap dampak perang dagang ialah, penetrasi ekspor ke negara-negara pasar nontradisional. Menurutnya, negara-negara yang masih mencatatkan surplus pada neraca perdagangan Indonesia dapat menjadi pilihan prioritas, misalnya negara-negara di benua Afrika. Langkah ini membutuhkan sinergi Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perindustrian.
Tak hanya jalur bisnis, Shinta berpendapat, pelaku usaha membutuhkan kanal penetrasi pasar dengan diplomasi. Jalur diplomasi menjembatani pengusaha eksportir nasional dan pengusaha importir di negara tujuan yang saling membutuhkan dalam rantai produksi.
Selain itu, Suhariyanto mengatakan, pemerintah perlu riset pasar yang rinci dan komprehensif dalam mempelajari selera dan kebutuhan pasar di negara tujuan ekspor. Tujuannya, pemilihan negara-negara nontradisional sebagai tujuan ekspor dapat tepat sasaran dan sesuai dengan produk-produk dari Indonesia.